Gairah Arwah

435 27 2
                                    

"Cucu kurang ajar!" Geram Ki Darso bukan main.

"Cucu durhaka" geramnya lagi, namun kali ini bukan hanya sekedar umpatan kata-kata, melainkan disertai berkiblatnya lecutan seutas tali, cambuk.

Tarrr. Cambuk itu menghantam telak di tubuh remaja itu.

"Arggh" anak itu menggelinjang sesaat kulit tubuhnya di bagian tulang rusuk lecet panjang kemerahan, titik-titik darah menyeruak.

"Ampun kek" ucap anak itu pilu, dia adalah Putra.

"Kan sudah kakek bilang, jangan keluar wilayah kita! Bahkan kau lancang menyelamatkan anak yang seharusnya jadi sesembahan buat Ikan Dunggalapati peliharaan ku, tak hanya itu kau telah melukai seorang demit peliharaan ku"

"Tapi kek, kasihan anak itu!" Ucap Putra tak setuju.

"Plakkk" si kakek menampar Putra, bahkan disusul dengan tiga kali cambukan, Putra menjerit pilu, tubuhnya ambruk tak sadarkan diri pingsan.

Putra kini terpasung di dalam sebuah goa, tubuhnya terikat di sebuah tiang kayu di dalam goa. Goa yang aneh, meski sudah lama Putra tinggal di hutan, baru kali ini dia tahu ada goa di sana, goa itu letaknya di kaki bukit, tak seberapa jauh dari gubuk kediaman mereka, selama ini mulut goa tertutup rerumputan yang rapat diantara pepohonan.

"Cucu jahanam!" Ki Darso meludah sekali lagi.

"Kau sama saja seperti ayah ibumu! Sekali lagi kau mengganggu ritualku, maka aku tak segan-segan menjadikanmu tumbal sesembahan seperti ayah ibumu dulu!" Sungguh mengejutkan ucapan Ki Darso barusan, itu artinya kedua orang tua Putra sebelumnya meninggal bukan karena diterkam harimau dan karena melahirkan, melainkan karena ditumbalkan.

Andai saja Putra mendengar ucapan kakeknya barusan tak terbayangkan betapa hancur dan terpukulnya hati remaja itu.

Ki Darso bersiap ingin meninggalkan goa itu, dia akan menghukum Putra selama satu Minggu di sana, namun baru saja dia melangkah tiba-tiba saja  dari depan mulut goa terdengar suara  menggembor mengerikan, tak berapa lama empat dedemit ijo masuk sembari membawa satu makhluk aneh, wujudnya samar-samar, namun menyerupai manusia. Kalau diperhatikan lebih seksama sosok itu memiliki sinar aura kebiruan.

"Ki kami datang membawanya" ucap seorang Demit hijau itu.

"Siapa?" Tanya Ki Darso sembari memandang ke sosok samar itu.

"Dia pemuda kota itu Ki" jawab satu dari empat Dedemit hijau.

Ki Darso memandangi sosok samar itu dnegan tajam dan takjub.
"Luar biasa, dia punya aura ghaib yang kuat. Cocok jadi sukma pasunganku. Sukma ini akan ku persembahkan buat sesaji Ikan Dunggalapati. Aku akan hidup abadi selamanya" Ki Darso tertawa mengekeh.

"Ikat dia di sana!" Perintah Ki Darso sembari menunjuk ke tiang di hadapan Putra.

Karena yang diikat sesosok Sukma, maka Ki Darso menggunakan ilmu ghaibnya untuk memperkuat tali tali yang digunakan mengikat.

"Siapa kalian? Lepaskan aku!" Ucap Dika sembari meronta.

"Diam!" Ucap Ki Darso.

"Untuk saat ini aku belum bisa berbuat apa-apa padamu! Aku harus menunggu sampai waktunya tiba" lalu Ki Darso melangkah keluar goa sembari tertawa angker.

"Kakek tua! Lepaskan aku!" Teriak Dika lagi.

"Hai hantu! Kalau kau bisa lepaskanlah sendiri!" Ucap Ki Darso.

"Aku bukan hantu, anjing!" Maki Dika.

"Ya kau sudah separuh hantu. Ragamu sedang di pinjam roh penasaran yang ingin bercinta" ucapan itu masih sempat didengar oleh Dika meski Ki Darso sudah diluar goa.

Cintaku Jauh Di Kampung (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang