His Lovely Thought

12.1K 1.5K 246
                                    

Aku barpaling darinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku barpaling darinya. Aku membuka pagar sekolah dan tersenyum pada satpam sekolah yang seperti ingin memprotesku. "Mau ketemu sama gurunya Patih sebentar," kataku pada satpam itu.

Sebelum Patih keluar dari pintu sekolah, aku memeluknya. Aku mengusap kepalanya dan menciuminya. "Bisa ulangan tadi?"

"Alhamdulillah sih, Ma. Yang kita kerjain keluar semua." Dia menjawab dengan ekspresi seolah tahu kalau ciumanku bukan tanpa arti. Dia melihat ke belakangku, lalu ekspresinya berubah menjadi keras.

"Ayo masuk," kataku sambil mendorongnya kembali ke sekolah. Aku tidak melihatnya lagi karena tahu mungkin aku akan berubah pikiran. Dia selalu membuatku menurunkan pertahananku

Dengan terpaksa aku mendengarkan guru Patih bercerita tentang yang dilakukan Patih di sekolah. Sebenarnya, aku tidak ingn mendengar ini di depan Patih. Aku tidak suka membuatnya malu dengan keluhan dari gurunya. Aku juga tidak ingin membuatnya besar kepala dengan mendengarkan pujian yang dibesar-besarkan. Biasanya, aku selalu merahasiakan dari Patih apa yang dikatakan gurunya. Aku ingin dia tahu aku mencintainya apa adanya, bukan karena laporan orang lain.

Sekitar setengah jam aku mendengar celoteh yang tidak kuinginkan. Untung saja kali ini tidak banyak hal buruk yang dikatakan gurunya. Yah, seperti biasa, hanya pesan untuk banyak belajar dan tidak lagi melamun di kelas.

"Mama nggak mau menghakimi kamu. Tapi, kenapa sih kamu melamun di kelas?" tanyaku saat kami berjalan menuju pintu depan sekolah lagi.

"Kalau aku cerita, Mama janji ya nggak marah?"

"Kenapa harus marah?"

"Janji aja," protesnya.

"Oke. Mama janji." Walau begitu, jantungku berdebar juga. Aku khawatir yang diucapkannya ternyata tentang rumah tangga kami.

"Aku kebanyakan main game pas malam. Pas di sekolah sebenarnya aku ngantuk, bukan melamun."

Ah, leganya!

"Kok kamu bandel, sih, main game sampai malam?" Aku sama sekali tidak berniat memarahinya. Aku juga dulu senang bermain game saat pertama kali punya HP.

"Kadang, di kepalaku sering ada suara bentakan Papa. Kalau aku diemin, bentakannya makin keras. Rasanya bentakan itu cuma hilang kalau aku konsentrasi sama sesuatu. Kan capek, Ma, kalau aku konsentrasi sama pelajaran terus. Jadi, aku milih konsentrasi sama game aja. Aku pakai headset, terus main game sampai ngantuk."

Aku berhenti. Aku menariknya sampai berada di depanku. Aku berjongkok agar bisa menatap matanya dalam satu level yang sama. "Kenapa kamu nggak bilang sama Mama?"

"Mama sudah repot sama kerjaan. Mama juga sering dimarahi Papa. Aku yakin Mama juga sering nggak bisa tidur kayak aku. Mama yang kasihan. Mama nggak bisa main game kayak aku."

Patih, anak semata wayangku! Kenapa kamu tidak seperti anak lain yang berontak dan marah pada Mama? Ucapanmu yang begitu tulus dan lembut ini membuat Mama tidak tahu apa yang sebenarnya harus Mama lakukan, Nak.

Good NeighborTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang