Last Ending (TAMAT)

3.5K 306 155
                                    

Note: Wajib baca sampai selesai.

Kehilangan kamu untuk selama-lamanya adalah patah hati terhebat bagiku.

◦ • ●★● • ◦

2 hari sebelum Adam pergi.

Hari kelima setelah siuman. Adam mulai menunjukkan dirinya semakin membaik. Ia sudah lancar berbicara, padahal sebelumnya ia selalu merasa perutnya sakit saat membuka mulut. Bahkan ia juga sudah bisa menggerakkan tubuhnya.

Adam tersenyum, ia senang karena masih diberi kesempatan untuk bernafas setelah kejadian kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya saat itu. Kecelakaan itu pula yang tiba-tiba mengingatkannya pada kecelakaan Ayahnya belasan tahun silam. Mungin setelah ini, trauma itu akan kembali ia hindari.

Saat ini masih cukup pagi. Belum ada Hawa, atau bahkan kedua sahabatnya yang datang karena memang mereka harus kuliah lebih dulu dan biasanya akan datang kemari secepat mungkin. Adam beruntung memiliki mereka. Disaat ia ada di keadaan terburuk, mereka masih menemaninya hingga hari ini.

Adam mengusap wajahnya setelah ia selesai berdoa karena memang ia baru saja menunaikan salat dhuha walau ia hanya bisa salat dalam keadaan duduk di ranjang tempat tidurnya. Tapi tak apa, yang penting ia masih bisa menunaikan salat.

Sajadah yang ia gunakan untuk alas salat segera ia lipat kembali. Namun, ditengah-tengah melipat sajadah itu, tiba-tiba Adam merasakan dadanya kembali sesak.

Rasa sesak itu kembali ia rasakan semenjak kecelakaan kala itu. Hal yang menurut Adam lebih menyakitkan daripada luka dan retak tulang leher pada saat kecelakaan.

Ia terus menekan dadanya, tapi yang ia rasakan semakin sesak dan sakit. Mungkin ini karena penyakit jantung koroner yang ia idap selama beberapa bulan terakhir akibat kelelahan.

Adam tiba-tiba teringat mimpinya semalam. Ia bertemu dengan Ayah dan Bundanya setelah sekian lama Adam tidak menjumpai mereka dalam mimpi.

"Pulang Dam ... Sudah selesai."

Kalimat itu diucapkan Ayahnya dan terus tergiang dipikirannya setelah ia terbangun dari mimpi tersebut. Awalnya Adam tidak tahu apa maksud ucapan itu, tapi sekarang ia tahu. Mungkin, waktunya sudah tidak lama lagi.

Adam masih meringis kesakitan sembari memegang dadanya hingga matanya mulai berkaca-kaca. Ia ingat apa yang pernah Dokter katakan padanya, jika penyakit jantung yang ia idap cukup berisiko.

Jujur saja ia belum siap pergi secepat itu. Ia masih ingin terus memperbaiki diri dan terus beribadah. Tapi ia juga rindu kedua orangtuanya. Dan mungkin sebentar lagi pada akhirnya ia akan bertemu mereka.

Ketika rasa sakit itu mulai sedikit mereda, Adam meraih sebuah note dan bolpoin yang ada di atas meja. Adam berencana menulis beberapa surat untuk orang-orang terdekatnya jika sewaktu-waktu ia benar-benar harus pergi.

Tangannya memang masih terasa cukup sakit, tapi Adam memaksakan untuk tetap menulis beberapa lembar surat yang akan berisi hal-hal yang mungkin tidak akan bisa ia sampaikan secara langsung kepada orang-orang itu.

Disepanjang isi surat yang ia tulis, Adam berderai air mata. Jika boleh memilih, ia ingin hidup dan bertahan lebih lama lagi, tapi jika Allah sudah memanggilnya, apa lagi yang bisa ia lakukan selain pasrah.

Adam tahu, mungkin jika suatu hari nanti ia tiba-tiba pergi, akan ada beberapa orang yang menangisi kepergiannya. Tapi Adam berharap mereka bisa mengikhlaskan dirinya.

Cukup memakan waktu, akhirnya surat-surat itu selesai ia tulis. Adam juga menuliskan untuk siapa saja surat itu tertuju. Sebenarnya Adam berharap mereka tidak akan menemukan surat itu, karena jika mereka berhasil menemukannya, itu artinya ia sudah tak ada didunia lagi.

HAWA untuk ADAM [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang