Aku ternganga mendengar pengakuan Andro. Buat apa dia mengaku begitu sekarang? Buat apa dia mengaku padaku?
"Kamu sakit." Aku nggak bisa menahan diri melihatnya tersenyum saat semua orang panik dan menangis atas kematian Bu Dimas. Masih untuk dia tidak kutampar.
Dia terlihat akan mengatakan sesuatu, tapi aku beranjak dan masuk ke rumah. Dia mengejar, menahan pintuku dengan satu tangan. Satu tangannya lagi memegangku.
"Mbak tahu bercanda nggak, sih? Kenapa sih Mbak marah terus? Memangnya, aku bikin salah apa?"
"Kalau mau nge-prank, bukan di momen kayak gini. Grow up! Kamu bukan anak lagi. Pantas nggak ngomong kayak gitu?"
Dia melepas pegangannya di pintu. Genggamannya di tanganku juga mengendur. "Maaf, Mbak. Aku bercanda. Aku gemas sama peristiwa ini. Seharusnya aku sudah di rumah buat tidur. Eh, malah harus ditanya-tanyai polisi."
"Terserah."
Dia menarik tanganku lagi. "Maafin aku, Mbak."
Kalau bukan karena ucapan Patih yang mengatakan kalau Andro suka sama aku, mungkin aku bisa berbaik hati memaafkan dia. Kalau begini, aku cuma bisa mengangguk dan menutup pintu. Rasanya, aman sekali kalau jauh dari Andro itu. Entah kenapa aku tidak bisa merasa tenang saat dekat dengannya. Tapi lucunya, aku suka melihat kelakuannya dari jauh begini.
Dengan cepat, aku naik ke lantai dua. Dari kamarku, kulihat dia berjalan ke arah rumahnya, menuju kerumunan polisi yang sedang berjaga. Setelah ngobrol lama dengan polisi-polisi itu, dia menoleh ke kamarku. Tidak mungkin salah, dia tersenyum padaku. Lampu jalanan menerangi wajahnya saat dia mengangkat tangan, melambai padaku. Sialnya, beberapa tetangga yang melihatnya ikut melihatku. Aku menarik kepala dari jendela. Ah, masih untung lampu kamar sudah kumatikan tadi. Jangan-jangan setelah ini, giliranku yang menjadi bulan-bulanan warga.
Selama ini aku berhasil menjadi "yang tak terlihat". Aku menjadi silent reader di grup perumahan dan nyaris tidak pernah dianggap ada di dalam kehidupan bermasyarakat yang sebenarnya. Aku menikmati peranku yang seperti ini. Jangan sampai Andro membuatku menjadi pusat perhatian orang kampung.
Dan, seharusnya aku tahu kalau apa pun yang dilakukan Andro pasti menjadi sorotan. Tidak perlu menunggu pagi untuk melihat reaksi masyarakat. Malam itu juga Bu Gaguk meneleponku, menanyakan apa aku punya hubungan istimewa dengan Andro. Dengan semua keberanian yang ada, aku menjawab, "Suami saya akrab sama Andro. Pernah suami saya ngundang Andro makan di rumah terus ternyata akrab sama Patih. Ya sudah. Mungkin Andro merasa punya adik kalau main sama Patih."
"Sama Mbaknya nggak ada apa-apa, kan?"
Ingin sekali kujawab dengan, "Urusannya apa sama kamu, Bangsat!"
Tentu saja aku tidak mungkin mengatakan itu. Jadi kujawab dengan, "Nggak ada, Bu. Lagian, saya tahu diri. Mana mungkin Andro suka sama saya yang kayak gini. Suami saya aja sering malas tidur di kamar. Maunya ngeloni TV."
KAMU SEDANG MEMBACA
Good Neighbor
RomanceMay sudah merasa kepindahan Andromeda ke rumah kosong di depan rumahnya akan menjadi masalah. Lelaki tampan itu seperti sengaja menggoda gadis dan ibu-ibu di lingkungan perumahan itu. Bukan hanya latar belakangnya yang misterius, tapi juga misteri...