36- Study tour

1.1K 200 68
                                    

Yang membuat seseorang berubah itu bukan hanya ucapan atau perintah, tapi juga pengalaman. Pengalaman akan memberikan kita banyak pelajaran.

◦ • ●★● • ◦

Telah sebulan berlalu. Akhirnya Adam mendapatkan gaji pertamanya setelah satu bulan bekerja di Cafee milik Abi Hawa. Meski nilainya tak begitu besar, namun setidaknya uang itu bisa ia gunakan untuk membayar uang bulanan sekolah yang masih menunggak.

Meski ada pilihan lain untuk meminta kepada Kakek, atau bahkan Tantenya, namun Adam tidak ingin melakukan itu. Toh, ia juga bekerja atas keinginan sendiri karena bekerja setelah sepulang sekolah memberinya kegiatan yang lebih bermanfaat dari pada dulu, saat ia lebih memilih menghabiskan sepanjang waktunya di markas Valorous.

Walau ia dengan Barra juga Ipin telah berbaikan, tapi Adam belum sempat untuk bermain lagi ke markas Valorous karena ia bekerja sepanjang waktu. Meskipun begitu, intinya Adam senang karena persahabatan ia dan mereka berdua telah kembali seperti semula.

Selepas membayar uang bulanan ke wali kelasnya, Adam sempatkan untuk menunaikan salat dhuha lalu ia lanjutkan menuju kantin untuk mengisi perutnya yang kosong.

"Woi Suseno! Sini!" teriak Barra sembari melambaikan tangannya membuat Adam menoleh. Lepas itu ia mendekat kearahnya.

"Nih gue udah pesenin tadi. Siomay plus es jeruk buatan Bu Yanti, favorit lo." ujar Ipin sembari menyodorkannya kepada Adam.

Adam terkekeh. Ia langsung duduk diantara keduanya. "Makasih ya." lepas itu ia langsung menyantapnya dan tak lupa diawali dengan membaca doa.

"Hawa hebat banget ya," kata Barra tiba-tiba hingga Adam dan Ipin menatapnya bersamaan.

"Hebat kenapa, Bar?" Ipin penasaran. Sedang Adam masih setia menatap Barra sembari mengunyah siomaynya.

"Ya hebat aja. Dia berhasil ngerubah orang sekeras Adam Suseno. Liat dia sekarang Pin, udah beda banget. Bukan cuma penampilannya, tapi auranya juga beda." sedetik setelah Barra menjelaskan, Adam hanya terkekeh.

"Lah iya baru sadar. Jiwa anak geng motornya udah luntur, Bar." sambung Ipin. Benar apa yang mereka berdua katakan.

Penampilan Adam jauh lebih baik sekarang. Rambut yang dulu selalu urakan sekarang terlihat tertata rapih. Baju seragam yang biasanya selalu di keluarkan dan bahkan selalu dilipat lengannya hingga nampak otot-ototnya, kini jauh terlihat seperti seorang siswa pada layaknya. Celana yang dulu ia desain untuk siaga banjir pun sekarang telah ia ganti dengan celana yang semestinya dikenakan oleh seorang siswa. Dan itu semua, tentu atas petuah Hawa. Karena merubah sikap harus dibarengi dengan merubah penampilan. Begitu tuturnya.

"Ngga sia-sia kayaknya dia dulu ngejar Hawa mati-matian. Nyatanya, yang bisa jinakin Adam Suseno, ya cuma Hawa." lagi-lagi Adam terkekeh mendengar penuturan Ipin.

"Alhamdulillah. Gue ketemu sama cewek yang pas." tukas Adam dengan senyumannya.

"Oh ya, denger-denger lo kerja kalo tiap pulang sekolah, Dam?" tanya Ipin yang tentunya dianggukki oleh Adam.

"Iya. Lumayan, buat bayar uang bulanan sekolah." tutur Adam.

"Kerja di mana? Kerja apaan?" Barra ikut penasaran.

"Kerja di Caffe milik Abinya Hawa. Cuma jadi pelayan sih, tapi tetep Alhamdulillah aja. Udah sebulan gue kerja, gue bisa bayar uang bulanan yang nunggak tanpa ngerepotin Kakek atau Tante gue." jelas Adam membuat kedua temannya mengangguk paham.

"Lo kalo lagi butuh sesuatu, butuh uang, jangan segan bilang sama kita Suseno. Kita pasti bantu kok." Barra menepuk bahunya diikuti anggukan oleh Ipin.

HAWA untuk ADAM [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang