47- Ujian sebelum pernikahan

1.2K 177 59
                                    

Ada seseorang yang berkhawatir lebih, karena rasa cinta yang terlalu kuat.

◦ • ●★● • ◦

"Halo mantan temen." sapa si br*ngsek itu membuat Adam bernafas jengah.

"Lo mau apa lagi sih? Lo ngga bosen gangguin gue dan semua orang yang deket sama gue?" gertak Adam habis kesabaran.

Dengan wajah mengesalkannya, Tristan justru tersenyum. "Ngga." mendengar jawaban itu, Adam makin kesal.

"Gue belum bisa bikin lo mati. Jadi gue bakal terus gangguin lo dan semua orang yang deket sama lo." ancam Tristan menantang.

"Gue harus apa biar lo berhenti gangguin gu-"

"Mati." selang Tristan. Kemudian ia terkekeh. "Iya, lo harus mati. Setelah itu baru gue puas." serakahnya.

"Gila lo!" sarkas Adam. Ia menarik kerah jaket Tristan. "Hidup mati gue bukan urusan lo! Lo pikir lo tuhan? Pencabut nyawa?!" Adam langsung saja mendorong Tristan tapi tak sampai jatuh.

Tristan menyeringai. "Gue bisa aja bunuh lo sekarang." tantang Tristan sembari mengeluarkan sebilah pisau yang ia acungkan tepat di depan wajah Adam.

Adam gentar. Ia terus menelan ludahnya berkali-kali seraya terus memundurkan langkahnya perlahan karena benda tajam itu terus mengarah kepadanya.

Tapi Adam tak takut, ia justru memberanikan diri. Dengan sigap Adam melakukan perlawanan kepada Tristan hingga pisau yang Tristan pegang seketika terlempar jauh, sedang dirinya tersungkur di tanah.

"Masih jago juga lo." Tristan berusaha kembali berdiri walau masih merasakan sakit.

Kemudian Tristan maju selangkah. "Oke, gue ngga akan bunuh lo hari ini. Tapi tunggu aja, jangan harap hidup lo tenang!" celetuk Tristan namun Adam tetap tak memperdulikannya. Hampir ia ingin memukul Tristan kembali, tapi sesaat warga berdatangan, hal itu membuat mereka berdua segera melarikan diri masing-masing.

Adam menghentikan langkahnya ketika ia merasa sudah aman. Nafasnya mendadak tersengal-sengal dan lagi dadanya terasa nyeri. Tapi untung saja ia sudah dekat dengan Caffe. Hanya butuh beberapa langkah lagi hingga akhirnya ia sampai.

Begitu Adam memasuki Caffe tersebut, ia mengedarkan pandangannya dan ia menemukan Barra dan Ipin tengah duduk di salah satu bangku Caffe. Bersamaan dengan itu Ipin juga melihatnya, langsung saja Ipin melambaikan tangan.

Adam mendekati mereka, ia juga ingin beristirahat sebentar sebelum mulai bekerja. Langsung saja ia mendatangi bangku yang keduanya duduk dan tak lupa saling beradu tos.

"Gue kira lo ngga kerja hari ini. Soalnya kata Barra, lo lagi pergi sama Hawa." tukas Adam ketika ia duduk diantara keduanya.

"Emang bener 'kan, Suseno?" tanya Barra memastikan.

Adam masih menstabilkan nafasnya. "Udah kelar, makanya gue kesini. Kan tetep harus kerja." jawabnya.

"Lo kenapa dah ngos-ngosan gitu? Abis dikejar setan?" tanya Ipin peka.

"Iya, abis dikejar setan. Titisan setan." Adam terkekeh. Ia mengingat panggilan itu selalu Ipin berikan untuk Tristan.

"Serius lo di kejar sih Titisan setan?" Ipin membulatkan matanya.

"Tristan?" tanya Barra ikut memastikan.

"Ngga dikejar juga sih, tapi tadi gue ketemu dia waktu mau kesini." terang Adam.

"Bukannya tadi pagi juga dia cegat Hawa?" Barra menatapnya.

Adam mengangguk. "Iya, 'kan lo yang tadi nolongin Hawa." tukas Adam. "Tapi tadi waktu gue sama Hawa pun, dia ngikutin. Cuma Hawa ngga sadar aja dan gue pura-pura ngga tau biar Hawa ngga takut. Eh pas gue udah sendirian, dia muncul dan tiba-tiba nunjukkin pisau." tambahnya.

HAWA untuk ADAM [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang