Cokelat Valentine

2K 131 3
                                    

Sejak itu Dika dan Budi jadi berteman dekat, hampir setiap hari Dika main ke rumah Budi, kedekatan mereka sudah hampir seperti saudara kandung. Sudah sebulan berlalu, Budi belum masuk sekolah, luka jahitan dibetisnya sudah sembuh namun tangan kirinya yang patah masih dalam proses penutupan. Kata dukun tulang patahnya seminggu lagi baru sembuh total. Siang itu Dika bersiap-siap main ke rumah Budi, namun Dinda tiba-tiba mengganggunya.

"Bang Dika, Dinda titip ini ya? Berikan sama bang Budi, inikan hari Valentine" Dinda menyorongkan cokelat yang dihias pita dan kartu ucapan selamat pada  abangnya itu.

"Ya ampun Din, kamu masih bocah, belum pantas buat naksir-naksiran! Hari valentine? Sok kota lu padahal ndeso" sungut Dika, namun otaknya cepat berputar, kenapa dia gak kepikiran melakukan hal yang sama. Tapi dia lagi bokek habis.

"Habisnya, bang Budi banyak lho yang suka? Ntar kalau gak pdkt  Dinda keduluan yang lain"
Ucapan Dinda itu membuat Dika jadi getir juga.

"Budi banyak yang naksir? Sialan terus aku gimana?" keluh Dika dalam hati.

Dengan cepat disambarnya coklat Dinda. Lalu dinyalakannya motor dan tancap gas ke rumah Budi. Tanpa sepengetahuan Dinda, Dika singgah sebentar ke rumah Turi, meminjam pena dan secarik kertas berwarna. Lalu kembali menuju ke rumah Budi. Namun ditengah jalan dia berhenti sejenak, di keluarkannya coklat Dinda , di tariknya kartu ucapan Valentine Dinda lalu di sobek-sobeknya dan dicampakkan ke semak. Sebagai gantinya kini Dika menulis namanya di kertas warna, dia ingin menulis kata-kata mutiara, namun tak tau harus buat ucapan apa.

"Njirr nulis kata-kata indah aja susahnya melebihi PR Matematika" namun akhirnya dia hanya menuliskan satu kalimat pendek
"Be my friend forever".

Dika cengar-cengir sedikit. Sambil pandangin coklat itu,
" Hmmm oke juga nih! Serasa jadi Brad Pitt gue pake bahasa bule"
*

Sampai di rumah Budi, Dika bergegas menemui temannya yang ada di halaman samping, tengah duduk di bawah pohon jambu air di atas kursi dari bambu, suasana sepi.
"Hei Dika" Panggil Budi begitu melihat kedatangan Dika.

"Hai bro, wah rumahmu sepi ya?" sahut Dika.

"Iya emak dan ayah rewang ke pestaan di kampung sebelah" jawab Budi.

Budi sebenarnya punya abang 3, dan satu kakak perempuan, ia anak bungsu,  satu abangnya kuliah di kota, sisanya sudah menikah.

Berulang kali Budi mendongak keatas pohon jambu air  yang berbuah merah.
Dika sekali lihat langsung saja mengerti, ditanggalkannya kaos lengan panjangnya, dengan bertelanjang dada dipanjatnya pohon itu, gesit sekali dipetiknya beberapa tangkai jambu air yang matang.

"Hati-hati Dik, jangan tinggi-tinggi kali ntar jatuh" ucap Budi cemas.

"Sippp, tenang saja, memanjat itu hobi dan kesukaanku" menyahuti Dika.

Budi tertawa mendengarnya, baru kali ini ada manusia punya hobi memanjat.

"Kenapa ketawa?" tanya Dika heran.

"Setahuku yang suka memanjat itu cuma ..." ucapan Budi terhenti karena Dika menceletuk.

"Cuma monyet kan?" Dika nyengir cuek. Kira-kira lima belas menit dia telah turun dengan membawa dua renteng jambu air yang matang. Keduanya duduk bersebelahan sambil menikmati jambu itu. Dika duduk sambil merangkul bahu Budi. Tangan Budi yang patah masih digantungkan ke leher melalui sebuah kain.
"Gimana tanganmu?" tanya Dika.

"Udah mulai bisa dilepas gendongannya, cuma masih lemas dan kaku, sedikit ngilu"

"Kamu jangan lasak dulu, biar cepat sembuh, masa kamu tega melihat aku duduk sendirian terus di kelas" kata Dika.

Budi tersenyum mendengarnya.

"Hmmmm Bud, kau tau ini hari apa?"

"Hari Rabu kan?"

"Eh maksudku tanggal nya dan makna peringatannya" jelas Dika.

"14 februari, kata orang-orang gaul ini hari valentine, hari kasih sayang" ucap Budi sambil menggigit jambu.

Saat itu cepat sekali Dika mengeluarkan cokelat dari kantung jaketnya, dan diletakkan dipangkuan Budi.
"Untukmu Bud"

"Cokelat? Hei kau merayakan valentine denganku, gak lucu tau, aku bukan pacarmu" ucap Budi.

"Hmmmm sayang itu bukan harus dengan pacar, dengan keluarga bisa dan dengan sahabat juga bisa, dan bagiku kau sahabat istimewaku, apa salah jika aku memberi cokelat itu padamu?" ucap Dika berargumen.

Budi tersenyum mendengarnya, entah mengapa wajahnya terasa memerah malu.

"Bud, aku harap persahabatan kita akan semanis cokelat sepanjang masa" ucap Dika sambil mengelus bahu Budi.
Budi merasa tersanjung.

"Ternyata benar kata teman-teman, sebenarnya kau orang yang baik dan setia kawan" ucap Budi.

"Lah, baru nyadar? Selain baik, aku ini juga ganteng, kuat dan dapat diandalkan, apalagi kalau jadi tukang pukul" ucap Dika pula, lalu keduanya tertawa.

"Aku makan ya cokelatnya" Budi cepat membuka bungkus coklat itu. Dika tersenyum senang melihatnya, namun tiba-tiba saja tangan kanan Budi menyuapkan sebongkah cokelat ke mulut Dika. Dika rasakan sejuta bahagia disana. Cepat dibukanya mulutnya.

"Kau teman paling baik pertama bagiku, kuharap kita bisa jadi teman selamanya, kau tau Dik? Coklat ini manis, namun lebih manis lagi dirimu dihatiku" ucapan Budi itu, membuat Dika serasa terbang, lalu cepat sekali dipeluknya Budi dan cupp...

Secara singkat diciumnya kening sahabatnya itu. Budi terkesiap, awalnya terasa janggal, namun sungguh hangat pelukan dan lembut ciuman itu telah menggugah dan menghanyutkan perasaan.

"Thanks Dinda, cokelatmu pasti ada peletnya, nih Budi klepek-klepek ku peluk" Dika mengekeh dalam hati.
***

Cintaku Jauh Di Kampung (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang