Gina kembali membawa empat kaleng minuman bir ditangannya, dan saat melihat itu aku benar-benar langsung terkejut. "Lah? Lo stok bir, Na?" tanyaku dengan nada syok.
Gina hanya tersenyum sembari memasang wajah tanpa dosa, "lo ngebir?" tanyaku sekali lagi. Gina meletakan empat kaleng minuman itu dimeja dan segera duduk di tempatnya yang tadi, "iya, kadang" balas Gina.
"Nyokap bokap lo tau?" tanyaku takut-takut, aku takut menyinggungnya, namun bodohnya pertanyaan itu keluar begitu saja.
"Tau" balasnya. "Nggak dimarahin?" tanyaku lagi. "Enggak, ngapain marah, orang mereka lebih jago. Toh yang stok bir juga mereka bukan gue" balasnya terdengar sangat santai.
"Kenapa? Lo nggak minum, Al?" minum yang dimaksud Gina adalah minum, minuman alcohol seperti bir, vodka, amer, wine, dan teman-teman lainnya.
"Pernah sekali doang" balasku jujur, aku memang pernah meminumnya, tetapi itu bukan karna kesengajaan. Tetapi karna Leo tolol yang memesankanku bir, padahal awalnya aku hanya ingin memesan minuman non alcohol. Tapi si tolol itu malah memesankan segelas bir untukku.
"Kenapa? Nggak suka rasanya?" tanya Gina sembari mengambil satu kaleng, "iya, pait. Nggak cocok di lidah gue" balasku. Rasa bir yang waktu itu aku rasakan memang pait dan paitnya sedikit terasa pekat, hingga terasa tak cocok dilidahku.
"Kalau nggak mau pait, coba minum anggur merah. Itu manis" saran sesat Gina, mana mungkin aku minum minuman seperti itu, kalau ketahuan mama dan papa bisa mati dipanggang hidup-hidup aku nanti.
"Gak usah sesat, Na. Lo mau gue mati mudah, ha?"
"Haha, ya jangan. Nanti kalau gue kangen gimana? Yakali gue susulin lo ke alam baka" obrolan kami mulai kembali normal, tak ada canggung dan nada takut-takut seperti tadi. "Udah minum dulu, tenang aja ini kadar alcoholnya dikit kok, jadi masih bisalah lo minum" ucap Gina. "Nggak deh, lo aja" tolakku.
"Nggak pa-pa, Al. Nggak akan sepait itu juga, srius deh"
"Nggak, lo aja" tolakku, aku benar-benar tak ingin meminum minuman seperti itu lagi, karna kesan pertama saat aku mencobanya itu sangat buruk. Dan aku enggan mengulanginya lagi.
"Ah cupu lo" cibir Gina, aku yang dikata 'cupu' oleh Gina pun tentu saja tak terima, "nantangin? Mau cepet-cepetan ngabisin kah, ha?" tantangku
"Ayo, siapa takut" balas Gina penuh keyakinan, ia seolah tau betul bahwa ialah yang akan menang. "Oke, ayo"
Ku ambil sekaleng minuman itu dan kubuka, Gina tersenyum senang dan segera meminum kaleng miliknya. Aku yang merasa dicurangi tentu saja langsung memprotes, "gak boleh duluan lah, Na. Curang lo" protesku kesal.
Gina hanya mengangkat bahu acuh dan segera menuntaskan tegukannya, ia meminum sekaleng bir itu dalam sekali minuman, ia tak memberi jeda dan menarik minuman kaleng itu dari bibirnya. Ia terlihat sangat lihai dalam urusan per bir an ini.
Aku menggeleng pelan dan mulai meneguk bir ditanganku, aku tak sepandai Gina. Aku menghabiskannya dalam berberapa tegukan, dan Gina sudah menghabiskan sekaleng birnya sedari tadi.
"Gak adil lah, lo minum duluan, Na" kesalku, merasa dicurangi olehnya, "alasan, gak penting siapa yang duluan minum, yang penting tuh siapa yang habis duluan" balasnya.
"Taik" umpatku lalu kembali membuka kaleng yang baru. Ku senderkan tubuhku kepunggung kursi dan ku pejamkan mata sembari mendongak keatas, berusaha mengistirahatkan punggungku yang mulai terasa lelah.
Cekrek
Aku terkejut mendengar suara itu, aku menegakkan tubuhku dan bertanya padanya, "lo lagi foto, Na?" tanyaku. "Enggak, tadi kepencet" balasnya. "Oh" aku tak mau terlalu memikirkannya karna tak penting juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
HE IS MY HUSBAND 18+ (END)
Teen FictionCerita kali ini mengkisahkan tentang Alvaro dan Aletta, sekelas selama tiga tahun tak berarti menumbuhkan interaksi serta kedekatan diantara keduanya. Hingga akhirnya sebuah kejadian yang sangat mendadak, membuat hubungan keduanya berubah.