Sarung Berdua

477 26 1
                                    

"Tok tok tok" Dika mengetuk pintu kamar Budi.

"Siapa?" Suara Budi menyahut dari dalam.

"Aku Bud" jawab Dika.

Budi yang mengenal suara Dika segera bangkit dari ranjang untuk membukakan pintu.

Kreek, liang kamar itu terkuak lebar, satu sosok pria berambut sebahu dengan wajah imut namun jantan berdiri di sana. Dika, wajahnya memang tak banyak berubah, kalau kata orang mungkin dia ini tipe-tipe awet muda. Jika memperhatikan wajahnya Dika ini sosoknya mirip dengan Leonardo Di Caprio di film Titanic, tengil nya ada namun tetap punya daya tarik yang tak terbantahkan, sikap cueknya terkadang malah semakin menambah kharisma yang membuat penasaran.

Seperti itulah yang dulu dirasakan Budi ketika merasakan cinta pertamanya kepada Dika tatkala duduk di bangku SMP. Meski Dika adalah anak pembully nomor satu dirinya, namun semakin dijahati malah membuatnya semakin cinta.

Budi tersenyum melihat Dika yang berdiri salah tingkah di depan pintu.
"Masuk Dik"

"Aku tak bisa tidur" ucap Dika sembari berjalan memasuki kamar. Keduanya kini duduk diatas ranjang.

"Boleh aku merokok disini?" Tanya Dika.

Budi mengangguk, biasanya dia tak suka kamarnya dikotori asap rokok apalagi abunya, namun terhadap Dika ada pengecualian istimewa.

Dika menyalakan rokoknya dan segera menghisapnya dalam-dalam, sepasang matanya melirik pada Budi yang saat itu hanya mengenakan sebuah sarung dan bertelanjang dada.

Harus Dika akui, Budi sekarang itu berbeda seperti dulu. Waktu SMP Budi itu kurus dan cenderung loyo, hal yang membuat Dika terpancing untuk mengatai Budi sebagai banci, namun sekarang siapa sangka pria loyo dan cengeng itu telah menjadi pria kampung yang gagah, berotot dada bidang dengan perut membiaskan garis-garis sixpack yang tipis, wajahnya sedap dipandang dengan senyum yang mendebarkan, ditambah lagi tutur sapanya yang sopan dibungkus dengan nada bicara yang bikin adem. Pantas saja banyak diprebutkan orang, mulai dari wanita hingga pria, dari yang perjaka sampai janda. Bahkan dari bangsa hantu seperti Permadi.

"Bud" ucap Dika pendek.

"Iya" shut Budi dengan berdebar, entah mengapa malam ini tatapan mata padanya seakan berbeda. Tatapan yang dalam seolah punya indera untuk merasa.

"Kau ganteng malam ini" pujian singkat itu tiba-tiba meluncur begitu saja dari bibir Dika.

Jiwa raga Budi seketika meremang nikmat, seolah-olah terkena biasan cahaya ultra bahagia. Sukmanya seolah melayang ke nirwana. Seketika hatinya klepek-klepek.

"Bud, aku masih cinta padamu, terserah kau mau menerimanya atau tidak. Mungkin aku bodoh dan tolol dalam hal mengungkapkan perasaan, tapi kali ini aku benar-benar bersumpah bahwa aku benar-benar mencintaimu" ucap Dika sungguh-sungguh.

Budi rasakan lidahnya Kelu kehabisan kata-kata, dia baru saja ditembak cuy. Oleh cinta monyet yang telah menjelma menjadi cinta sejati.

"Ingin mencobanya denganku?" Tanya Dika pula sembari menjentikkan abu rokoknya, asap menyembur sedangkan abu rokok itu jatuh mengotori lantai kamar.

Andai yang melakukan hal itu orang lain tentu saja Budi akan memarahinya habis-habisan.

"Mencoba? Mencoba apa?" Tanya Budi deg-degan.

"Mencoba pacaran denganku" ucap Dika dengan entengnya.

Sepasang mata Budi membeliak seketika.
"Pacaran kau bilang cuma coba-coba?" Protes Budi.

"Emangnya kalau aku seriusin kau mau?" Tanya Dika pula.

Deggg, jantung Budi seakan copot mendengarnya. Dadanya berdebar hebat. Bara cinta pada Dika yang selama ini dipendamnya kini kembali menyala dan siap tersulut menjadi api yang siap membakar darahnya.

Cintaku Jauh Di Kampung (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang