Bab 26 Kalung Merah Delima

49 8 0
                                    

Di Pendopo

Prabu Blantara sedang asik membahas sesuatu yang amat serius tentang putrinya bersama saudaranya Raja Langsa, Mahapatih Daraseta dan Adipati Sigarawongso.

"Aku memanggil kalian berdua kemari karena aku ingin tahu pendapat kalian tentang wajah putriku" ucap raja menatap Mahapatih Daraseta dan Adipati Sigarawongso yang menunduk.
"Katakan saja sejujurnya aku ingin tahu, apakah benar apa yang dilihat oleh saudaraku tentang putriku kalaau terdapat kudis diwajahnya" sambung Prabu Blantara.
"Nuwun sewu sadurunge kanjeng gusti prabu, waktu itu kami tidak berani untuk memberitahu kepada kanjeng gusti"
"Katakan saja apa yang kalian lihat?" tatap raja serius
"Apa yang dilihat dan dikatakan oleh Sri Maharaja Langsa memang benar gusti prabu" terang Sigarawongso sehingga membuat Prabu Blantara menatap gerang ke arah mereka.
"Kenapa kalian tidak memberitahuku?" Tegas Prabu Blantara membuat mereka bersimpuh.
"Maafkan kami gusti" sembari menangkupkan kedua tangannya
"Sejak kapan kalian melihatnya?"
"Sehari setelah Pesta dari Anggala caklawu gusti" Jawab Daraseta.

Prabu Blantara mendengar pernyataan mereka seketika geram dan mengepalkan kedua tangannya.
"Keterlaluan siapapun yang membuat putriku begini, bila kutemukan orangnya akan ku bunuh dia" Raja mengetakkan giginya.

Tiba-tiba Prabu Blantara jadi kepikiran dengan kalung yang di kenakan oleh Sekar

"Buah kalung itu, bukankah kalung itu yang dipakai oleh Sekar saat ia pergi ke pesta itu" pikir raja curiga.

*******

Angin yang masuk ke jendela membuat tirainya bergerak di terpa angin. Sekar duduk melamun di kursi itu sambil memandang tirai dengan wajah pilu, kesunyian ini membuatnya jadi merindukan Adiwesa di sana, hatinya bertanya-tanya apakah Adiwesa juga merindukannya. Selendang putihnya yang kotor membuatnya terdiam di ruangan itu tidak bisa pergi ke Junggring seloka

Tiba-tiba ada suara ketukan pintu yang memecah lamunannya dan Sekar pun berjalan ke arah pintu untuk melihat siapa orang yang bertamu ke kamarnya.
"Ibunda"
"Bolehkah aku masuk?" senyum Selir Sena.
"Silahkan ibunda"

Selir Sena masuk ke kamar Sekar bersama Waracethi perempuan yang sama, dengan membawa nampan perak yang terdapat segelas minuman diatasnya. Selir Sena kemudian mengambil minuman itu dan meletakkannya di atas meja.
"Apakah aku mengganggumu Sekar?"
"Tidak ibunda"
"Baguslah, kedatanganku kemari sebenarnya kerena hatiku terus mengkhawatirkan mu Sekar dan aku membawakan minuman ini untukmu. Minumlah, aku khusus membuatnya untukmu!" ujar Selir Sena sembari memberikan gelas itu kepada Sekar, lalu Sekar pun meminumnya.
"Minumlah sampai habis, minuman itu bagus untukmu" ujarnya.
"Minumlah sampai habis lalu tidurlah dengan nyenyak hahahaha" batinnya sambil melihat ke arah Sekar.

Waracethi yang melihat Sekar meminum habis minuman itu semakin tertunduk, namun bagaimana lagi dia harus menuruti perintah orang jahat ini demi menyelamatkan nyawa adiknya yang sekarang ditahan olehnya.
"Maafkan hamba gusti, hamba terpaksa melakukan ini" pikir waracethi itu.

Setelah Sekar menghabiskan minuman itu, Selir Sena mengambil gelasnya dan memberikannya pada waracethi disampingnya dan menyuruhnya untuk segera pergi.
"Pergilah!" suruhnya.
"Sen sendiko gusti"

Saat waracethi itu menutup pintu kamar Sekar dia sangat merasa bersalah, hendak rasanya dia ingin melaporkan kejahatan Selir Sena kepada Prabu Blantara dan lainnya, tapi dia tidak bisa. Jika dia melaporkannya sama saja nyawa adiknya akan terancam karena dia tahu dengan sekali jentik kan jari Sena dia bisa membunuh adiknya kapan saja dan dia tidak mau hal itu terjadi. Kemudian dia pergi dari tempat itu sambil membawa gelas bekas minuman Sekar ke dapur istana lalu membuangnya ke tempat yang sulit ditemukan supaya tidak ada orang lain yang dapat menemukannya karena Sekar sudah meminum minuman itu, yang harus dia lakukan hanyalah menunggu Sekar tertidur sembari bercakap-cakap lalu menganti kalungnya dengan kalung yang serupa.
"Sepertinya kau sangat merindukan Adiwesa?" Tanyanya.
"Aku sangat merindukannya bunda"
"Tentulah kau sangat merindukan Adiwesa bukan, tapi sayang kudengar Wulandari mengotori selendang mu jadi kau tidak bisa menemuinya sekarang"
"

Takdir Dewi SekarwangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang