Kilas Balik: Air Terjun

601 32 0
                                    

"Luar biasa!" Seru Budi memuji air terjun yang tersaji di depan matanya, indahnya bukan main, tidak besar namun tidak kecil, tercurah lebar namun tipis dari atas jurang setinggi tiga belas meter, di bawahnya airnya membentuk sebuah telaga kecil sebelum akhirnya mengalir ke hilir melewati barisan batu aneka ukuran, suaranya bergemuruh, membuat Budi lupa akan penatnya, berganti rasa segar.

"Mas suka?" Tanya Permadi dari sebelahnya.

"Suka" jawab Budi tanpa menoleh, matanya masih menatap takjub pada panorama alam di depannya.

"Apa nama air terjun ini?" Tanya Budi lagi.

"Kami sering menyebutnya air terjun Widuri, aku sendiri tak tau kenapa dinamai itu" jawab Permadi.

Budi terdiam, dia segera mengeluarkan ponselnya buat mengambil beberapa buah foto air terjun itu.

"Mas ayo mandi? Mumpung sudah mulai senja" ajak Permadi.

"Glek" Budi menelan ludahnya. Bagaimana tidak, ternyata tanpa sepengetahuan Budi, Permadi telah menanggalkan pakaiannya hingga di tubuhnya hanya menempel segitiga pengaman berwarna kelabu.

Mata Budi kini teralihkan, jika sebelumnya dia takjub pada air terjun itu, kini dia lebih takjub lagi melihat tubuh Arjuna di hadapannya.

Permadi berdiri sembari tersenyum sumringah, tak ada rona malu atau jengah diwajahnya berdiri hampir telanjang dihadapan Budi. Wajahnya yang tampan dengan kulit kecoklatan, dada bidang, lalu perut yang berotot alami, di sekitar pusarnya menjalar bulu-bulu halus membentuk jalur kecil menuju ke bawah perutnya yang terputus karena karet celana dalamnya, Budi tau itu, dibalik kain abu-abu ada bulu-bulu yang lebih tebal lagi. Benar, Permadi benar-benar gagah, mungkin dia tidak setampan para pemuda kota yang rajin perawatan, tidak sehot para pemain film biru, tapi bagi Budi, Permadi itu punya kharisma.

"Kau..kau tidak malu sempakan begitu?" Celetuk Budi, suaranya mulai bergetar, entah risih entah karena gejolak darahnya yang mendadak panas.

"Kenapa malu? Malah kadang kalau mandi di sungai lepas semua" ucap Permadi.

Kembali Budi menelan ludahnya tatkala Permadi melangkah menuju genangan air, bisa dilihatnya punggung dan bokong Permadi yang bergerak memamerkan kegagahannya. Belum lagi tonjolan di depannya. Sumpah ini pemandangan paling erotis yang pernah disaksikan Budi di depan matanya.

"Byurrr" tubuh itu tenggelam ke dalam air, lalu sesaat kemudian timbul sebatas perut.

"Ayo mas! Mandi, airnya dingin dan segar. Habis cari kayu bakar biasanya badan gatal-gatal kena keringat dan serbuk-serbuk kayu" Ajak Permadi sembari menciptakan air kepada Budi.

"Ah enggak, aku malu" jawab Budi sedikit gagap.

"Kenapa malu? Cuma ada kita berdua? Atau jangan-jangan?" Ucap Permadi menggantung sembari memainkan alisnya untuk menggoda Budi.

"Jangan-jangan apa?" Tanya Budi penasaran.

"Mas malu karena rudalnya kecil" ucap Permadi tanpa sensor lagi, namun bagi Budi kesannya bukan malah jorok tapi lucu.

"Kecil gundulmu itu!" Maki Budi.

"Mandi enggak? Atau mau aku bukain?" Goda Madi lagi, dia segera merayap ke tepi.

"Alamak? Apa lagi ini?" Keluh Budi di dalam hati, matanya nanar seketika.

Sosok tubuh basah Madi berdiri tegak di tepi, kolor segitiga ya yang sudah berat karena mengandung air tampak melorot dua inci, membuat bulu kelaminnya sebagian terlihat, belum lagi jiplakan kepala jamurnya.

Budi rasakan kakinya bergetar menahan gejolak darahnya.
"Tenang Budi, tenang! Kontrol jantungmu!" Ucap Budi dalam hati mencoba menenangkan debarannya.

Cintaku Jauh Di Kampung (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang