"Kak Dika mau kemana?" Tanya Putra begitu mereka tiba di kampung Mekar Sari. Dika berlari menghampiri tiga warga yang menjadi penjaga pos perbatasan, maksudnya ingin meminta pertolongan, namun anehnya ketiga warga itu cuek seolah-olah tak melihatnya.
"Pak, tolong aku pak!" Ucap Dika lebih keras, namun ketiga bapak-bapak itu ya menghiraukannya. Bahkan karena jengkel dia menarik tangan seorang bapak-bapak. Kejut Dika bukan main-main, tangannya laksana angin, tak dapat memegang lengan bapak itu. Tangannya tembus hampa.
Dika terdiam, dia kini benar-benar sadar dan yakin kalau apa yang dikatakan oleh Putra tadi adalah benar. Dia sekarang setengah hantu. Dika Jambak rambutnya sendiri memaki nasib buruknya.
"Hei, kau siapa?" Tanya seorang bapak tatkala dia dan kedua temannya melihat kedatangan Putra. Putra melirik pada Sukma Dika yang tampak pasrah dan putus asa.
"Putra" jawab Putra kikuk sembari memperhatikan ketiga bapak-bapak itu. Ketiga bapak-bapak itu ganti memperhatikan Putra dengan pandangan menyelidik.
"Putra siapa? Disini tak ada orang yang bernama Putra"
Putra terdiam, dia tak memiliki sanak saudara di kampung ini, satu-satunya yang dia kenal adalah....
"Aku Putra temannya Maman, anak kampung sebelah, bapak kenal Maman kan?" Ucap Putra.
Ketiga pria paruh baya itu saling pandang, sekali lagi mereka memperhatikan sosok Putra dari ujung rambut ke ujung kaki.
"Anak ini mencurigakan" bisik seorang dari mereka.
"Tapi apa mungkin anak semuda ini bisa berbuat jahat?" Balas bisik temannya.
"Kau ini, jangankan anak belasan tahun, anak SD saja udah ada yang jadi maling profesional" bisik yang lainnya lagi.
Putra, meski anak yang polos tapi sedikit tidaknya dia juga memiliki kemampuan supranatural, dia dapat menangkap kecurigaan ketiga bapak itu, maka cepat-cepat dia berkata buat meyakinkan ketiga pria setengah tua itu.
"Pak, tolong saya pak, saya ingin bertemu Maman. Saya diusir dari rumah, saya habis dipukuli kakek saya" Putra berucap sembari menarik lepas baju kaos butut yang menutup tubuh atasnya.
"Astaghfirullah!" Seru seorang bapak tatkala melihat tubuh anak itu penuh oleh luka bekas cambukan.
"Kenapa kakekmu memukulimu? Aduh kasihannya" seorang bapak cepat memberikan Putra gelas teh manisnya, menyuruh remaja itu untuk minum.
"Saya terlambat pulang dari bermain" jawab Putra setelah meneguk tiga kali teh manis hangat itu.
"Edan! Kakek gendeng, senakal-nakalnya cucu ya jangan dipukuli kayak gini. Ini pelanggaran kekerasan pada anak, ya sudah ayo nak bapak antar ke rumahnya Maman" Bapak itu pergi kesamping pos ronda, mengeluarkan sebuah sepeda tua. Bapak itu menyuruh Putra naik ke sepedanya, senter si bapak di cantelkan ke topinya. Keduanya pun meninggalkan pos menuju rumah Maman.
"Hati-hati" ucap seorang kawannya.
Dika jengkel sekali ditinggal oleh Putra, dia ingin mengikuti ke arah perginya sepeda, namun dibenaknya terlintas pikiran lain
"Aku harus ke tempat Budi, aku harus melihat dia baik-baik saja"
Dika berlari melintasi jalan menuju rumah Budi, aneh, sejak dia menjadi Sukma Dika merasa tubuhnya enteng sekali, tak heran kalau larinya menjadi sangat kencang mengalahkan para pelari jarak pendek peraih emas olimpiade. Tak butuh waktu lama dia berhasil sampai ke halaman rumah panggung itu. Sukma Dika memperhatikan keadaan sekeliling, sepi sekali, sedikit gelap karena lampu rumah menyala remang-remang.
Dika tanpa pikir panjang naik ke atas rumah panggung dengan menjejak tangga, dan sekuat tenaga dia ingin mendobrak pintu namun wusss tubuhnya seolah menabrak angin, menembus pintu itu. Dika melonjak kaget, meski pun kecewa menjadi sesosok Sukma tapi ternyata sosoknya yang sekarang seperti memiliki kekuatan super, salah satunya ya yang tadi itu, bisa menembus tembok dan pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cintaku Jauh Di Kampung (Selesai)
Teen FictionDika dan Budi, dua musuh bebuyutan di masa SMP tak disangka menyimpan rahasia perasaan yang sama, namun konflik sepele khas anak ABG plus kejaiman dan ego masing-masing membuat mereka mengabaikan suara hati. Namun semua rasa itu kembali mengusik ket...