31- Hijrah itu perlahan

1.2K 229 65
                                    

Tidak ada hal baik yang sia-sia, apalagi semua itu dilakukan lillah karena Allah ta'ala.

◦ • ●★● • ◦

"Asshalatu khairum minan naum..."

Gema adzan subuh terdengar begitu jelas dari tiap surau dan saling sahut bersahutan. Lantunan suara adzan itu menandakan bahwa waktu subuh telah tiba dan sebagai kaum muslim, wajib hukumnya untuk menunaikan ibadah salat subuh, baik itu dirumah, maupun berjama'ah di masjid.

Drrt...drrt... Drrtt

Pemuda itu masih damai dalam mimpinya. Namun tidak setelah ia terusik akibat ponsel yang terus bergetar. Ia sudah berhasil terbangun karena suara getara itu hingga mau tidak mau perlahan mengerjapkan matanya.

"Siapa sih, pagi-pagi udah nelfon." gumam Adam sembari berusaha mencari keberadaan ponselnya. Saat sudah menemukan, ia membuka matanya, melihat nama kontak yang tertera di layar ponselnya hingga Adam langsung terlonjak dan segera terduduk.

Yang menelfonnya adalah Hawa. Ya, Adam ingat, Hawa meminta Adam untuk merutinkan salat lima waktu namun ia belum bisa mengiyakan karena ia tidak bisa bangun subuh. Hawa menyuruhnya untuk memasang alarm, namun bagi Adam itu percuma. Akhirnya, Adam meminta Hawa untuk membangunkannya lewat telfon tiap subuh, seperti kali ini.

Adam mengucek matanya sebentar lalu mengangkat telfon tersebut. "Assalamualaikum, halo?" sapanya.

"Wa'alaikumussalam. Lama banget angkatnya? Pasti masih tidur ya?" tebak Hawa membuat Adam cengengesan.

"Sekarang udah bangun nih," ujarnya.

"Yaudah sana ambil mandi, ambil wudu abis itu salat. Nanti aku sambungin ke video call, aku mau liat kamu beneran salat apa ngga." tutur Hawa dan Adam hanya mengangguk menurutinya.

Kemudian ia segera bangun walau kantuknya masih sangat kuat. Adam segera menarik handuk lalu menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuh dan berwudu. Memang cukup berat bagi ia yang tidak terbiasa, namun Adam yakin, lama-lama ia akan terbiasa.

Hampir 10 menit, Adam sudah berganti baju. Ia telah memakai baju koko, sarung, bahkan pecinya yang selama ini ada dalam lemari paling bawah. Mulai sekarang, ia akan sering memakai pakaian itu untuk salat.

Adam kembali meraih ponselnya yang ternyata masih terhubung panggilan dengan Hawa. Tanpa ragu, ia mengalihkan panggilan itu ke panggilan video hingga ia bisa melihat wajah cantik Hawa saat memakai mukena.

"Udah wudu?" tanya Hawa kepadanya dan Adam mengangguk. "Udah."

"Yaudah, salat dulu. Aku udah salat tadi jama'ah sama Abi." titah Hawa.

"Video call-nya ngga usah gue matiin ya, gue taro di depan sana aja." ujar Adam membuat Hawa hanya mengangguk. Lalu ia meletakkan ponselnya tepat di depan sajadah yang ia bentangkan. Lalu tak lama, Adam mulai menunaikan salatnya. Ya, rasanya ia seperti terlahir kembali untuk memulai hal baik yang baru bisa ia lakukan sekarang.

Adam mengerjakan salat subuhnya dengan khusyu, bahkan ia tak melupakan doa qunut karena memang ia masih hafal berkat praktek salat kala itu. Selesai salat, tak lupa Adam juga langsung berdoa. Tentu saja doa yang utama adalah doa agar ia diampuni segala dosanya oleh Allah, dan tak lupa Adam mendoakan kedua orangtuanya agar ditempatkan di tempat terbaik di sisi Allah.

Lepas berdoa, ia langsung melirik ponselnya, mendapati Hawa yang menatapnya tanpa berkedip, baru Hawa tersadar saat Adam meraih ponselnya.

"Kenapa Wa?" tanya Adam iseng.

Hawa menggeleng. "Ngga, ngga papa." ujarnya. "Abis salat, alangkah baiknya jangan tidur," pesan Hawa.

"Iya." Adam mengangguk.

HAWA untuk ADAM [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang