Mbah Dukun

1.7K 88 3
                                    

Malam itu begitu sepi sekali, dengan motor matiknya Wati dengan membonceng seorang temannya yang waria memasuki jalan kecil di tepi hutan batas desa. Suasana yang seram dan gelap itu tak menyurutkan hatinya. Entah apa rencananya hanya Wati dan temannya itu yang tahu.

"Aduh pelan-pelan cyinnn, jangan nabrak-nabrak batu dong, kasian pantat eyke ntar gak bahenol lagi" ucap si waria yang bernama asli Jaka Suhendra itu, namun mengingat profesinya nama itu diubahnya menjadi Jessy.

"Iya-iya, tapi kau yakinkan mbah itu memang ajib, ampuh dan sakti?"

"Ih, yey kagak usah khawatir deh, pokoknya mbah itu oke punya, bayangin aja si Hendro duda kaya kampung sebelah aja sampai klepek-klepek di kaki eyke, semua berkat jampi-jampi dari mbah itu" jelas Jessy.

Keduanya lalu diam, sedangkan suasana semakin seram, terdengar suara gonggongan anjing hutan.

"Ih kok serem ya? Eyke jadi merinding" ucap Jessy.

Wati sendiri meski takut bulatkan tekatnya. Kira-kira setengah jam kemudian mereka tiba di bagian hutan yang jarang di datangi penduduk. Disana tampak rumah kayu angker berdiri. Penghuninya Mbah Darso, dukun ampuh yang dipercayai memliki ilmu pengasihan yang hebat.

Wati dan Jessy turun dari motor matic itu, lalu melangkah ke depan rumah.

"Kulon nuwun, mbah? Ini eyke Jessy? Mbah ada di dalam kan?" sapa Jessy di depan pintu.

"Krekkkk" pintu terbuka, seorang anak remaja laki-laki yang tak lain cucu Mbah Darso membukakan pintu.
Bau kemenyan tercium santar.

"Aduh lagi-lagi disambut brondi, eyke seneng deh" Jessy menjawil dagu si remaja itu. Remaja 14 tahun itu tampak jengah.

"Mbah ada di ruangannya, silahkan ke sana, aku mau tidur, jangan berisik ya" remaja itu cepat kabur, takut dijamah-jamah sama Jessy. Sebelum si brondong lenyap Jessy sempatkan meruncingkan bibirnya memberikan ciuman jarak jauh.

"Sono datangin Mbah Darso, eyke nunggu di sini aja"

"Jangan gitu dong? Temenin, aku takut nih" jawab Wati.

"Okey deh, tapi yey mesti ingat perjanjian kita, kalau tuh lekong udah yey dapatkan, eyke harus dapat bagian buat emut-emut pedangnya" Jessy terkikik mesum lalu dibawanya Wati ke ruang Mbah Darso.

Sampai di dalam ruangan yang santar bau kemenyan dan pendupaan itu, Mbah Darso yang berperawakan tua itu langsung menanyakan maksud Kiran.

"Mbah, aku lagi naksir dengan seorang pemuda, aku sudah berusaha buat dapetin dia, tapi dia dingin dan terang-terangan menolak cintaku, aku mau dengan bantuan Mbah pemuda itu balik mengejar-ngejar dan mengemis cintaku" Wati langsung mengutarakan maksudnya.

"Hohoho kalau itu kecil, mbah sudah biasa menangani yang seperti itu, buktinya temanmu si bencong itu" ucap Mbah Darso sambil menyungging pada Jessy.

"Hello mbah, jangan panggil eyke bencong, tapi panggil eyke Jessy" Jessy merengut sambil mengipas-ngipaskan telapak tangannya ke rambutnya.

Mbah Darso cuma tersenyum mengejek. Lalu kembali kepada Wati.

"Pemuda itu pasti tampan, ada kau bawa fotonya?" tanya Mbah Darso.

Wati cepat mengeluarkan sebuah potret dari tas mungilnya, foto Budi yang diambilnya diam-diam ketika ada acara hajatan di kampung.

"Hohoho pantes saja kau cinta mati padanya, Mbah akan bantu tapi kau harus penuhi syarat-syaratnya"

"Syaratnya apa?"

"Nanti kau harus datang lagi kemari, bawa celana dalammu dan celana dalam pemuda itu, sebutir telur ayam kampung hitam, lalu dua buah jarum peniti, kembang 7 warna, minyak duyung,  minyak wangi seribu bunga, dan sepotong kain kapan untuk membungkus benda-benda itu, oh iya pastinya jangan lupa uang maharnya"
Mbah Darso pun menyebutkan syarat-syaratnya.

Cintaku Jauh Di Kampung (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang