Mimpi Monyet

2.5K 146 0
                                    

Udara pagi begitu beku, Bik Inah tak datang, karena cucunya Maman yang masih kelas satu SMP di bawa kerumah sakit, karena terkena tipes. Pagi-pagi sebelum azan Budi bangun dan sudah menggodok air. Lalu mulai membersihkan wajah bersiap sholat subuh, sebelum solat dia mengintip kamar tamu, tampak tiga orang terbaring nyenyak, dua wajah kembar lalu Dika yang tertidur lasak dengan kaki mengangkang, terdengar suara halusnya mendengkur, Budi ingin mengajak mereka solat bersama namun, melihat kenyenyakan mereka dan takut dianggap menyindir tamunya, dia akhirnya urungkan niat.
"Besok saja ku coba" ucapnya dalam hati.
***

Sinar matahari baru saja muncul. Ketiga pemuda itu mandi bersama di sumur sambil berkelakar

"Ah kita ini malu-maluin, bisa-bisanya kesiangan, apa pikir Mas Budi nanti coba? Pasti dia mikir kita ini pemalas" celetuk Arif sambil menggosokkan sabun ke pantatnya.
"Iya ya, mana gak sholat pula, aduh malunya" Aris lain lagi menyahuti, sementara tangannya sibuk menyabuni bulu-bulu kelaminnya.

"Eh Ris, mau ngapain? Kira-kira dong? Coli didepan teman?" Goda Dika.
"Anjir lu" Ucap Aris kesal, dilemparkannya tutup pasta gigi dan tepat mengenai biji kelamin Dika.

"Ampun, anjing, sakit bujang, rusak masa depanku nanti" Dika langsung meronta tertatih sambil menekap kelaminnya.

"Husss jangan keras-keras, nanti didengar Mas Budi, sopanlah sedikit kalau ngomong" tegur Arif yang memang lebih terkontrol bicaranya dari kedua temannya itu.

Ketiganya selesai mandi dan berpakaian, mereka langsung menuju teras, ternyata di sana telah menanti Budi bersama nasi goreng dan kopi. Aromanya benar-benar menggugah selera.

"Aduh mas baik sekali? Jadi gak enak nih, udah kesiangan eh dibuatin sarapan lagi" ucap Arif.

"Gak apa-apa Rif, bagiku tamu itu  titipan Tuhan, harus dimuliakan" jawab Budi, lalu mempersilahkan ketiga teman barunya sarapan.

"Pelan-pelan Ris? Entar keselek" Arif mengingatkan Adik kembarnya itu yang memang sama berantakannya dengan Dika.

"Lapar amat aku Rif" Aris berujar tanpa mengurangi beban kunyahannya.

"Huh badanmu cungkring tapi makanmu sebakul" cecar Dika pula, sementara Budi tersenyum saja mendengar ketiga temannya itu.

"Mas Budi, disini ada agen togel gak?" Tanya Aris pula.

"Togel? Gak ada tuh?" ucap Budi heran.

"Tadi malam aku mimpi lihat dua ekor monyet kepeleset masuk kolam ikan, siapa tau itu pertanda baik kalau main togel" jawaban polos Aris itu, membuat Dika terbatuk-batuk.

"Sialan, apa dia ngelihat aku dan Budi kejebur kolam?" Batin Dika, sedangkan Budi tampak wajahnya berubah jengah.

"Eh, suer lho mas, aku gak bohong, anehnya dua ekor monyetnya gitu naik dari kolam langsung masuk ke rumah mas, dan lebih aneh lagi monyetnya bugil, semua bulunya hilang tinggal kulit doang" cerita Aris lagi.

Kali ini gantian Budi yang keselek hingga terbatuk-batuk.

"sialan si Aris ini, enak aja aku disamakan seperti monyet!"  maki Dika dalam hati.

"Aris, mulutmu itu kalau ngomong sopan, mimpi apaan tuh begitu?" Arif kali ini yang bicara, ketika dilihatnya mulut Aris akan bicara lagi cepat-cepat ditutupnya mulut adik kembarnya itu dengan tangannya.
***

Selesai sarapan, Budi ingin melihat sawahnya, Dika dan si kembar memutuskan ikut.
Di sawah yang padinya menghijau itu tampak beberapa petani menyemprotkan pembasmi hama. Budi menemani petani-petani itu sambil mengobrol sedang Dika dan ketiga temannya berkeliling-keliling sawah.
Mereka bertiga mengikuti alur sungai yang dimanfaatkan sebagai sumber irigasi. Saat itulah Dika melihat pohon yang ada di foto Budi tadi malam di seberang sungai, dengan cekatan dia melintasi jembatan dari batang kelapa itu, sedangkan Arif dan Aris sibuk berfoto-foto di sungai berair jernih itu.
Dika sampai dipohon itu, diusap-usapnya pohon itu.

"Memang cocok jadi spot foto, tanahnya sedikit membukit, sekelilingnya hanya rumput, cuma ini satu-satunya pohon disini" saat itulah dia melihat ada satu goresan di kulit pohon. Sebuah tulisan yang diukir menggunakan benda tajam.

"B&M didalam lukisan hati?" Dika mengernyit keningnya.

"B? Budi lalu M? Siapa? Permadi? Hmmm bisa jadi panggilannya Madi?" Tanya Dika dalam hati, matanya memandang jauh ke tengah sawah dimana di lihatnya Budi ikut menabur pupuk.

"Rasanya tidak mungkin? Tapi jika iya? Bagaimana dengan diriku?"
Dika duduk di bawah pohon itu, angin bertiup sepoi, dicabutnya satu bunga tanaman liar dan dimainkannya dijari-jarinya, sedangkan mata terus menatap Budi yang masih membaur dengan petani upahannya.
***

Cintaku Jauh Di Kampung (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang