"Kami itu sebenarnya malu sama kamu, May. Jadi ibu nggak bisa ditiru sama anak sama sekali. Dari dulu kami benar, kan, seharusnya Patih itu kami atau mertuamu aja yang ngasuh. Kamu cari uang aja yang benar sama suamimu. Mentalmu itu nggak bagus dari dulu. Lihat, anakmu kelakuannya kayak gitu. Mana ada anak normal yang nonton TV diganti-ganti begitu. Dia itu lama-lama nggak waras kalau tinggal sama kamu terus." Papa menunjuk Patih di depan TV. Kami semua juga akhirnya ikut melihat Patih yang sedari tadu bengong di depan TV.
Tidak satu pun dari mereka yang mengerti kalau itu bahasa kegelisahan Patih. Cuma aku, ibunya yang tahu kalau saat ini dia butuh sendirian bersamaku. Dia butuh pelukan dan ketenangan.
"Selingkuh?" Mama berdecak. "Mama sama sekali nggak nyangka kamu semurahan itu, May. Mama nggak pernah ngajarin kamu selingkuh."
Aku melihat Mama dengan cepat setelah Mama mengatakannya. Setengah mati kutahan mulutku untuk tidak membocorkan cerita belasan tahun lalu saat Mama tergila-gila dengan lelaki yang dikenalnya di radio. Mereka berkirim pesan lewat penyiar radio sampai Mama rela datang ke acara radio itu walau harus berbohong pada Papa. Apa itu bukan selingkuh?
Memang, Mama tidak tidur dengan lelaki itu seperti yang kulakukan, tapi bukan berarti Mama sesuci itu dengan mengatakan tidak pernah mengajarkanku selingkuh. Mama lari dari tanggung jawabnya sebagai seorang ibu. Mama juga sering berbohong pada Papa untuk bertemu atau sekadar ngobrol di telepon dengan lelaki itu. Apa ini tidak bisa disebut selingkuh?
Walau aku punya Andro, aku sama sekali tidak pernah mengabaikan Patih. Aku juga menurut saat Patih memintaku pergi dari Andro. Aku masih lebih baik dari Mama.
"Sebagai istri, seharusnya kamu tahu kalau ada harga diri yang harus dijaga, May. Kamu seharusnya tahu kalau suamimu itu sudah sayang banget sama kamu. Bersyukur kamu, bukannya ngelaporin suami ke polisi biar bisa selingkuh. Kalau Papa yang ada di situ, sudah Papa pukul sampai nggak bisa bangun kamu. Bikin malu aja."
"Sudah, Pa. May juga sudah baikan sama Roni. Udahlah. Kita nggak perlu ikut campur terlalu dalam. Eh, iya. Roni mau berapa uangnya?" tanya Mama dengan senyum lebar.
Kadal itu tersenyum bahagia. "Nggak banyak, Ma. Aduh. Aku jadi malu. Cuma buat usaha kecil-kecilan. Siapa tahu bisa nutupi gaji yang bulan ini nggak dibayarkan karena aku nggak masuk terus."
"Roni, kamu itu anak kami. Kamu yang mikul hidupnya May sama Patih. Kamu bisa nerima kekurangajaran May aja sudah senang sekali kami ini. Nggak usah malu. Coba cerita dulu kamu mau usaha apa kira-kira? Apa nggak capek kalau disambil kerja?" ucap Mama dengan suara halus.
Aku berani bertaruh potong tangan, uang itu akan dipakai untuk pelacurnya. Tahi kucing kalau dia punya usaha sampingan. Dia sama sekali tidak punya keinginan atau bakat untuk berbisnis. Yang bisa dia lakukan hanya menghabiskan uang gaji saja.
"Aku mau kencing dulu," kataku cepat-cepat berdiri sebelum muntah mendengar kebohongan suamiku itu.
Aku berusaha menyelamatkan diri dengan meminta izin ke kamar mandi. Aku berbalik ke dapur dan minum air putih sebanyak nungkin dengan gelas besar sampai muntah. Semua isi perutku keluar, termasuk kejengkelan dan kekesalan yang sejak tadi tidak mampu kukeluarkan. Aku terus memuntahkan isi perutku sekalipun sudah tidak ada yang keluar. Akhirnya, aku lemas di kamar mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Good Neighbor
RomanceMay sudah merasa kepindahan Andromeda ke rumah kosong di depan rumahnya akan menjadi masalah. Lelaki tampan itu seperti sengaja menggoda gadis dan ibu-ibu di lingkungan perumahan itu. Bukan hanya latar belakangnya yang misterius, tapi juga misteri...