Bab 22 Menemuimu

66 10 0
                                    

Bab 22 Menemuimu

Angin yang berhembus dengan deburan ombak yang mengenai kakinya, Sekar mulai bersenandung sembari berjalan dipinggir pantai dengan perasaan yang berbunga-bunga. Tiba-tiba dia melihat seorang laki-laki sedang berdiri diam memandangi lautan dengan wibawanya.

"Adiwesa" tebak Sekar dalam hati ketika melihat perawakannya yang sama persis seperti Adiwesa, Sekar kemudian berjalan perlahan mendekatinya dan langsung memeluknya dari belakang.

Seketika Sekar langsung terbangun dari tidurnya, menyadari itu hanyalah mimpi Sekar pun jadi tertawa.
"Kenapa denganku ini" ucap Sekar memegang dadanya yang berdebar-debar.

Setelah berpakaian Sekar pergi keluar dan jalan-jalan diselasar istana.
"Yunda" sapa Anjani membuat Sekar menoleh ke samping.
"Ada apa dinda?"
"Maukah yunda membantuku memetik bunga?"
"Hmm, baiklah aku akan membantumu" senyum Sekar.

Melihat hamparan bunga berwarna merah muda yang indah membuat perasaan Sekar semakin bahagia, sampai-sampai dalam memetik bunga sekalipun dia terus tersenyum sembari bersenandung. Melihat kakaknya sangat bahagia Anjani jadi penasaran dan lantas ia pun bertanya

"Tampaknya yunda hari ini sangat bahagia sekali, mulai dari tadi kuperhatikan yunda terus bersenandung dan senyum-senyum sendiri. Ada gerangan apa yunda, ada kabar gembirakah?"
"Tidak ada dinda"

Anjani yang tahu kakaknya berbohong lantas tertawa, sehingga tawanya membuat Sekar menatap ke arahnya heran.
"Kenapa dinda kenapa kau tertawa?" tanya Sekar melihat Anjani masih tertawa.
"Jangan berbohong yunda, aku tahu yunda pasti menyukai seseorangkan?" ucapnya membuat sekar terdiam menatapnya dan langsung mengalihkan pandangannya kearah lain karena malu.
"Siapa pangeran beruntung itu yunda?" Tanyanya penasaran.
"Kau tidak perlu tahu" ucap Sekar menjauhi Anjani kemudian Anjani berjalan mendekatinya dan terus mengganggunya.

*******


Beberapa prajurit yang beristirahat berkumpul dibawah pohon besar sambil membahas sesuatu dan tanpa sengaja salah satu prajurit itu melihat ke arah Adiwesa yang duduk termenung menyendiri di bawah pohon.

"Coba lihat!"
"Hehehe pasti panglima kita sedang memikirkan wanita misterius itu" tebaknya
"Malam tadi aku tidak sengaja melihat Panglima Adiwesa bergadang semalaman" sahut yang lain.
"Benarkah?"
"Shuttt, kau mau dihukum oleh kanjeng panglima, lebih baik kita diam saja" cibirnya.

Dibawah pohon, Adiwesa termenung memikirkan sesuatu sembari melihat kerang pemberian Sekar ditangannya

"Apa yang harus aku lakukan jika gusti memang benar-benar datang kemari, apakah lebih baik aku menjauh saja, aku takut kalau gusti berteman denganku bisa-bisa kami berdua akan dihukum" pikirnya memikirkan hal-hal buruk terjadi.
"Aku hanya tidak ingin gusti putri terluka karena diriku" gumamnya dengan wajah serius.
"Tidakkan kubiarkan laki-laki rendahan dan sedehana sepertimu mendekati bahkan mencintai putriku" ingatnya sekilas akan perkataan Prabu Blantara yang slalu terngiang-ngiang di kepalanya, hingga pikirannya dihantui rasa takut untuk bertemu dengan Sekar. Adiwesa yang dilema kemudian semakin menundukkan kepalanya sendu.

*******

Setelah tugas membantunya selesai, seperti biasa Sekar memperdalam ilmu bela diri dengan menggunakan senjatanya bersama Senopati Adikarya.

Cring cring cring

Dengan ayunan senjata Adikarya berhasil melempar jauh senjata Sekar dari tangannya saat bertarung.
"Ada apa denganmu gusti, gusti berlatih tidak seperti biasanya, biasanya gusti sangat berupaya untuk mengalahkan hamba, tapi sekarang gusti..." heran Adikarya yang mengalahkan Sekar tiga kali dalam latihan itu.
"Entahlah paman, aku bahkan tidak tahu apa yang terjadi padaku ini. Namun aku merasa aku sangat bahagia sekali"
"Sangat bahagia, bahagia kenapa gusti?" Tanya Adikarya penasaran.
"Dialah yang membuatku tidak bisa berkonsentrasi dalam latihan ini paman. Kemaren, aku bertemu seseorang di Jung...." kalimat Sekar terputus ketika ada seorang prajurit memberi salam kepada mereka berdua.
"Maafkan hamba telah menganggu latihan kanjeng gusti putri dan kanjeng Senopati" hormatnya.
"Lancang sekali kau, apakau tak tahu gusti putri sedang bicara..."
Kesal Adikarya yang ingin menebas kepala prajurit itu dengan senjatanya namun dengan cepat dihalangi oleh Sekar.

Takdir Dewi SekarwangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang