21- Sebatang coklat

1.1K 216 112
                                    

Terkadang, suatu hal kecil akan bermakna besar jika didapat dari seseorang yang spesial dihatimu.

◦ • ●★● • ◦

Mendapat jam istirahat lebih cepat dari biasanya sedikit menyenangkan bagi para siswa kelas 11 IPA 2 karena mereka bisa menuju ke kantin lebih awal tanpa harus mengantri seperti biasanya.

Seperti Hawa, lepas menunaikan salat dhuha, ia juga menyempatkan waktu untuk melepas lapar dan dahaga dengan membeli sesuatu di kantin sekolahnya.

Hawa ingat, ia membawa sebatang coklat disaku roknya. Ya, coklat itu rencananya akan ia berikan kepada Adam sebagai permintaan maaf kemarin karena Adam sudah menunggunya untuk pulang bersama, namun Hawa tak ingat jika ia memiliki janji bersama Wildan untuk mengajar anak-anak mengaji di kampung kumuh.

Hal itu Hawa lakukan tentu saja karena ia merasa tak enak hati, ia bisa melihat raut wajah Adam yang seketika berubah drastis saat Hawa memilih pulang bersama Wildan. Sehingga hari ini ia akan meminta maaf, namun sepertinya Hawa belum melihat batang hidungnya.

"Nyari siapa Wa?" tanya Windy yang seakan tahu jika Hawa tengah mencari seseorang. Saat ini ia memang tengah di kantin bersama Windy karena memang Amira tidak berangkat hari ini.

"Eh, ngga nyari siapa-siapa kok," elaknya dan Windy terlihat mempercayainya.

"Kamu tau ngga Wa kenapa Amira ngga berangkat hari ini?" pertanyaan dari Windy membuat Hawa meliriknya.

Ia menggeleng, "ngga tau, kenapa emangnya? Katanya ada keperluan keluarga," balasnya.

"Aku juga ngga tau sih, tapi tadi aku liat Mamanya Amira kesini terus ke ruang BK tau," sambung Amira.

"Ruang BK? Ada perlu apa?" Hawa bertanya balik dan kini giliran Windy yang menggeleng.

"Ngga tau juga sih." Windy mengedikkan bahunya.

"Aku, kalo aja orang tuaku diundang BK, auto masuk Pesantren." Hawa terkekeh.

"Jangankan kamu Wa, kalo aku juga mungkin kayak gitu." tambah Windy ikut terkekeh, "kamu tau ngga salah satu siswa di sini yang hobinya keluar masuk BK tapi ngga kapok-kapok?" tanyanya.

"Siapa?"

"itu, mantannya Amira, si Adam. Dia yang hobi banget ngapelin Bu Indah ngga pernah bosen wkwk," balas Windy.

"Padahal dia cucunya Kiai ya," sambung Hawa membuat Windy membulatkan matanya.

"Cucunya Kiai? Serius?"

Hawa mengangguk. "Iya, dia cucunya Kiai pemilik Pesantren tempat aku ikut kelas tahfidz. Awalnya juga aku ngga nyangka, cowok kayak Adam ternyata cucunya Kiai," jelas Hawa.

"Wah aku baru tau sih, cucunya Kiai bisa berandalan macem Adam ya, mana dia juga ketua geng motor." Windy menggeleng-gelengkan kepalanya. Ya, Hawa juga tahu sebab Adam pernah mengatakan kala itu jika dia adalah seorang ketua geng motor.

"Ah, jangan ngegosipin orang Win, ngga baik," selang Hawa terkekeh. "Mending kita balik ke kelas yuk, bentar lagi bel masuk bunyi kayaknya," ajak Hawa yang tentunya disetujui oleh Windy hingga keduanya mulai meninggalkan kantin.

Beberapa langkah dari kantin, Hawa tidak sengaja melihat dua orang yang sepertinya tidak asing baginya. Dua orang itu sepertinya yang selalu bersama Adam, Hawa juga ingat jika salah satu dari mereka pernah bertemu dengannya saat membeli nasi goreng bersama sang Abi, namun Hawa tidak melihat sosok Adam.

"Eh Win, kamu duluan aja ya, aku mau ke toilet dulu," ujar Hawa di tengah jalan membuat Windy mengangguk cepat dan bergegas meninggalkannya.

Sementara Hawa masih di tempatnya, sepertinya ia akan mencoba bertanya kepada kedua teman Adam walau ia sedikit ragu dan takut, namun Hawa akhirnya melangkahkan kaki mendekati bangku kantin yang di duduki oleh keduanya.

HAWA untuk ADAM [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang