Seburuk apapun masa lalu seseorang, semua akan berubah ketika dia memilih untuk mengambil jalan hidup yang lebih baik.
◦ • ●★● • ◦
Matanya terasa sedikit berat, namun Adam berusaha untuk terus mengerjapkan matanya guna mencari kesadaran saat ia merasakan hari mulai pagi.
Adam sedikit melirik jam wekernya, masih menunjukkan pukul 6 lebih 10 menit, namun detik berikutnya ia memutuskan untuk bangun dan segera mandi. Setelah kepergian Bundanya, Adam memang lebih sering bangun lebih pagi dari biasanya karena ia tidak bisa tidur senyaman dulu.
15 menit berlalu, Adam sudah memakai seragam sekolahnya. Ya, ini hari pertama ia bersekolah setelah kepergian sang Bunda sebab beberapa hari yang lalu ia seperti kehilangan semangat untuk hidup, namun beberapa orang terdekat berhasil menyemangatinya.
Jam menunjukkan pukul 6 lebih 30 menit, Adam memutuskan keluar dari kamarnya. Sunyi dan sepi. Itulah yang ia rasakan hingga hari ini. Biasanya, ia selalu menjumpai sang Bunda tengah berada di dapur, tapi kali ini ia hanya menjumpai sang Bunda lewat sebuah foto yang terpajang di dinding rumahnya.
Langkah Adam terhenti tatkala melihat foto itu. Foto belasan tahun yang lalu, di mana ada dirinya disaat kecil, serta Ayah dan Bundanya. Adam kecil terlihat bahagia di foto itu bahkan kedua orangtuanya. Foto itu benar-benar berharga bagi Adam setelah keduanya pergi karena hanya Adam hanya bisa menatap foto itu jika ia merindukan mereka.
"Kalian pasti udah bahagia di sana ya.." Adam berguman sendiri sembari mengelus foto itu dengan mata yang berkaca-kaca.
Satu bulir air mata hampir lolos, Adam segera menyekanya. Ya, ia harus kuat melalui semuanya setelah kepergian kedua orangtuanya.
Adam memang memilih tinggal di rumah ini sendiri, padahal sang Kakek menawarkannya untuk tinggal di Pesantren, begitu juga dengan Tantenya yang menawarkan Adam untuk ikut dengannya, namun Adam menolak karena rumah ini memiliki banyak kenangan bagi Adam. Ia tidak bisa meninggalkan begitu saja.
Langkah Adam berlanjut ke dapur, ia hanya menemukan makanan sisa semalam yang diberikan oleh Tantenya dan Adam sudah menebak jika makanan itu pasti sudah basi. Akhirnya ia memilih untuk meminum segelas air putih dan segera berangkat ke sekolah.
Masih ada banyak waktu sebelum bel masuk berbunyi sehingga Adam mengendarai motornya dengan santai. Karena tak lama, akhirnya ia pun sampai di sekolahnya dan langsung disambut oleh Satpam yang begitu dekat dengannya.
"Mas Adam, saya turut berduka cita ya, yang kuat Mas," pesan Pak Ading kepadanya sementara Adam hanya mengangguk. Lepas itu segera saja ia memarkirkan motornya dan menuju ke kelasnya karena sudah hampir seminggu ia tak pernah bersekolah.
Setelah Adam sampai di kelasnya, ia segera masuk dan bersamaan dengan itu, beberapa pasang mata menatapnya, termasuk kedua temannya yang sudah lebih dulu ada di kelas.
Adam tersenyum kepada mereka. Tak lupa, ia juga beradu tos dengan mereka sebelum ia duduk di samping Barra dan melirik jam tangannya, ia sampai lebih cepat dari biasanya.
"Gimana keadaan lo? Udah baik-baik aja?" tanya Barra kepada Adam.
Dengan cepat Adam mengangguk. "Udah. Buktinya gue udah berangkat nih sekarang." ia tersenyum lagi. Adam tersenyum untuk menutupi segala kesedihan yang sejujurnya masih membekas di hatinya.
Barra menepuk bahunya. "Lo harus kuat, tenang aja lo ngga sendiri Suseno. Lo punya gue sama Ipin." pesan Barra yang disetujui oleh Ipin.
"Kalo lo butuh sesuatu, kabari kita berdua aja, Dam. Kita berdua siap bantu kok," tambah Ipin ikut menepuk bahu Adam sementara Adam hanya mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAWA untuk ADAM [END]
Spiritual[TeenFict-Spiritual] (SEQUEL AISYAHKU, AKU CINTA) "𝘒𝘢𝘭𝘰 𝘭𝘰 𝘣𝘪𝘥𝘢𝘥𝘢𝘳𝘪, 𝘨𝘶𝘦 𝘣𝘢𝘬𝘢𝘭 𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘴𝘢𝘺𝘢𝘱𝘯𝘺𝘢. 𝘉𝘪𝘢𝘳 𝘭𝘰 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘣𝘢𝘯𝘨, 𝘥𝘢𝘯 𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘣𝘪𝘥𝘢𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘮𝘱𝘶𝘳𝘯𝘢." ◦ • ●★● • ◦ Muhamma...