Dip His Finger

18.8K 1.8K 444
                                    

Sudah kubilang mengundang Andro ke rumah ini tuh sebenarnya bikin perkara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah kubilang mengundang Andro ke rumah ini tuh sebenarnya bikin perkara. Keberadaannya membuat perasaanku jadi tidak enak. Dia terlalu menempel. Untuk berbicara saja harus mencondongkan tubuh sampai aku juga terpaksa mundur agar tidak bersentuhan dengan dia.

"Kalau ngomong yang keras aja, nggak usah bisik-bisik. Di rumah ini orang biasa saling berteriak," kataku yang dijawabnya dengan tawa ringan. Tapi, tetap saja tidak berubah. Dia tetap mendekat kalau mau berbicara padaku.

Sialnya, suami dan anakku menyukainya. Mereka ngobrol tentang pertandingan sepak bola dan badminton yang sama sekali tidak kumengerti. Anakku memang sering menonton pertandingan olahraga dengan suamiku. Mereka pergi ke mana pun ada pertandingan yang mereka anggap seru. Ya, mereka saja. Aku lebih suka di rumah menikmati kesendirian selama mereka pergi. Sekarang, mereka malah janjian untuk nonton bareng pertandingan di TV setiap hari mulai minggu depan.

Aku sudah berusaha memberi kode pada suamiku, tapi dia itu tidak pernah peka dengan kode. Waktu kutendang kakinya, dia malah melotot sambil bilang, "Kenapa, sih? Masa kakinya nggak bisa diam gitu?"

Andro menyingkap taplak meja, melihat kakiku yang berusaha menendang kaki Mas Roni lagi.

Patih malah dengan cerdasnya mengajak Andro main game. Mas Roni membelikan PS yang lengkap dengan asesorisnya saat Patih mendapat ranking pertama di kenaikan kelas kemarin. Bukan khusus buat Patih sebenarnya. Kalau sedang libur, Mas Roni juga senang main PS. Tapi, belakangan dia sudah tidak punya banyak waktu lagi. Patih sering merasa bosan bermain sendiri. PS itu sudah jarang dimainkan. Dia lebih suka bermain game online di gadget.

Setelah makan malam itu, aku berharap bisa segera masuk kamar dan Andro itu pulang. Ternyata, dia malah main PS bersama Patih dan suamiku. Mereka ramai sekali di ruang keluarga lantai dua. Aku ingin sekali menjerit dan menyuruh mereka masuk kamar.

"Sudah. Biar aja," kata suamiku waktu aku menyuruh mereka berhenti main dengan alasan Patih butuh tidur cepat. "Besok Sabtu. Biarin aja Patih sesekali tidur lambat. Nggak sering kan kita kedatangan teman begini? Kamu tidur saja dulu. Nanti aku nyusul."

Tidur? Dengan orang asing nggak jelas akhlaknya di rumahku? Bagaimana kalau dia mengajarkan Patih yang tidak-tidak? Anak itu mudah bergaul. Dalam sekejap dia bisa meng-copy kata-kata atau perilaku temannya.

Dengan kesal, aku turun dan membereskan dapur, hal yang selalu kulakukan kalau sedang banyak pikiran. Dengan bergerak, aku jadi bisa melupakan kekesalanku sendiri. Kuangkat piring-piring ke tempat pencuci piring. Cukup banyak. Aku bisa mencuci pelan-pelan sampai tengah malam.

"Mau kubantu?"

Aku melompat kaget saat dia membisikkan kalimat itu di telingaku.

Kenapa aku tidak mendengarnya turun?

"Kenapa? Kagetan mbaknya. Biar aku aja yang nyuci, Mbak. Kan tadi sudah dikasih makan malam gratis. Mbaknya naik aja. Tidur kalau memang ngantuk," katanya sambil mengusap leherku. Spontan, aku mundur menghindari tangannya.

Good NeighborTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang