Bab 6 Rencana Jahat

159 17 0
                                    

Selama beberapa hari Sekar mengikuti rapat istana dengan wajah melamun, tangannya selalu memainkan jari-jarinya, kadang-kadang napasnya berat, memperhatikan ayahnya sebentar berbicara kemudian menundukkan wajahnya ke bawah. Ayahnya yang memperhatikan sikap putrinya sedari kemaren hanya diam melihat perilakunya, namun ayahnya tidak peduli dan kemudian melanjutkan pembicaraannya pada semua orang yang ada disana.

"Aryandra kau harus memperkuat pertahanan di gardhu barat, setidaknya waspada kalau saja Siluman Ular diperbatasan Mandala dengan Ciaruteun mencoba masuk untuk menyerang!" perintah raja.
"Nuwun Sewu Gusti prabu, berarti kami harus menambah jumlah prajurit yang berjaga di Perimbunan?" Tanya Aryandra sopan.
"Hmm tentu saja" angguk raja
"Sendiko gusti hamba akan melakukan sesuai perintah dari kanjeng gusti"

"Aneh-aneh saja, Raja Uray Cokrowuloyo memang tidak tahu diterimakasih" ucap kesal Adipati Chayapatha.
"Kau benar Adipati Chayapatha, padahal Kerajaan Mandalawangi sudah banyak membantunya, tapi mereka...hmmm" ucap setuju Adipati Akarsana.
"Tampaknya ada sesuatu yang membuat mereka berkhianat dan menyerang" ucap raja.
"Bagaimanapun kita harus waspada, serangan bisa muncul di arah manapun tanpa kita sadari, bahkan kerajaan-kerajaan yang bekerjasama dan tunduk dengan kitapun juga bisa menjadi musuh. Belum lagi dengan beberapa kerajaan diluar Jawadwipa yang belum kita kuasai" sambung raja, membuat semua adipati dan petinggi-petinggi lainnya menganggukkan kepala.

Setelah rapat itu berakhir, Sekar pergi begitu saja tanpa bicara sepatah kata pada ayahnya, sehingga membuat ayahnya menjadi kebingungan

"Ada apa dengan anak itu?" heran raja pada perilaku putrinya sendiri.
"Ngapunten hamba tidak sopan sebelumnya kanjeng gusti. Apakaah, gusti prabu sudah melakukan apa yang saya sarankan?" Tanya sopan Adipati Wiguna.
"Aku belum melakukannya"
"Melihat gusti putri Sekar terus melamun, apakah gusti prabu tidak khawatir akan hal itu"
"Tentu saja aku khawatir Wiguna"
"Hamba rasa gusti harus memberikan waktu kepada gusti putri. Beban yang diberikan gusti prabu padanya mungkin membuatnya lelah, sehinggaa gusti putri sering melamun. Di tambah gusti putri juga baru sembuh beberapa hari dari racun mematikan itu gusti prabu"
"Hhmm" Prabu Blantara menghela napas sambil melipat kedua tangannya ke belakang.

*******

Saat keluar dari pendopo, Sekar langsung pergi menuju Jagasura untuk melatih keahlian bertarungnya dengan Senopati Adikarya yang secara kebetulan juga berada disana. Sedangkan dari kejauhan ada seorang laki-laki yang memperhatikan Sekar berlatih bersama Adikarya, nampaknya dia kagum melihat keahlian Sekar dalam bertarung.

"Sungguh beruntung laki-laki yang kelak akan menjadi suami gusti putri nanti" ucap laki-laki muda itu di dalam hatinya kemudian pergi dari sana.

"Kenapa denganmu hari ini gusti?" Heran Adikarya
"

Apa yang membuat gusti melampiaskan amarah gusti kepada hamba, hingga gusti sendiri tidak bisa mengendalikan senjata dan hampir melukai hamba"
"Maafkan aku paman, aku tidak bermaksud untuk melukai paman. Aku, aku hanya merasa bersalah" jelas Sekar sambil berjalan menjauhi Adikarya.
"Bersalah pada siapa gusti?"
Pertanyaan dari Adikarya membuat Sekar bingung antara menjawabnya atau tidak.
"Aku hanyaa. Merasa kalau pela...."

Melihat kehadiran ayahnya yang semakin mendekat membuat Sekar menghentikan pembicaraannya dengan Adikarya. Sekar kemudian menghadap ke arah ayahnya dengan tersenyum paksa, dalam hatinya dia merasa kecewa pada ayahnya. Saat tahu ayahnya sudah menghukum mati pelayan tabib itu hanya karena menemukan bukti racun di lipatan kain, pikir Sekar bagaimana kalau ada orang lain yang menjebaknya. Memang pelayan itu sudah tiada, tapi membiarkan musuh yang sebenarnya berkeliaran didalam istana, bukankah sama saja membawa ular beracun ke dalam rumah. Apabila Sekar mengatakan bahwa pelayan tabib itu tidak bersalah juga tidaklah mudah, kalau dipikir dia masih belum menemukan bukti dan siapa pelakunya, tentu saja ayahnya tidak akan percaya padanya ditambah Sekar juga tidak memiliki banyak waktu untuk menyelidikinya.

Takdir Dewi SekarwangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang