Nasty Thought

11.3K 1.4K 166
                                    

Aku membuka mata tepat saat tangan Andro menabrak tubuh ayah mertuaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku membuka mata tepat saat tangan Andro menabrak tubuh ayah mertuaku. Entah dengan kekuatan apa Andro menjatuhkan mertuaku yang bertubuh tinggi dan buncit ke lantai dengan kepala lebih dulu. Satu tangan Andro memegangi tangan yang memegang pisau dan tangan lain mencekik leher lelaki tua itu. Lututnya menahan dada lelaki itu. Terdengar bunyi dengkingan lemah dalam usaha ayah mertuaku untuk bernapas lagi.

Pada bunyi "klek" berikutnya, Andro membuat mertuaku melepaskan pisau di tangannya.

Aku melepaskan Patih, memegangi Andro agar tidak membunuh ayah mertuaku. Walau aku sangat ingin melihat kedua mertuaku itu mati, tapi jangan di depan anakku. Aku tidak ingin dia terlalu banyak melihat keburukan. Aku tidak ingin dia terlalu banyak menelan racun untuk masa depannya.

Andro melepaskan lelaki itu, tapi tetap memegang pisaunya. Dengan jantung seperti mau copot, kuambil pisau itu dari Andro. Membiarkan Andro yang sedang marah memegang pisau itu sama berbahayanya dengan membiarkan singa lapar berkeliaran di antara manusia.

"Aku aja yang bawa," kataku dengan mata menatap lurus pada matanya. Awalnya, dia terlihat seperti nggak rela melepaskan pisau itu, tapi akhirnya dilepaskannya juga. Kugenggam erat pisau itu di belakang tubuhku.

"Kamu siapa? Selingkuhannya May?" cecar ibu mertuaku yang masih memegangi jari manisnya yang patah.

"Aku cuma tetangga depan rumah. Tetangga yang baik akan selalu membantu kalau ada yang kesusahan," kata Andro sambil berjongkok pada Patih yang masih meringkuk ketakutan. Dia membujuk Patih agar berdiri lagi. Dengan berpegang pada tangannya, anakku kembali berdiri.

"Ma, Pa, udahlah! Kalian kayak anak kecil," kataky berusaha untuk tidak menangis. "Semua tetanggaku nonton kalian. Kalau aku mau, kalian juga bisa kulaporkan ke polisi."

"Kamu memang istri nggak tahu diuntung. Pindah kamu dari rumah ini! Ini rumahnya Roni!"

"Oke. Aku pindah. Rumah ini belum lunas. Kalau pun Mas Roni minta rumah ini selagi dia dipenjara, rumah ini akan disita bank. Aku yakin Mama dan Papa nggak akan bisa membayar cicilannya."

Mereka memang sangat mirip Mas Roni. Mendengar omonganku yang memang kupikir pasti merendahkannya itu membuat mereka jadi makin meradang. Ayah mertuaku melirik Andro yang terus mengawasinya, siap menghadangnya jika berani mendekatiku.

"Aku melaporkan Mas Roni ke polisi bukan karena dendam. Aku melaporkan Mas Roni atas permintaan Patih. Aku nggak mau memberi contoh buruk ke Patih. Siapa pun pelakunya, kalau ada yang berbuat jahat harus dilaporkan polisi. Aku membesarkan anak yang nanti bakal jadi dewasa yang punya rumah tangga juga. Aku nggak mau anakku meniru yang dilakukan bapaknya."

"Kamu yang nggak bisa ngurus suami, May. Sampai suamimu nyari lagi itu pasti kamu yang sampai kurang ajar sama dia. Mas Roni itu nggak akan mungkin sampai mukul orang kalau nggak saking keterlaluannya. Paling juga kamu cuma ditampar. Kamu pantas memang ditampar."

Good NeighborTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang