"Lo ngaco" entah kenapa malah kata itu yang keluar dari mulutku, padahal ini adalah saat yang tepat untuk jujur padanya, "oh iya? Terus itu cincin apa?" aku menghela nafas panjang. Ah sial, mungkin memang seharusnya aku jujur saja, jika berbohong seperti ini maka aku harus kembali berbohong lagi dan lagi.
"Mama, mama yang beliin gue cincin ini, dan mama yang nyuruh gue buat selalu pakai ini, karna ini kenang-kenangan dari dia" balasku terpaksa harus berbohong lagi, mengakui dan jujur padanya prihal pernikahanku dan Al terasa sangat berat untukku.
"Mau sampai kapan sih, Tha bohong terus? Iya gue tau kalau lo jujur mungkin gue bakal sedih, bakal kesel, bakal marah, atau bahkan gue bakal kecewa sama lo. Tapi dengan lo bohong itu gak ngebantu sama sekali, Tha. Yang ada-" ah sial, tuhan memang tak memberiku bakat berbohong, untuk berbohong sesimpel ini saja aku tak bisa.
"Iya, maaf gue bohong-- maaf gue bohong tentang pernikahan gue. Gue cuman gak mau lo ngerti doang kok. Gue malu, Chel. Gue malu ngakuin kalau gue udah nikah. Iya gue bohong, maaf. Tapi apa lo yakin lo gak akan ngelakuin hal yang sama kalau lo diposisi gue? Gue gak mau lo jauhin gue, gue gak mau ilfil sama gue, gue-" Marchel mendekat kearahku dan membawaku kedalam dekapanya, "ngaco, gue gak akan kaya gitu-- iya gue marah, gue marah karna gue gak sempet bilang perasaan gue ke elo karna lo udah di milikin sama orang lain. Tapi soal jauhin elo-- sorry gue gak bisa, gue gak akan jauhin elo. Karna gue sayang sama lo. Dan ini pun juga salah gue, gue yang salah karna gak punya nyali buat nyatain perasaan gue ke elo" Marchel berucap panjang lebar, dan ku dengar suaranya mulai bergetar hingga akhirnya kudengar suara isakan dan setetes air matanya jatuh ke pundakku.
"Lo salah kalau mikir gue bakal jauhin elo, dengan atau tanpa adanya yang milikin elo. Perasaan gue akan tetep sama, dan gue gak akan jauhin elo apapun alasanya" lanjut Marchel.
Kubalas pelukan Marchel dengan erat, "lo bego, lo bego karna suka sama gue. Dan lo lebih bego lagi karna gak pernah ngomong sama gue" ucapku sembari memukul punggungnya.
Marchel terkekeh dan mengusap air mata yang membasahi pipinya, "setan, gue lagi nangis lo malah kaya gitu. Ngerusak suasana aja lo sempak" kesalnya.
Marchel mengusap puncak kepalaku dan mengecupnya berberapa kali, "bilangin ke suami lo-- gue siap nunggu janda lo" ucapnya membuatku dengan spontan memukul lengannya
"Setan-- gue belah juga tuh kepala!" kesalku melepas pelukannya.
Marchel terkekeh pelan, ia menangkup wajahku dan mengusap air mata yang ada dipipiku. Tanpa kusadari ternyata akupun menangis, sama sepertinya. "Tuhan gak kasih bakat lo buat bohong, jadi lain kali gak usah bohong. Karna mau bohong gimanapun lo bakal tetep ketahuan, apalagi sama gue. Jelas pasti ketahuannya, paham?" tuturnya yang kubalas anggukkan kepala, "hm" balasku berdehem kecil.
"Udah-- yuk sekarang pulang. Udah malem" ucapnya sembari menarik tangannya dari wajahku, aku mengangguk berberapa kali sebelum akhirnya menggandeng tangannya, "love you" lirih Marchel. "Ha?" cengoku, bukannya tak mendengar, hanya berusaha memastikan saja bahwa telingaku tak salah dengar. "Gak usah pura-pura budeg deh, gue tau lo denger" cibirnya.
Aku terkekeh pelan, "haha, bales nggak nih?" tanyaku cengengesan, "gak usah" ketusnya. "Kenapa?" tanyaku, "karna gue tau lo bakal jawab apa" balasnya. "Emang gue bakal bales apa, hm?" tanyaku melepas gandengannya dan berjalan dihadapanya, "tapi gue enggak' itu kan balesan lo" entah dari mana ia tau bahwa aku akan membalas seperti itu, "hahah, kok tau sih" kekehku.
Marchel mendengus kasar dan menarik tanganku agar kembali berjalan disampingnya, "ya taulah, elo kan brengsek" balasnya membuatku kesal, "sialan mulut lo" kesalku.
Marchel melepaskan gandengannya dan beralih merangkul pundakku, "gue boleh cium lo nggak sih?" entah apa yang ada di otak Marchel hingga melayangkan pertanyaan seperti itu, "boleh, tapi jangan salahin gue kalau setelah itu lo udah gak bernyawa lagi" balasku. "Sialan, itumah sama aja gak boleh" gerutunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HE IS MY HUSBAND 18+ (END)
Roman pour AdolescentsCerita kali ini mengkisahkan tentang Alvaro dan Aletta, sekelas selama tiga tahun tak berarti menumbuhkan interaksi serta kedekatan diantara keduanya. Hingga akhirnya sebuah kejadian yang sangat mendadak, membuat hubungan keduanya berubah.