Bertengkar Lagi

1.8K 116 0
                                    

Semuapun terjadi, masa SMP memang masa dimana pubertas yang akrab dengan cinta monyet mulai melanda kaum remaja, termasuk juga Budi dan Dinda, keduanya pun menjadi pasangan ABG yang diikat oleh dengan Cinta Monyet.
Walau sebenarnya Budi lebih menganggap Dinda sebagai adik, namun untuk menolak Dinda rasanya berat sekali, selain gadis itu baik, dia juga takut Dika akan marah padanya jika dia membuat hancur hati Dinda. Maka diapun menjalani kisah cinta itu.

Mau tak mau dia sering menemui Dinda, main kerumahnya, belajar bareng atau sekedar ngobrol bareng, dan semua itu dilakukannya dihadapan Dika.

Budi yang tak pernah tau perasaan Dika secara tak sadar telah melukai Dika.
Dika yang mulanya mulai berubah baik kini kembali urakan. Naik ke kelas 9 Dika menjauhi Budi, mereka tak lagi sebangku. Mereka semakin jarang main bareng, dan tentu saja Budi merasa kehilangan.
***

Malam itu Dinda menangis sejadi-jadinya. Tadi sore Budi mengirim surat kepadanya, surat itu menyatakan hubungan mereka berakhir. Dika tak tega melihatnya. Bagaimanapun dia sangat menyayangi adiknya itu. Esoknya sepulang sekolah. Dika menyeret Budi ke tempat sepi di tengah kebun coklat.

"Bangsat kau! Kenapa kau putuskan adikku?" Dika membentak kasar sambil mendorong Budi hingga terperosok ke tanah.

"Aku, aku tak mungkin bersandiwara terus Dik, aku tak punya perasaan apa-apa pada adikmu selain sahabatan saja"

"Bodoh amat! Kau telah menyakitinya, aku benci padamu, aku sangat benci!" Ucap Dika gusar.

Pernyataan Dika itu laksana petir yang menyambar jantung. Budi tertegun, itu adalah kata-kata paling menyakitkan yang keluar dari mulut orang yang paling dicintainya.

"semua ini kulakukan karena kau!" Budi bangkit berdiri dan balas membentak namun nyata sekali suaranya mulai serak, bahkan tampak sepasang matanya telah merah berkaca-kaca tergenang embun air mata.

"Aku?" tanya Dika bingung.

"Kau tau? Sejak aku pacaran dengan adikmu, kau berubah, kau menjauhiku, kau tak mau lagi berteman denganku. Kau yang mengajariku arti persahabatan tapi kau juga yang menghancurkan. Aku rindu waktu kita yang dulu? Aku kehilanganmu Dika, kau sangat berarti bagiku" teriak Budi dengan suara semakin memberat dan serak.

"Berarti? Apa maksudmu?" Tanya Dika dengan hati berdebar. Mungkinkah Budi merasakan hal yang sama sepeti hatinya.

"Aku... Aku... Suka padamu" jawaban itu meluncur pelan dari Budi, matanya yang sedari tadi menggenang merah menahan air mata kini tak tertahan. Air matanya pun tumpah. Budi menangis.

"Dika! Sebenarnya aku sudah lama suka padamu, jauh sebelum kita bermusuhan dulu, kau tau kenapa dulu aku membencimu, karena aku takut perasaan itu semakin tumbuh tak menentu, namun takdir malah mendekatkan kita. Akhirnya yang aku takutkan terjadi, aku benar-benar suka padamu" ucap Budi terbata-bata.

"Kau tak tau bagaimana perasaanku disiksa cinta terlarang seperti ini? Setiap malam aku menangis Dika! Aku merasa menjadi manusia paling terkutuk di dunia, tapi aku bisa apa Dika? Apa aku harus menikam jantungku dan membuangnya agar perasaan ini lenyap?"

"Aku sengaja rela menjadi pacar adikmu agar aku bisa semakin sering main ke rumahmu, semakin sering bertemu denganmu, melihatmu tersenyum, mendengar candamu, tak ada yang lebih membahagiakanku selain dari itu, tapi apa? Kau malah menjauhiku tanpa alasan yang jelas. Dulu kau bilang aku banci, ya aku memang banci, aku banci karena aku menyukaimu" Budi menangis dan jatuh berlutut di atas tanah.

Dika terbungkam, kini terjawab sudah, Budi juga mencintainya, harusnya dia senang, bahkan teramat senang, namun membayangkan Dinda menjadi korban perasaan palsu Budi.  Dika benar-benar kecewa.

"Anjing, kalau tau kau itu homo menyesal aku jadi temanmu? Kau sudah menyakiti hati adikku, dan sekarang kau bilang kau suka padaku? Dimana otakmu, aku benci padamu! Aku bukan homo. Kau najis paling busuk! Jangan pernah dekati aku lagi, banci jelek" Maki Dika.

Lalu dia pun meninggalkan Budi sendirian disana.
Tanpa ada yang tau, matanya pun telah basah.

"Terima kasih Bud atas kejujuranmu! Kau tau sesungguhnya aku pun begitu, maaf jika kata-kataku menyakitimu. Aku tak layak untukmu, aku tak ingin menghianati adikku"
***

Sejak itu Budi dan Dika tak lagi bertegur sapa, bahkan Dika kembali membully Budi dan memanggilnya banci. Semua itu dilakukannya agar Budi kembali pada adiknya dan berhenti mencintainya. Bahkan terang-terangan Dika pun berpacaran dengan teman sekelas dan memamerkan hubungannya di depan Budi.

Persahabatan mereka berakhir
***

Hari itu perpisahan kelas, sejak selesai ujian nasional Budi tak terlihat lagi di sekolah. Diam-diam Dika kecarian juga.
"Si Banci kemana?" tanyanya pada Turi dan teman-temannya.
"Gak tau, udah lama dia kagak datang, iyakan?" jawab temannya itu.

Selesai acara perpisahan seorang adik kelas berlari mendekafi Dika. Tanpa basa basi diulurkannya sehelai surat dan dimasukkannya ke kantong baju Dika.
Sampai dirumah Dika tanpa membuka seragam sekolahnya, membuka surat ini.

Untuk sahabatku Dika.

Hmmmmm semoga kau masih mau kusebut teman. Dika, jika surat ini sampai kepadamu itu artinya kita tak akan bertemu lagi, mungkin untuk selamanya.

Dik, aku meminta maaf padamu, aku akui aku memang najis, tak seharusnya aku menyukaimu karena kita sama-sama pria. Kau tau Dika, meski aku homo tak seharusnya kau menjauhi dan mancaciku, karena aku sadar memang cinta itu tak bisa dipaksa dan terpaksa, itupula yang menyebabkan aku tak dapat menyayangi adikmu, karena hatiku dipenuhi namamu.

Dika... Menjadi temanmu meski hanya sebentar adalah kebahagiaan terbesarku, terima kasih atas segalanya. Semoga kau bahagia. Disini di tempat yang jauh darimu, aku akan berusaha melupakanmu, semoga perasaan cinta ini dapat ku kubur di kubangan air mataku.

By: Ikhsan Prambudi

Dika gigit bibir bawahnya, airmatanya meleleh, tangan kanannya memegang dadanya, ada rasa perih disana, dia menyesali kebodohannya.

"Tidak Budi, cinta itu tak boleh kau kubur, aku juga sama Budi, aku sama sepertimu"

Hari itu Dika yang selalu cuek dan blangsak mengurung diri dikamar. Ditangannya tergenggam sebuah foto dia dan bersama Budi.
Aur mata tak berhenti mengalir, rasa kehilangan, rasa cinta yang memberontak seolah menghakimi kebodohannya.

"Budi jangan kau kubur cinta itu. Tidak boleh, jika cinta itu mati, aku juga mati" teriak Dika dalam hati dengan cutter ditangan.

"Crasss" cutter itu mengoyak pergelangan tangannya, darah mengucur hebat. Dan semuapun gelap.
***

Khayalan Dika berakhir, dibawah pohon rimbun itu ditatapnya bekas luka jahitan di pergelangan tangannya. Senyum kecil menyeruak di bibirnya, lalu dikeluarkannya dompet nya, di sana terpampang dua wajah bocah SMP, satu wajahnya, satu lagi wajah Budi.
"Hmmm jalan hidup tak bisa ditebak Bud, kini ku sadar maaih ada jalan bagiku untuk mencapai mimoiku yang tertunda, mimpi untuk bersamamu"

"Hai Monyet gondrong? Ngapain disana? Mari sini main air!" Tiba-tiba suara Aris berteriak memanggilnya.

Dika cepat memandang ke sungai, disana si kembar sudah berkecimpung di subgai itu.
"Dasar bocah, masih pagi sudah main air"

Dika cepat mendatangi, dia berdiri di tepi sungai yang berbatasan dengan pematang sawah.
Ketika dia melihat persawahan itu Dika menyadari Budi tak ada lagi di sana.
"Eh ? Mana Budi?"

"Udah pulang katanya tadi mau masak" jawab Arif.

"Lho kok aku tak tau?"

"Ya iyalah lu bengong mulu di pohon sana? Btw Mas Budi itu baik ya, coba aja dia cewek, gak akan kulepaskan dia" ucap Aris sambil tersenyum.

Dika terdiam lalu cepat-cepat dia kembali, menyusul Budi di rumah.
Arus dan Arif cuek mereka masih sibuk mengobok-obok sungai itu seperti anak kecil.
***

Cintaku Jauh Di Kampung (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang