Caress My Heart

11.3K 1.6K 396
                                    

"Kamu nggak percaya sama Mama?" tanyaku saat kami berdiri di depan sekolahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu nggak percaya sama Mama?" tanyaku saat kami berdiri di depan sekolahnya.

Setelah kejadian memalukan pagi buta itu, aku mengantar Patih dengan taksi online. Di depan sekolah, dia berpesan padaku untuk menjemputnya tepat waktu dan tidak ke mana-mana. Tatapannya seolah takut aku melakukan kesalahan lagi. Benar saja. Dia menjawabku dengan bahu terangkat dan wajah menunduk dalam. Dia ingin berkata "iya", tapi segan untuk mengatakannya.

Kupegang bahunya dengan tangan kanan dan tangan kiriku memegang pipinya. Biasanya, dia akan menghindar mendapat kontak fisik begini di lingkungan sekolah. Kali ini dia menurut dan menatap pada mataku.

"Patih, Mama bakal duduk di sini sampai kamu selesai ulangan. Nanti setelah mengerjakan ulangan, kamu lihat ke luar jendela, pastikan Mama masih di sini buat kamu." Aku menunjuk kelas yang jendelanya terlihat paling pinggir dari deretan jendela di lantai dua sekolah itu. "Itu kelasmu, kan?"

Dia mengangguk.

"Sampai kamu pulang nanti, Mama bakal terus duduk di sini. Mama kerja pakai HP aja."

"Mama chating sama dia?"

Aku nyaris tertawa. Dia seperti aku saat menghapus nomor Andro dari HP-nya. Kukeluarkan HP-ku dan kuperlihatkan layar HP itu padanya. "Lihat kalau nggak percaya," kataku sambil memperlihatkan nomor Andro yang sudah nggak ada di HP-ku. "Mama membuat kesalahan, Patih. Mama salah dan Mama merasa malu melakukannya. Mama ingin memperbaiki semua. Mama ingin hubungan kita juga membaik."

Dia diam saja, mengambek tentu saja.

"Kita bakal hidup bareng sampai kamu dewasa nanti. Kita bakal hidup bersama sampai kamu nikah. Mama nggak mau kita hidup dengan rasa saling curiga dan nggak percaya. Mama sayang kamu. Mama nggak mau kamu menjauh dari Mama hanya karena ini, Patih. Mama bakal melakukan apa aja buat mengembalikan kepercayaanmu sama Mama."

"Kalau aku sudah nikah memangnya nggak boleh tinggal sama Mama?"

Eh? Kok dia malah nanya begitu?

"Yah ... kan nggak semua istri mau tinggal sama mertua cerewet kayak Mama."

Patih tersenyum. "Aku bakal cari istri yang mau menerima Mama. Tugasku jagain Mama sampai salah satu di antara kita meninggal, bukan sampai menikah."

Entah kata-katanya atau binar kesungguhan pada matanya yang membuatku memeluknya. Kali ini sepertinya aku telah melakukan sesuatu yang benar. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku memilih jalan yang benar.

"Amin," kataku menahan sesak yang berjejalan di tenggorokanku. Hanya tinggal menunggu waktu saja aku akan menumpahkan air mata haru. "Mama berdoa agar kamu jadi orang sukses nanti, terus dapat istri yang baik dan rumah tangga yang harmonis."

Doa ini terlalu dini untuk anak SD. Seharusnya anak lain didoakan agar mendapat nilai bagus dan lulus dengan baik saja. Tapi, Patihku bukan "anak lain". Dia anak luar biasa yang baru melihat hal buruk di rumahnya. Dia anak yang penuh cinta dan bertanggung jawab penuh pada keluarganya, padaku. Doa itu kuharap bisa menenangkannya, menumbuhkan kepercayaan diri baru padanya.

Good NeighborTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang