Bab 30 Wulusuk Cundrik
Beberapa hari setelah kematian Selir Sena akhirnya ayahnya memperbolehkan Sekar untuk keluar dari istana, namun ia hanya diberi batas waktu dimana dia harus kembali ke Kerajaan Mandalawangi sebelum matahari terbit di dunia manusia. Tanpa memberitahu kemana ia akan pergi Sekar pun dengan perasaan bahagia akhirnya memutuskan untuk langsung menemui Adiwesa. Melihat kepergian putrinya itu Prabu Blantara tidak merasa curiga, ia malah suka melihat putrinya itu bahagia. Dia tidak ingin rasa khawatir dan takutnya membuat Sekar terus-terusan terkurung dalam istana dan merasa bosan, sebagai seorang ayah dia juga ingin melihat putrinya bahagia sama halnya seperti saudara-saudaranya yang lain yang bebas pergi kemana saja di dunia manusia, oleh karena itu Prabu Blantara wangi memberikan kebebasan juga kepada putrinya Sekar.
Sekar kemudian mengubah selendangnya menjadi naga dan menyuruhnya untuk segera membawanya pergi ke Junggring Saloka.
Di Junggring Saloka....
Satu persatu prajurit maju bertarung mencoba untuk mengalahkan Adiwesa namun tidak ada satupun dari mereka bersepuluh bisa mengalahkannya termasuk dengan temannya sendiri. Adiwesa yang belum melihat adanya perkembangan dari mereka pun langsung menyuruh mereka semua untuk mengambil senjata dan berlatih lagi.
"Kapan yah aku bisa mengalahkan kanjeng panglima dengan kedua tanganku ini?" ucap salah satu prajurit itu pelan
"Aku pun juga ingin" sahut temannya yang disamping kemudian keduanya menghela napas berat bersamaan.Dengan tatapannya yang tegas Adiwesa terus berdiri tanpa lelah sambil mengawasi para prajurit berlatih tepatnya di bawah gunung. Semilir angin yang membawa wangi dari kayu Cendana membuat Adiwesa langsung tahu siapa yang akan datang ke tempatnya.
"Gusti putri" ucapnya
Seketika Adiwesa yang bermuka kaku pun tersenyum kecil sambil menundukkan kepalanya ke bawahKarena merasa yakin, ia langsung berbalik bersimpuh menyambut kedatangan Sekar tanpa melihat wajahnya. Teryata benar saja dugaannya, Sekar sudah berdiri dibelakangnya dengan tersenyum sedang menatapnya. Begitu pula dengan para prajurit yang melihat kehadiran Sekar disana sontak kaget dan langsung menurunkan senjata mereka lalu bersimpuh memberi hormat.
"Bukankah waktu itu, saat aku datang kemari mereka bersikap tidak sopan dan bicara santai kepadaku, kenapa sekarang....mungkin Adiwesa sudah mengajarkan tata krama pada mereka" pikir Sekar, lalu menyuruh mereka semua untuk berdiri dan melanjutkan aktivitas mereka kembali tanpa mempedulikannya.
Kehadiran Sekar dan wajahnya yang cantik jelita, membuat para prajurit disana menjadi gugup dan salah tingkah. Sehingga membuat latihan mereka terlihat kacau dan tidak serempak, bahkan ada saja prajurit yang tidak kuat memegang senjatanya sendiri karena tangannya yang terus gemetar, dan ada pula senjata yang nyasar hampir melukai teman disampingnya.
Adiwesa yang melihat mereka seperti itu menyadari, mereka tidak bisa berkonsentrasi karena adanya Sekar mengawasi mereka berlatih ditempat ini. Memang Sekar pernah datang ke Junggring saloka, tapi waktu itu ia masih mengenakan kalung pemberian Selir Sena, oleh karena itu mereka dulu tidak bisa mengenali wajahnya. Sekarang karena kalung itu telah dimusnahkan otomatis bagi para prajurit ini adalah pertama kalinya mereka melihat kehadiran Sekar disini. Sedangkan Adiwesa dia merasa bahagia, akhirnya wajah Sekar kembali sembuh dari penyakitnya dan dia tidak berani bertanya atau membicarakan hal itu kepada Sekar takutnya akan menyinggung dan menyakiti perasaannya.
"Aku mengerti" pikir Sekar sambil tersenyum, karena dia sadar kedatangannya yang tanpa pemberitahuan lebih dulu membuat mereka semua menjadi gugup.
Melihat latihan mereka yang kacau. Adiwesa pun langsung memberi hormat kepada sekar dan berjalan ke arah mereka untuk memberi arahan. Setelah diberi arahan para prajurit itu berlatih dengan sangat bagus, bersemangat, dan mengayunkan senjata mereka dengan serempak serta bertenaga, Sekar yang melihatnya pun menjadi kagum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Dewi Sekarwangi
Historical FictionMenceritakan tentang takdir kehidupan dan cinta seorang wanita dari bangsa lelembut tanah Jawa yang hidup selama ribuan tahun yang lalu pada masa Kerajaan tertua di Jawa hingga pada masa Kerajaan Medang Mataram, ia lah saksi dari peradapan nusantara...