Al pergi meninggalkanku setelah perdebatan tadi, ah entahlah aku sendiri tak faham dengannya. Aku hanya bertanya biasa, namun ia malah membentak dan menaikan suaranya padaku. Aku tentu saja tak akan diam saja saat ia berlaku seperti itu padaku.
Aku yang awalnya tak ingin emosi, terpaksa jadi emosi karna bentakanya. Jujur aku tak suka dibentak, walaupun bukan bentakan yang keras dan marah, namun aku tetap suka.
Aku mudah terkejut, dan itu yang membuatku membenci 'bentakan', namun walaupun begitu, saat ada yang membentakku maka aku tak akan diam saja. Aku pasti membalas membentaknya balik, atau kalau tidak, ya kupukul mulutnya.
Saat berdebat tadi, Al sempat berucap seperti ini. 'Jadi lo lebih percaya sama Caca?' ya jelaslah, mana mungkin aku percaya pada pembohong sepertinya.
Jika memang mengkahwatirkanku maka akui saja, toh aku hanya bertanya. Tak perlu mengelak sampai seperti itu, walaupun ia terlihat sangat meyakinkan namun pada faktanya aku masih dapat melihat kebohongan dimatanya.
Tak perlu terlalu berusaha menutupinya, aku bisa melihatnya. Apa ia fikir aku wanita yang sebodoh itu? Ya aku memang bodoh, tapi tak sebodoh itu pula.
Al itu aneh, marah karna hal yang tak jelas. Semalam marah, bahkan sampai memintaku untuk tidur dikamar sebelah.
Dan sekarang ia pun marah lagi, hanya karna pertanyaanku, apa yang ada difikiranya? Kenapa senstif sekali? Apakah ia pms? Tapi kan ia lelaki, mana mungkin lelaki pms. Aneh.
Aku bangkit dari tempat dudukku, membereskan sisa makanan dihadapan ku dan membawanya ke wastafel untuk segera dicuci karna aku harus segera siap-siap dan berangkat kesekolah.
Atau kalau tidak aku akan terlambat dan harus menunggu setengah jam untuk dibukakan gerbang.
Menunggu adalah hal termenyebalkan untukku, selain membenci dibentak, akupun benci menunggu.
Dua hal itu, terasa sangat menyebalkan dan menyusahkan untukku. Dibentak membuatku terkejut, dan menunggu membuatku lelah.
Selesai mencuci piring dan gelas, aku kembali berjalan ke meja makan untuk menutupi nasi goreng Al yang masih utuh menggunakan tudung saji.
Aku bergegas naik keatas untuk mengambil tas dan ponsel, aku berjalan kearah balkon untuk membersihkan kaleng soda yang semalam lupa ku bereskan.
Dan setelah itu aku langsung keluar, aku berjalan melewati kamar Al, dan kulihat kamarnya berantakan.
Aku masuk kedalam dan membereskan nya, ku rapikan ranjang Al dan ku lipat selimutnya. Sengaja tak ku sapu karna aku tak bisa, selesai itu aku pun berbalik dan tak sengaja mataku melihat keranjang disamping lemari Al telah penuh dengan pakaian kotor.
Aku menghela nafas panjang, jujur aku ingin mencucinya namun aku tak bisa, bukan tak mau namun memang tak bisa.
Ku usap peluh keringat didahiku dan aku berjalan kesana untuk memungut pakaian kotor itu dan memasukannya kekresek, "mungkin aku bisa melaundrynya saja, besok aku akan belajar menggunakan mesin cuci agar tak perlu melaundry lagi. Namun untuk sekarang biarlah ku laundry saja" ucapku dalam hati.
Selesai kupunguti pakaian kotor itu, aku pun keliling rumah untuk mencari pakaian kotor lagi agar dapat sekalian ku laundry. Namun tak banyak, karna semua telah terkumpul di keranjang, Al.
Dikeranjang itu tak hanya ada pakaian Al, namun ada pakaianku juga. Jadi saat keliling pun aku tak banyak menemukan pakaian kotor tambahan lagi, hanya 3 pakaian saja.
Selesai memungut pakaian aku pun segera turun kebawah dan keluar, kukunci pintu rumah dan setelah itu aku berjalan kedepan komplek untuk ke toko laundry, tak jauh dari rumah ku terdapat satu toko laundry besar bernuansa biru mudah.
![](https://img.wattpad.com/cover/249713259-288-k915608.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
HE IS MY HUSBAND 18+ (END)
Teen FictionCerita kali ini mengkisahkan tentang Alvaro dan Aletta, sekelas selama tiga tahun tak berarti menumbuhkan interaksi serta kedekatan diantara keduanya. Hingga akhirnya sebuah kejadian yang sangat mendadak, membuat hubungan keduanya berubah.