Before it Twisted

6.6K 1.1K 112
                                    

Patih antusias sekali membaca rencana yang akan kulakukan dengan Andro

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Patih antusias sekali membaca rencana yang akan kulakukan dengan Andro. Agar Mas Roni tidak mengetahui pembicaraan kami, aku menuliskan di kertas saat kami belajar bersama. Setelah membacanya, Patih mencoret kertas itu dengan spidol sampai semua tulisanku tidak terbaca. Pada kertas lain, dia menulis: Semoga Allah memberkahi jalan kita, Ma.

Senyumku hilang.

Tuhan tidak ada sangkut pautnya dengan ini. Jika Tuhan memang memiliki andil, tentu sekarang kami akan digagalkan. Tuhan mana pun tidak akan mau merestui istri yang lari dengan selingkuhannya.

"Kenapa, Ma?" tanya Patih sambil memegang tanganku.

Aku menggeleng dan menulis: Apa Tuhan bakal suka yang kita lakukan?

Patih menulis lagi: Aku tanya sama Ustadz Tundra, ya?

Sebenarnya, aku yakin kalau Tuhan tidak akan suka. Hatiku mengatakan begitu. Namun, kalau kupikir-pikir, tidak adil rasanya kalau Tuhan melarang kami pergi. Aku sudah sangat tersiksa di sini. Sejak pulang dari resto tadi saja Mas Roni tidak berhenti menelepon pelacurnya. Dia sama sekali tidak peduli pada perasaanku. Malah Andro yang mengirimkan pesan berisi permintaan maaf karena harus melihatnya bersama Sienna. Bagaimana caranya aku bisa mempertahankan hubungannya dengannya?

"Iya," kataku pada Patih. "Pergi aja. Tanyakan yang benar, ya."

"Mama takut berdosa?"

Aku mengangguk jujur.

Dia tersenyum. "Berarti sebenarnya Mama masih percaya dan takut sama Allah. Cuma, Mama merasa nggak mau karena Mama masih--"

"Apa?"

Mas Roni sudah berkacak pinggang di depan kami. Untung saja Patih sudah membereskan kertas-kertas yang tadi kami tulisi pesan. Suaranya yang merendahkan membuat jantungku berdetak lebih cepat. Nyaliku ciut seketika. Kutarik Patih agar duduk lebih rapat padaku.

"Kamu dakwah apa lagi, hah? Kecil-kecil sok dakwahi orang tua. Sok ngajari orang tua kamu!"

Patih menunduk saja. "Maaf, Pa. Cuma mau ngulang pelajaran agama aja."

Kuangkat buku agama Patih. "Ini, Mas. Kami cuma tanya jawab ini aja. Patih sebentar lagi ujian kelulusan. Biar sudah ujian, tetap harus belajar biar nggak lupa. Standar kelulusan sekarang tinggi, Mas."

Mas Roni kalah suara dan terlalu bodoh. Dia pergi ke kamar saja, mempercayai semua alasan yang kami buat. Begitu dia menutup pintu, aku dan Patih mengembuskan napas panjang. Lega.

"Pokoknya aku mau cepat-cepat pergi dari sini," kata Patih dengan suara pelan. "Tempat ini sudah bukan rumah lagi. Ini penjara."

Kuangkat telapak tangan agar kami bisa adu tos, tanda persetujuanku.

Namun, momen yang kami tunggu saat Mas Roni pergi memancing pun tidak jadi. Hujan turun dengan lebat, memberikan harapan tinggi pada banjir menggenang banyak jalan di menuju lokasi pemancingan. Mas Roni mengembuskan napas kecewa, lalu kembali ke kamar untuk menelepon pelacurnya lagi. Aku dan Patih duduk di depan jendela, meratapi hujan yang menggagalkan semua rencana.

Good NeighborTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang