15- Praktek salat dadakan

1.2K 224 51
                                    

Salat itu lima waktu, bukan kalo ada waktu.

◦ • ●★● • ◦

"Yaudah, kita putus aja!" tegas Adam membuat gadis dengan gelang berwarna pink itu menatapnya cepat.

"Ngga mau!! Ara ngga mau putus sama Adam. Titik!" gadis yang dipanggil Ara itu ikut meninggikan suaranya.

"Lo terlalu berlebihan Ra! Lo selalu negatif thinking terus sama gue, gue capek," Adam menatapnya balik.

"Capek mana sama aku yang selalu ngalah sama kamu, Dam??" kata Amira membuat Adam membisu.

"Yaudah, biar kita sama-sama ngga capek, kita udahan aja!" putus Adam.

"Kenapa sih harus putus? Semuanya bisa kita bicarain baik-baik tanpa menyebut kata putus," kening Amira berkerut.

"Ngga ada yang bisa kita bicarain baik-baik lagi kalo kaya gini Ra. Udahlah," Adam menghela sebelum akhirnya ia memilih meninggalkan Amira yang saat itu masih berada di tengah parkiran.

"Ara ngga akan tetep berdiri di sini sampe Adam bilang kalo kita ngga akan putus." tukasnya membuat Adam yang telah meninggalkannya memilih terus melanjutkan langkahnya cukup jauh namun saat ia menengok kearahnya. Amira memang masih berada di sana, ditengah ramainya para Siswa yang baru saja tiba dan sedang memakirkan motor mereka.

Mendadak Adam tak tega. Ia ragu untuk kembali melanjutkan langkahnya. Hingga akhirnya ia memilih berbalik dan menyusul Amira.

"Oke, kita ngga jadi putus." ujarnya seraya menarik tangan Amira saat tepat dibelakangnya hampir ada motor yang menyenggolnya.

"Ara tau Adam sayang sama Ara." gumamnya saat ia dan Adam tengah berjalan menuju koridor kelas dengan tangan Adam yang masih menggandeng lengannya membuat Adam yang menyadari itu segera melepas tangannya.

"Gue ngga sayang, cuma kasian." batinnya hingga langkah mereka harus berpisah karena kelas mereka berbeda arah.

Setelah berpisah, Adam akhirnya memasuki ruang kelasnya sendiri dan kali ini ia tidak datang terlambat. Entah ada angin apa hari ini Adam terbangun cukup pagi membuatnya bisa ke Sekolah sedikit lebih pagi dari biasanya.

Adam memasuki kelasnya yang sudah nampak ramai. Beberapa siswa maupun siswi sudah menempati tempat duduk mereka masing-masing sembari memegang ponsel atau bahkan buku milik mereka masing-masing.

Bangku pojok paling belakang adalah tempat duduknya bersama Barra. Siswa seperti Adam tidak perlu duduk di depan karena percuma. Guru menjelaskan saja ia malah tertidur. Itulah alasan mengapa ia duduk di bangku paling belakang. Ia mengalah membiarkan siswa yang lebih pintar untuk duduk di deretan bangku terdepan.

"Widihh... Kesambet setan apa lo semalem, Bar? Pagi-pagi udah baca buku aja. Mana buku tuntunan salat lagi. Mau tobat ya lo?" ujarnya setelah ia duduk di samping Barra yang nampak fokus dengan buku di tangannya.

"Gawat Dam gawat!" sahut Ipin yang duduk di depan mereka.

"Apaan? Bu Dian udah jadi janda?" tanyanya.

"Eh si anjirr!" Ipin terkekeh. "Eh bukan itu yang gawat," sambungnya.

"Hari ini pelajarannya Bu Arafah ada praktek salat Adam Suseno!" tambah Barra yang matanya masih terfokus ke bukunya.

"Aelah... Praktek salat doang kok panik, gue mah santai aja. Ketauan lo pada ngga pernah salat," Adam nampak menyilangkan kedua tangannya.

"Kayak lo salat aja. Palingan salat kalo di Pesantren doang." gumam Barra.

HAWA untuk ADAM [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang