Berita tentang Sekar dan Selir Sena tersebar dan terdengar sampai ke telinga sang Raja Sangaskara, mendengar hal itu dari patihnya wajah Sangaskara langsung berubah. Matanya menyipit, dahinya mengeryit tidak suka dan langsung membanting kendi keramik dekat dengan ranjang tidurnya sembari berteriak meluapkan emosinya. Istrinya yang melihatnya marah mencoba untuk menenangkannya dan menyuruhnya untuk duduk namun suaminya itu malah menolak.
"Aah, ini pastilah rencana Blantara untuk membuatku bersujud minta maaf dihadapannya" ujarnya marah-marah sambil mendorong pas bunga didekatnya
"Kanda bukankah aku sudah mengatakan kepadamu berkali-kali, kalau ada sesuatu yang tidak beres dengan wajah Sekar. Aku rasa wajahnya terlihat buruk rupa hanya bisa dilihat oleh kaum laki-laki saja bukan perempuan, berita itu benar kanda"
"Aalah itu pasti berita yang dibuat-buat, aku tidak percaya. Mungkin saja saat pesta itu dia sengaja membuat wajah putrinya terlihat buruk rupa dan saat rencananya berhasil dia membalikkan keadaan untuk merebut Kerajaan Anggala caklawu dariku, itu pasti rencananya"Mendengar celoteh dan melihat kelakuan suaminya seperti orang yang tidak waras dan selalu berpikiran negatif, membuat istrinya menggeleng-gelengkan kepalanya. Istrinya pun berjalan mendekati suaminya dan berkata lembut
"Kanda, coba pikirkan bagaimana seorang ayah seperti Blantara berbuat seperti itu pada putri sulungnya dihadapan banyak orang kanda, dan kenapa saat kau mempermalukannya dia tidak langsung menyatakan berperang dengan kita" ucap istrinya membuat Sangaskara terdiam
"Sudah kubilang dinda, itu pasti bagian dari rencananya" tegasnya.
"Saat kanda menyebarkan berita itu, hampir semua orang di Jawadwipa tahu dan pihak Mandalawangi tidak sedikitpun menyerang kita kanda. Aku percaya kalau wajah Sekar terlihat buruk rupa adalah karena perbuatan dari Sena"Raja Sangakara kemudian berjalan menjauh karena tidak sependapat dengan istrinya.
"Kakanda kurasa kita harus meminta maaf, tidak salahnya kita mencoba dari pada terjadi sesuatu pada kerajaan kita" bujuknya
Mendengar perkataan istrinya, membuat Raja Sangakara semakin memanas dan menyerangnya tiba-tiba hingga terlempar dan membuat kepalanya terbentur keras ke dinding, pikirnya bagaimana istrinya itu malah membela Kerajaan Mandalawangi dan tidak mendukung suaminya. Pangeran Ariya wangsa yang bertepatan mau bertanya pada ayahnya seketika melihat ibunya telah terbaring kesakitan memegang kepalanya langsung membantunya.
"Kenapa ayahanda menyerang ibunda?" Tanyanya geram, namun ayahnya hanya memalingkan muka dan melipat kedua tangannya.
"Ayahandamu tidak mau meminta maaf pa...pada Kerajaan Mandalawangi" ujar ibunya sambil menahan sakit di kepalanya dan tiba-tiba batuknya mengeluarkan darah.Pangeran Ariya wangsa yang melihat hal itu langsung khawatir dan segera membantu ibunya dan menyuruh prajurit didepan kamar untuk segera membawa ibundanya ke tabib kerajaan untuk diobati. Setelah kedua prajurit itu membawa ibundanya pergi, Pangeran Ariya wangsa berjalan mendekati ayahnya dengan perasaan marah
"Saat pesta itu aku mengaku salah, mempermalukan Putri Sekar dihadapan orang banyak membuatku merasa bersalah dan apa yang dikatakan oleh ibunda memang benar ayahanda, kita harus meminta maaf pada mereka"
"Dimana ku taruh mukaku ini nantinya, apa kau tidak memikirkan nama ayahmu dan martabat keluarga kita"Ucapannya yang tidak mendukung sama seperti ibundanya ditambah dengan bulian para raja yang terus terngiang dikepalanya, membuat Raja Sangaskara semakin bertambah marah dan mencoba untuk membunuh putranya dengan mencekiknya, namun karena Ariya wangsa adalah putra mahkota dan sekaligus putra kesayangannya dia memaafkannya dan kemudian melepaskannya.
"Ingatlah Ariya wangsa kau adalah putra mahkota, putra mahkota tidak bertindak bodoh dan harus mengikuti jejak dari ayahandanya" ujar ayahnya kecewa kemudian pergi dari sana dengan cepat menuju pendopo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Dewi Sekarwangi
Historical FictionMenceritakan tentang takdir kehidupan dan cinta seorang wanita dari bangsa lelembut tanah Jawa yang hidup selama ribuan tahun yang lalu pada masa Kerajaan tertua di Jawa hingga pada masa Kerajaan Medang Mataram, ia lah saksi dari peradapan nusantara...