25- Seperti Adam dan Hawa

1.3K 227 76
                                    

Jika kamu mencintai seseorang, cintai sewajarnya saja. Jangan sampai rasa cinta itu mengurangi rasa cintamu kepada Allah.

◦ • ●★● • ◦

Surya mulai menampakkan sinar terangnya hingga seberkas cahaya menembus masuk dan menyilaukan mata yang merasakan kehadirannya. Pagi ini matahari terlalu bersemangat untuk kembali hadir mengisi tatanan cakrawala dengan terik hangatnya.

Saat ini telah memasuki liburan di minggu kedua. Akibat terbiasa pulang larut malam, alhasil Adam selalu bangun kesiangan. Namun ia tak mempermasalahkan itu. Toh, sampai saat ini adalah hari libur sekolah sebelum memasuki semester terakhirnya di kelas 11.

Pemuda 18 tahun itu masih damai dalam mimpinya tanpa ada pergerakan sedikitpun padahal jarum jam telah menyentuh angka tujuh. Bahkan suara ayam yang berkokok pun tak membuat pemuda itu melakukan pergerakan apapun.

Ruangan kamarnya masih sepi. Hanya ada suara detik jarum jam dan dengkuran yang tentunya bersumber dari si pemuda itu. -Siapa lagi jika bukan Adam-.

Samar-samar Adam mulai mencium bau tumisan masakan yang menyeruak di hidungnya hingga perlahan ia mulai bergerak.

Adam kembali menguatkan indra penciumannya dan ia bisa merasakan bau yang membuat perutnya seketika keroncongan.

Meski matanya masih terasa begitu lengket, Adam berusaha menyadarkan dirinya dan bangun dengan posisi duduk untuk mencari nyawa terlebih dahulu sebelum ia turun dan menikmati sarapan yang sepertinya tengah Bundanya buat. Dari baunya Adam sudah menebak jika Bundanya tengah memasak nasi goreng.

Adam menggeliat sepersekian detik sebelum akhirnya ia mulai meninggalkan kasurnya untuk segera menuju dapur dengan muka bantal dan baju yang ia gunakan untuk tidur masih melekat di tubuhnya. Hanya kaos oblong tanpa lengan juga celana pendek selutut yang ia gunakan saat ini dan juga rambut yang masih berantakan.

Langkah kakinya tertatih menuju kearah Dapur hingga ia makin merasakan aroma masakan Bundanya semakin kuat tercium. Adam tak sabar, ia segera mempercepat langkahnya.

"Hoammm, baunya subhanallah hebat bikin Adam bangun." gumamnya sembari menggaruk-ketiaknya dengan wajah khas bangun tidur.

Adam akhirnya membuka matanya hingga mendadak ia terkejut bukan main. Ada seseorang yang ia lihat tengah ada di samping Bundanya. Apa ia salah lihat?

"B-bun, yang di samping Bunda siapa? Adam ngga lagi hasuli-eh, halusinasi 'kan? Adam ngga salah liat 'kan?" tanya Adam kepada sang Bunda membuatnya terkekeh.

"Bun, di samping Bunda beneran Hawa?" Adam bertanya lagi. Ya, sepertinya penglihatan Adam masih berfungsi dengan baik dan ia sedang tidak salah melihat jika ada seorang gadis berjilbab hitam ada disebelah Bundanya. Dan gadis itu adalah Hawa.

Maidah terkekeh lagi. "Beneran dong. Emangnya kamu kira Hawa apa? Makhluk tak kasat mata?" gurau Maidah diikuti kekehan oleh Hawa.

Adam mematung di tempatnya. Ia menyadari saat melihat dirinya dari ujung kaki hingga ujung rambut dan, memalukan!

Tanpa basa-basi ia segera berlari kembali menuju kamarnya dan menutup pintu rapat-rapat. Adam merutuki dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia berpenampilan memalukan seperti ini di depan Hawa? Aish! Ia sungguh malu.

"Dam, lagi ngapain? Ayo sini sarapannya udah siap!" sahut Maidah sedikit memekiknya. Adam pun segera saja menuju kamar mandi untuk mandi dan berganti pakaian.

Tak butuh waktu lama, ia sudah kembali dengan penampilan yang cukup baik dari sebelumnya dan ia sudah pede untuk bertemu lagi dengan Hawa hingga ia putuskan untuk menuju ruang makan.

HAWA untuk ADAM [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang