Bab 1 Kerajaan Langit/Mandalawangi

1.3K 51 4
                                    

Keluarlah seorang pemuda dari taksi sehabis menaiki Bus dari Klaten Jawa tengah menuju Bandung Jawa barat.

"Terpaksa aku harus kesini, nampaknya akibat dua gunung meletus membuat tiket Bus semakin mahal saja" gumam pemuda itu mendengkus kesal.

Kesal dengan perjalanannya yang panjang lalu kejebak macet di taksi berjam-jam, ditambah orang yang lagi demo dipinggir jalan dengan pengeras suara disiang hari, hingga membuatnya lupa untuk beristigfar.

Tiba-tiba salah satu anak yang bermain disana tidak sengaja melihat seekor Elang Jawa tengah bertengger di dahan pohon. Sontak teriakkan anak itu membuat teman-temannya yang sedang bermain mendekat lalu melemparinya dengan batu, karena penasaran pemuda itupun berjalan menghampiri mereka.

"Njir kenapa dia gak kabur yah?" Tanya temannya
"Burung peliharaan yang lepas kali"
"Eh tangkap cuy!"
"Kamu inih mana bisa, percuma tau" ucap anak itu lalu mengambil batu dibawah kakinya, karena kasihan pemuda itupun segera menghentikan perbuatan mereka namun anak-anak itu bawel dan tetap melempari burung itu dengan batu hingga ia terbang menghindar ke pohon lain yang jaraknya lumayan tak jauh dari pohon pertama ia hinggap. Anak-anak yang usil dan kurang kerjaan itu terus melempar batu secara beramai-ramai ke arah elang hingga ia terbang pergi ke arah gunung. Sejenak pemuda itu melihat kepergian sang Elang Jawa, karena takut kesorean ia kemudian melanjutkan perjalanannya sambil memegang secarik kertas dan merangkul tas yang terlihat berat dipundak dengan tergesa-gesa.

"Assalamualaikum, kula nuwun paman, apa paman tahu alamat ini?" Tanyanya pada seorang pengembala sapi yang lewat.
"Oh ya, jalan ini lurus saja den bila ketemu pohon bambu aden masuk gang setelah itu lurus aja sampai ke penghujung jalan nanti aden akan menemukan satu-satunya rumah disana, tidak salah itu tempatnya"
"Matur nuwun paman"
"Sami-sami" ucap pengembala sambil terus memperhatikan pemuda itu lama.

Setelah mengetahui lokasi rumah dari orang yang ia cari, diapun melanjutkan perjalanannya hingga dua pohon bambu berwarna kuning diantara sisi jalan membuatnya terhenti sejenak.
"Kebetulan apa ini, tempat dan pohon bambu ini sangat mirip dengan apa yang ada didalam mimpiku kemaren" ujarnya

Dari kejauhan, atap rumah milik orang yang ia cari mulai kelihatan. Ia pun berjalan cepat menuju ke tempat itu.

Tok tok tok

"Assalamu'alaikum, assalamu'alaikum?" panggilnya sambil mengetuk pintu
"Wa'alaikumusalam cepat masuk!" ujar Mbah dengan mata waspada menyuruh pemuda itu untuk segera masuk ke rumahnya

Pemuda yang tidak pernah bertemu bahkan bicara dengan Mbah sebelumnya merasa keheranan, pikirnya tiba-tiba saja ia langsung disuruh masuk ke rumah beliau tanpa bertanya tentang siapa namanya, asalnya dari mana dan tujuannya apa lebih dulu. Melihat si Mbah bertingkah aneh dan mengunci rapat pintu serta jendelanya, membuat pemuda itu menjadi takut sekaligus kebingungan, kemudian Mbah itu mengantarkannya ke ruang tamu dimana disana terdapat seorang pria tua tengah duduk dikursi sambil menghisap sebatang rokok, lalu memperhatikan pemuda itu sedang membuka tas dengan tatapan dingin.

"Akhirnya kau datang juga, kami sudah lama menunggu kedatangan mu"
"Punten mbah sebelumnya, apa si mbah tahu tentang kotak ini?" Tanyanya sambil memperlihatkan kotak berukiran naga pada kedua orang itu.
"Apakau membawa kotak itu tanpa penutup kain kuning?" ucap Mbah dengan nada tegas serak dalam, sehingga membuat pemuda itu semakin ketakutan.
"Pu punten mbah sebelumnya, saya tidak tahu sebenarnya ini apa, tapi saya diamanahkan oleh almarhum kakek saya untuk menjaganya. Baru-baru ini saya terus dapat bisikan untuk membawanya ke tempat mbah"
"Kau harus berhati-hati jika menyangkut dengan kotak itu, karena cahaya kotak itu akan membuat mereka tertarik. Tapi karena kau menyembunyikannya didalam tas mungkin tidaklah apa-apa" ucap tenang kakek tua itu memberi peringatan sambil mematikan batang rokoknya yang menyala.
"Ngapa Ki?" Tanya pemuda itu penasaran, kakek itu lalu menundukkan kepalanya dengan wajah serius kemudian berkata
"Sama halnya manusia yang sangat penasaran tentang bocah pengembala dan ratu adil yang ditujukan untuk membawa kebaikan di nusantara ini, begitu pula dengan mereka. Mereka juga memiliki ramalan di dunia mereka sendiri" ujar kakek membuat pemuda itu bingung, kemudian sang kakek berjalan ke arah pemuda itu dan memegang kotak naganya.

Takdir Dewi SekarwangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang