Part ini sengaja di post malam, karena sedikit binal. Astaga otak mesumku telah menyimpangkan niatku. Seharusnya cerita ini hanya fokus pada sisi romance tapi nyatanya malah nyasar ke xxx.
***"Haus" Terdengar suara Budi merintih di pagi itu.
Bik Inah tengah ke pasar, Maman dan Aris telah pula mandi ke sungai. Hanya Dika yang ada di rumah itu menjaga Budi, begitu mendengar erangan kehausan itu, dengan cepat Dika menyodorkan teh hangat ke bibir temannya itu. Sedikit terbatuk-batuk Budi menyerupit teh. Rongga dada dan perutnya mulai menghangat, wajahnya masih pucat.
"Kau pasti lapar, aku buatin roti selai ya" Budi ingin menggeleng namun Dika telah lebig dahulu tergopoh ke dapur mengambil beberapa roti selai blueberry. Budi hanya sanggup menghabiskan sepotong, krtika roti itu akan disuapkan Dika kembali Budi mencegah dan memegang lengannya.
"Dika, maaf!" Ucap Budi dengan suara bergetar. Lalu suasana hening.
Dika pejamkan matanya, dibenaknya terbayang kembali adegan Budi menggagahi Wati. Semua itu sungguh menyakitkan hatinya, namun di sisi lain dia begitu mencintai Budi.
"Jangan bahas itu dulu" Ucap Dika akhirnya.
"Aku takut Dik, semua terasa begitu gelap dan membuatku lupa diri, yang ku tau dan ingat dulu hanya Wati, si janda gatel itu. Tiap melihatnya aku merasa berdebar dan bergairah, padahal aku sama sekali tidak pernah mencintainya" Jelas Budi lagi.
"Semua karena kau telah diguna-guna olehnya" Tanggap Dika.
"Apa?" Budi melengak kavet.
Dika pun menceritakan semuanya, bahkan ketika dia menceritakan bahwa Budi telah ngentoti Wati, Dika tak kuasa menahan air matanya. Dika menangis kecewa.
Budi menggigit bibirnya tak tega melihat Dika yang tampak selalu tegar itu menangis.
"Dika, aku minta maaf"
"Ah kau tak perlu minta maaf, kau tak salah. Toh aku kan cuma orang lain, dan kau juga sudah tak mencintaiku lagi. Jadi kenapa aku harus marah kalau kau sudah gituan" Ucap Dika sambil tersenyum pahit, matanya menatap hampa keluar jendela.
Budi merasa terpojok dengan kata-kata Dika itu, jujur dia ingin mengatakan pada Dika bahwa sebenarnya pun dia masih mencintai pemuda itu. Tapi bayang-bayang Permadi terus melintas di kepalanya.
Suara ranjang berderit, Dika menoleh, tampak Budi sempoyongan berusaha berdiri.
"Kau mau kemana?" Tanya Dika sambil cepat memegangi Budi agar tidak jatuh.
"Tubuhku gatal dan kotor, aku mau mandi" ucap Budi.Dika menuntun Budi ke kamar mandi, udara pagi yang masih cukup dingin, apalagi Budi yang baru saja pulih tampak menggigil ketika menyentuh air.
Dika ingat air godokan yang masih panas yang direbusnya ketika Budi tidur. Dika cepat memgambilnya dan menuangkan air panas itu ke dalam ember besar lalu mencampurnya dengan air dingin hingga hangat. Begitu Dika berbalik satu sosok bagus tanpa pakaian telah berdiri di belakangnya. Dika merasa desiran darahnya bergejolak, Budi berdiri telanjang di hadapannya. Mata Dika memandang tubuh itu dari atas ke bawah, apalagi ketika melihat kejantanan Budi yang berbulu lebat dan berkuli gelap. Matanya nanar berkunang-kunang. Bersusah payah Dika mengatur gejolak darahnya.
"Budi, silahkan mandi air hangat" Dika ingin bergegas keluar namun Budi malah menahan tangannya.
"Dika, aku minta maaf, aku menyesal, andai saja aku mendengar peringatanmu , mungkin semua ini tak akan terjadi" Ucap Budi lalu tertunduk. Dika menarik nafas panjang.
"Jujur Bud, aku sakit, aku kecewa, aku marah, pokoknya sejuta emosiku, apalagi ketika ku terbayang kau sudah tidur dengan Wati" Ucap Dika dengan mata memanas. Bayang-bayang persetubuhan temannya itu kembali menghancurkan hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cintaku Jauh Di Kampung (Selesai)
أدب المراهقينDika dan Budi, dua musuh bebuyutan di masa SMP tak disangka menyimpan rahasia perasaan yang sama, namun konflik sepele khas anak ABG plus kejaiman dan ego masing-masing membuat mereka mengabaikan suara hati. Namun semua rasa itu kembali mengusik ket...