Hantu

1.4K 93 0
                                    

Dika berlari kencang menuju belakang rumah Budi yang banyak ditumbuhi pohon sayur, tentu saja dia berulang kali jatuh karena tersandung sesuatu, suasana yang gelap hanya diterangi bulan tak cukup menerangi matanya. Apalagi dia tak tau kondisi jalan yang dilaluinya. Hanya sekejap saja Budi sudah dapat menyusul dan menggelung pinggangnya.

"Dika maafkan aku!" Ucap Budi sambil terus memeluk perut Dika.

"Lepasin! Lepasin aku manusia najis" Ucap Dika.

"Gak akan ku lepaskan sebelum kau mau mendengar penjelasanku"

"Penjelasan apa? penjelasan kalau begitu nikmat ngentot dengan janda itu, gimana enak kan memeknya?" Sindir Dika sadis.

"Dika! Aku tak serendah itu!" Ucap Budi terkesiap.

"Tapi buktinya kau memang rendahan, puas kau? kembali sana ke jandamu, teruskan ngentot nya, aku mau pergi, dan tak akan mengusikmu lagi" Dika sekali menepis pelukan Budi pun lepas dan bersiap ingin berlari, namun Budi kembali menariknya dengan keras dan langsung membuatnya limbung kepelukan Budi.
"Lepas Budi! Lepas... aku benci kamu aku..."
Cupppppp kata-kata itu lenyap
Budi telah mengecup bibirnya. Lama dan penuh gairah. Dika ingin berontak namun entah mengapa hatinya mendadak tak kuasa menolak.

"Aku cinta padamu Dika, aku masih cinta padamu" Ucap Budi terengah-engah begitu melepaskan ciumannya.

Dika terpana memdengarnya. Emosinya sedikit mereda walau hatinya masih terasa begitu sesak menyempit.

"mengapa Bud? Mengapa kau menyakiti hatiku?" Tanya Dika dengan tatapan menghujam namun penuh kegetiran. Sepasang mata sedikit sipit itu kembali berlinang air mata.

Budi meringkuk berjongkok sambil meramas rambutnya, tubuhnya yang telanjang seolah tak merasakan dinginnya udara malam yang mencucuk tulang, semua karena pengaruh suasana hati dan pikirannya yang riwet.
"Aku tak tau Dika, aku..aku tak tau mengapa tiap melihat Wati di otakku hanya ada dia dia dan dia, rasanya kalau tak melihat dia aku seperti mau mati"

"Tolong jujur Bud apa kau mencintainya?" Tanya Dika dengan suara bergetar.

"Aku tak tau, aku tak bisa melupakannya, ah kepala ku pusing. Aku ingin bertemu Wati. Wati kekasihku" Teriak Budi sambil melompat bangkit dan berlari menuju rumahnya. Otaknya kembali terpengaruhi oleh mantera Wati.

Dika kembali merasakan hatinya terbelah sembari menggigit bibir dia melangkah pelan mengikuti Budi. Tiba-tiba saja ada siuran angin yang membuat tengkuk Dika dingin merinding. Dika berhenti sesaat untuk mengusap tengkuk dan bulu roma nya yang berdiri.

"Perasaanku jadi tak enak" Ucap Dika sendiri. Sementara itu terdengar dikejauhan suara anjing menggonggong dan ayam berkokok sahut menyahut. Dika mencium bau wangi yang aneh. Matanya cepat beredar mencari sumber wangi itu. Dan saat itulah dia melihatnya. Sekonyong-konyong dari balik pohon pisang Dika melihat sosok bayangan pria berpakaian serba putih berjalan, ah tidak berjalan lebih tepatnya melayang seperti ditiup angin menuju rumpun bambu di samping sumur di belakang rumah Budi. Sosok itu tiba-tiba tepat berhenti di jalan menuju sumur yang dipenuhi daun-daun bambu kering.
Seumur hidup baru sekali ini Dika menyaksikan pemandangan seperti itu, sedikit takut dengan hati berdebar Dika mendekatinya. Kini Dika tepat berdiri di belakang sosok putih itu.

"Kau siapa?" Tanya Dika.
"Ada disini, ada disini! Tolong dia" Bukannya menjawab  sosok itu malah berkata-kata tidak jelas.

"Apa yang ada disini? Harta karun?" Tanya Dika lagi.

"secarik Kain" ucap makhluk itu.

"Kampret kalau cuma kain lap butut buat apa?" maki Dika dalam hati.

Dika menuju ke hadapan si pemuda aneh itu. Begitu berhadapan dan melihat wajah makhluk itu. Dika kaget dan jatuh terduduk.

"Permadi!" Serunya kaget, serrr saking kaget dan takutnya Dika terkencing di celana.
Wajah tampan namun pucat pasi tanpa darah itu menatap hampa pada Dika.
"Aku titip dia, selamatkan dia" Wusss setelah berucap makhluk itu seperti kabut ditiup angin lenyap begitu saja.
Dika duduk meringkuk, rasa kagetnya belum pupus.

"Permadi jadi hantu" Ucap Dika. Untuk sesaat Dika cuma terdiam menenangkan hatinya. Setelah kagetnya hilang, dia kembali memikirkan ucapan arwah tadi.
"Ada kain disini? kain apa?" Tanya Dika pada dirinya sendiri. Dika menyibakkan daun-daun bambu kering disana namun tidak ada apa-apa.

"Gak ada apa-apa" Ucap Dika sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Mungkin di dalam tanah" Dika bangkit mencari potongan bambu kering untuk mencongkel tanah, setelah ketemu dia lalu melakukan niatnya tadi. Sayup-sayup terdengar lagi anjing melolong, Dika bergidik ngeri, namun dia telah menggali hampir sejengkal. Dengan potongan bambu kering itu dia terus menggali. Kira-kira hampir selutut tanah terbongkar, mata Dika terbelalak menyaksikan ada putih-putih yang telah lecek dan kusam ditimbun tanah. Ternyata sebuah buntalan kecil kain putih.

Tiba-tiba mendadak angin bertiup kencang, udara menjadi dingin. Lagi-lagi Dika merinding dan benar saja, tepat dihadapannya berdiri makhluk seperti guling, alias pocong dengan wajah hijau penuh lubang berbelatung, mata pocong yang merah seperti bara memandang angker. Kalau saja bukan Dika yang sudah biasa keluar masuk hutan dan kenyang akan bahaya mungkin dia akan pingsan. Walau tetap saja Dika kaget-sekagetnya.

"Se..se...setan!" Teriak Dika, dengan cepat disambarnya bungkusan kecil itu lalu kabur tunggang langgang.
***

Cintaku Jauh Di Kampung (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang