Hawa Zahiratun Nahda El Ahkam

15.7K 1K 180
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Laki-laki yang baik ketika dia menyukaimu, dia tidak akan mengajakmu berpacaran karena dia tahu, pacaran termasuk hal yang maksiat.
◦ • ● ★● • ◦


"Yakin Kak, ngga mau pindah ke Pesantren aja?" tanya Abinya --Ahkam--, saat sarapan pagi baru saja usai dimana disini terdapat ia, istrinya juga kedua putrinya.

"Abi, kan dari kelas 10 Hawa itu masuk SMA. Hawa ngga mau masuk Pesantren, Bi." tukas salah satu putrinya yang ia panggil dengan sebutan 'Kak' karena memang Hawa adalah anak pertamanya.

Hawa Zahiratun Nahda El Ahkam nama lengkapnya, atau ia biasa dipanggil dengan sebutan Hawa. Seorang gadis berusia 17 tahun yang merupakan Putri pertama dari pasangan Hafidul Ahkam dan Aisyah Maulina.

"Kalo kamu mau pindah ke Pesantren juga bisa Kak. Nanti Abi yang urus." balas Ahkam membuat Hawa berdecak sebal.

Meski Hawa terlahir di keluarga islami dan memiliki seorang Abi lulusan Santri dan mantan vokalis Hadrah, Hawa memilih untuk sekolah di sekolah Negeri daripada harus masuk Pesantren karena ia fikir menuntut ilmu agama tidak harus di Pesantren.

Berulang kali, bahkan entah sudah ke berapa kali sang Abi memaksanya untuk masuk Pesantren sepertinya, namun berulang kali juga Hawa menolaknya dengan alasan demikian.

Karena walaupun Hawa tidak masuk Pesantren, ia tetap rajin mengaji dan beribadah seperti pinta Abinya. Hawa juga tetap berpenampilan syar'i seperti yang diajarkan oleh sang Umi walau ia bersekolah di Sekolah Negeri.

"Ngga mau Abi, Hawa mau pindah ke SMA aja." tukasnya.

Alasan mengapa Hawa pindah karena tepat kemarin ia sekeluarga pindah dari Probolinggo ke Surabaya. Dulu ia memang tinggal dan besar di Probolinggo, Kota Abinya berasal. Namun saat ini keluarganya pindah karena Abinya telah menyelesaikan pembangunan rumah di Surabaya yang sekarang telah ditempati.

Kenapa harus di Surabaya, tentu saja karena Uminya berasal dari Surabaya. Uminya mengikuti sang Abi untuk tinggal di Probolinggo sampai Hawa dan adiknya besar.

"Yasudah, percuma juga Abi maksa kamu." tukas Ahkam.

"Abi marah sama Hawa?" dengan perasaan cemas, Hawapun memberanikan diri untuk bertanya.

Ahkam menggeleng. "Ngga. Kalo Abi marah, dari dulu Abi ngga izinin kamu sekolah di Sekolah Negeri," Ahkam nampak terkekeh.

"Abi kan udah bilang juga sebelumnya Kak, Abi sama Umi ngga memaksa, cuma menawarkan. Kalo kamu ngga mau yasudah, tapi semuanya kembali lagi sama kamu. Kamu harus berani bertanggung jawab atas apa yang sudah kamu pilih." lanjutnya yang membuat Hawa mengangguk.

Hawa paham maksud sang Abi. Saat Hawa lulus sekolah dasar dan memilih lanjut ke sekolah menengah pertama, ia sempat di tawarkan untuk masuk Pesantren namun Hawa menolak, untungnya kedua orangtuanya membolehkannya bersekolah di sekolah Negeri. Begitu masuk SMA, ia juga kembali ditawari untuk masuk Pesantren namun kedua kalinya ia menolak, dan saat itu orangtuanya tak memaksa lagi.

Mereka membolehkan Hawa bersekolah di sekolah Negeri dengan syarat demikian, Hawa harus mampu bertanggung jawab atas pilihannya, dan Hawa setuju. Meskipun begitu bukan berarti kedua orangtuanya melepaskan tanggung jawab mereka sebagai orangtua, maksud mereka memberi syarat untuk Hawa agar bisa bertanggung jawab atas pilihannya adalah agar Hawa bisa memilih mana yang baik untuknya dan mana yang buruk baginya karena semua itu hanya dirinya lah yang tahu.

Hawa harus bisa bertanggung jawab atas pilihannya sendiri jika apa yang ia pilih salah. Hal tersebut juga menjadi cara kedua orangtuanya untuk mendidik Hawa untuk menjadi Anak yang mandiri dan bertanggung jawab.

HAWA untuk ADAM [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang