Si Nakal

2.6K 135 1
                                    

Sebuah MTs Swasta, sekolah sederajat SMP berbasis agama Islam itu cukup populer di kampung Air Teluk. Meski muridnya sedikit, namun sekolah ini terkenal akan prestasinya di bidang akademik, khususnya pelajaran agamanya.

Dika bersekolah disana, kelas 7 dia masih lugu dan polos, namun begitu kelas 8, ketika hormon pubertas mulai menyeruak terlihatlah bengalnya. Tampangnya yang tampan dan unyu, juga selalu update dengan mode yang ngetrend membuatnya digandrungi  cewek, namun disisi lain dia juga sering mengundang marah dan heboh sekolah terutama guru-guru karena kenakalannya yang cukup membuat puyeng. Merokok, bolos di jam pelajaran, ketiduran di kelas, jarang ngerjain PR, dan yang terparah adalah menjamah tubuh-tubuh wanita. Banyak yang benci padanya, tapi banyak pula yang suka padanya, terutama teman sekelasnya, karena Dika itu setia kawan dan suka menolong.

Hanya ada satu teman sekolahnya yang menurutnya agak aneh, dia pendiam, culun, kuper, penggugup dan penakut, juga lemah, terbukti di pelajaran olah raga dia selalu paling belakangan kalau latihan lari atau ketika main voli sering kali servicenya tak melewati net.

Dia bernama Budi lengkapnya Ikhsan Prambudi, namun diluar kekurangannya itu Budi punya nilai plus di pelajaran, terutama pelajaran agama, bahasa dan IPS, matematika juga dikuasai. Otaknya cukup encer namun tidak diimbangi dengan keaktifannya. Dia pasif hingga nyaris tak dikenal. Itu pula yang membuatnya selalu gagal masuk ke 3 besar ranking kelas, karena nilai motoriknya rendah.
***

"Dika!" teriak Bu Mila wali kelas mereka ketika masuk ke kelas.

Dika dengan wajah malasnya menyahut dengan enteng
"Iya Bu!"

"Ya ampun ini anak? Ya Allah, kenapa kamu nak? Tak henti-hentinya bikin malu ibu sebagai wali kelasmu, kamu kan yang menyembunyikan sepatu Pak Restu di Musholla semalam?"

"Tidak bu!"

"Jangan bohong? Ada saksi yang melihatmu melarikan sepatu Pak Restu dan memasukkannya ke tong sampah" Desak Bu Mila lagi.

"Bohong dia Bu, siapa yang telah memfitnah saya yang suci ini?" ucap Dika ngeles. Tentu saja teman sekelasnya tertawa mendengarnya, Dika si langganan hukuman mengklaim dirinya 'suci'.

"Kamu gak perlu tau, saksi kali ini terpercaya" Bantah Bu Mila.
"Sekarang kamu kedepan!"

Dika maju ke depan kelas.
"Kamu harus dihukum, selama jam pelajaran ibu, kamu bediri di depan kelas, lalu nanti istirahat kamu harus minta maaf sama Pak Restu"

"Jangan deh Bu, Pak Restu kalau ngasih maaf suka pake syarat, minta dibelikan bakso dulu kek, minta dibelikan jeruk kek, minta dibersihin mejanya, pokoknya gak usah deh bu, kan memberikan maaf itu harus ikhlas tanpa modus yang lain" ucapan Dika yang berlagak polos itu membuat teman sekelasnya tertawa.

Ini kesenangan Dika, dia suka melihat kelasnya tertawa. Hanya satu orang yang menurutnya tak pernah tertawa melihat aksinya, siapa lagi kalau bukan si manusia batus es bernama Budi.

Bu Mila mengepalkan tangannya karena geram.
"Sudah, hukaman tetap hukuman! Kamu berdiri sana di samping papan tulis, dan karena kamu ngeyel terus hukumanmu bertambah menghafal ayat kursi dan mulai hari ini kamu duduk di samping Budi"

Dika tersentak kaget, hukuman itu menurutnya tak masalah, namun duduk bersama manusia es? Ah betapa akan membosankan hari-harinya yang penuh warna.

Budi sendiri tak kalah kecut hatinya, walau dia tak suka disemejakan dengan Dika namun sebagai murid yang patuh dia hanya diam saja.
Dika berdiri di sudut kelas dengan kaki satu, Bu Mila mulai menulis di papan tulis, saat guru itu lengah Dika akan menurunkan kaki yang diangkat lalu berjoget di depan kelas hingga teman-temannya kembali ngakak.

"Memalukan" Budi memaki dalam hati melihat tingkah manusia aneh itu.
***

Dika dengan celingukan duduk di sebelah Budi, dia kali ini tak bisa mengelak, Dini si cewek ketua kelas ditugaskan mengawasinya jangan sampai pindah ke kursi lain. Apalagi kini sedang ulangan MM. Pak Iwan tengah menuliskan soal di papan tulis. Waktu sudah 40 menit berlalu, suasana hening.

"Hmmmm Bud" Dika mencoba menegur manusia es di sebelahnya.
Budi tak menyahut, dia sibuk dengan kertas buram untuk coretan mencari pemecahan soal.

"Bud?" panggil Dika lagi,
Namun yang dipanggil tetap cuek.

"Bud, Jembut Bud jembut" bisik Dika karena kesal dicuekin.

"Apaan sih?" Budi marah sekali dipanggil jelek gitu.

"Nyontek dong plissss" rengek Dika sok imut.

"Mau pintar belajar dong" cuek Budi.

"Sombong lu! Eh belum tentu orang pintar itu sukses" Dika mulai geram.

"Bodo amat!" lagi-lagi Budi acuh dan fokus sama kertas buramnya.

"Anjing, pelit amat kau, awas kalau lu minta tolong sama ku?" ancam Dika.

"Kapan ku minta tolong samamu?" Budi pun terpancing sewot.

"Dasar bencong!" cecar Dika lagi.

Budi naik amarahnya, brak! Ditendangnya tempat duduk Dika, kaki kursi itu patah Dika jatuh, lalu keduanya terlibat baku hantam di kelas. Tentu saja Budi kalah adu tenaga. Pak Iwan dengan sangar memisahkan mereka dan menyeret keduanya ke ruang BK.
***

Gara-gara kejadian menghebohkan itu Dika dihukum membersihkan toilet selama 3 hari, sedangkan Budi membersihkan halaman sekolah .
Sejak itu Dika mulai membenci si manusia es, semua teman sekelasnya tau itu, meski mereka sebangku sudah hampir satu semester namun tak pernah sekalipun saling bertegur sapa.

Hari ini Dika kembali masuk ruang BK karena ketahuan merokok di belakang rumah warga, dia dan teman merokoknya mendapat hukuman membersihkan rumput di sepanjang pagar depan sekolah. Jam istirahat di warung belakang sekolah Dika tengah berembuk dengan teman segeng nya, Doni, Ipul, Turi, dan Abdul.

"Anjing kok bisa ketahuan kita merokok tadi?" tanya Dika kesal.

"Pasti ada yang ngelaporin?" sahut Adul.

"Siapa?" Doni dan Ipul serentak bertanya.
Abdul mengangkat bahunya.

"Tak salah lagi, ini pasti si bencong itu, cuma dia semalam yang ngelihat kita merokok"  sambung Turi.

"Ha iya bener, dia kan yang semalam lewat di dekat kita merokok, gimana nih bos? Kita apakan anak itu?"Abdul memanasi Dika.

"Bencong satu itu memang benci dan suka cari masalah samaku, harus diberi pelajaran" Dika menggeram penuh dendam.
***

Pulang sekolah Budi bersepeda, melewati jalan setapak di tengah kebun tanaman coklat warga.
Tiba-tiba jalannya dihadang gerombolan Dika.

"Bencong! Jangan kabur kau!" Bentak Dika.
"Apaan lagi?" Tanya Budi marah karena sepedanya ditahan geng biang onar sekolah ini.

"Kau kan yang laporin kita merokok?" Tuduh Dika.

"Eh laporin kau? Ogah banget, nyebut namamu saja sudah najis bagiku"
Ucap Budi dengan sengit pula.

Dika langsung tersulut marahnya disebut najis.

"Najis katamu? Sini biar ku sumpal mulutmu pakai najis sungguhan"
Dika dan keempat temannya menyerbu Budi, kebetulan tempat itu sedang sunyi.
Budi sebentar saja keok dibogem dan kena diringkus.

"Tadi kau bilang aku apa? Najis kan?" Ucap Dika dihadapan Budi yang terlentang dihadapannya, kedua tangan dan kakinya dipegangi keempat anggota geng Dika. Budi meronta-ronta.

"Lepaskan!"

"Oke, entar ku lepasin, tapi sebelumnya kau rasakan najis ini dulu" Dika tersenyum licik, dibukanya pinggang dan resleting celananya, diturunkannya sempaknya lalu keluarlah perkakas jantannya yang mulai berbulu kasar, lalu serrrrrr.
Dika mengencingi wajah Budi.

Keempat temannya bergelak tawa tak menyangka kelakuan bos mereka itu.
Setelah puas mereka meninggalkan Budi disana yang menangis sambil menahan sakit. Luka lebam memang tak seberapa tapi harga dirinya terhina.
***

"Anak-anak hari ini Budi tidak masuk sekolah" ucap Bu Mila.

"Dia sakit, kata ibunya dari tadi pagi demam dan mengigau"

"Wah kesurupan itu Bu?" sahut Dika, disambut ketawa yang lain.

"Dika! Diam! tak boleh kita mentertawakan teman yang kena musibah, dosa besar dan dimurkai Allah, nanti pulang sekolah kita ke rumahnya bersama-sama, pukul 2 Ibu tunggu ya di pos ronda dekat rumahnya. Semua wajib datang"
***

Cintaku Jauh Di Kampung (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang