Bab 20 Tabiat Buruk
Prabu Blantara wangi pulang dengan perasaan marah. Dengan segera ia memerintahkan prajuritnya untuk memanggil semua Patih, adipati dan panglima untuk segera berkumpul di pendopo sekarang yang akan membahas hubungan Anggala Caklawu dengan Kerajaan Mandalawangi yang tidak akan lagi menjalin hubungan dan kerjasama selamanya.
Berjalan di atas langit dengan masih mengenakan pakaian dari pesta itu, bukannya merasa tenang malahan ekspresinya semakin bertambah sedih. Sekar kemudian mengambil tusuk konde yang ada dikepalanya dan memandangnya. Memandang konde itu membuatnya mengingat akan perkataan Raja Sangaskara dan putranya.
"Aaaaa...." Teriaknya kesal, ia pun langsung melemparnya ke bawah, yang mana tusuk konde itu jatuh ke dalam sebuah kolam di Gunung Gede.
*******
Di bulan suro....
Di salah satu kampung manusia dibawah gunung, berlarilah seorang laki-laki berbadan kekar menuju sebuah pondok tua didalam hutan di malam hari, karena dia tahu di malam suro ini gurunya pasti melakukan Ritual Marangi atau mencuci pusaka.
"Aku harus mendapatkan keris itu bagaimanapun caranya" pikirnya kemudian berjalan ke arah pondok.
"Guruuu" panggilnya kasar dengan wajah kesal sembari mendobrak pintu yang terbuat dari anyaman daun kelapa hingga hancur. Kakek yang sedang mencuci pusakanya dengan kembang tujuh rupa itupun langsung terkejut.
"Jakaa kau tlah melanggar apa yang kuperingatkan padamu" ucap kakek itu dengan wajah marah melihat kelakuan muridnya yang telah melanggar pantangan untuk tidak datang ke tempatnya pas malam dibulan suro.
"Tidak berguna" ucap Jaka Glatung sambil menendang wadah air kembang yang berada didepan sang guru hingga membasahi celananya. Sontak gurunya pun berdiri marah dan langsung menyerangnya.Mereka saling beradu kekuatan, dan bertarung dengan menggunakan kekuatan yang sama tanpa mempedulikan gelapnya malam.
Prakkk
Seketika salah satu pohon menjadi tumbang akibat kekuatan pusaka dari sang kakek, laki-laki itupun juga tak mau kalah dia langsung mengambil pusaka dari pinggangnya berupa kipas emas kecil dan langsung mengibaskannya pada sang guru, dengan pusaka kerisnya sebagai perisai akhirnya angin kencang itu tak berhasil membuat beliau terambing dan terluka. Tidak tanggung-tanggung lagi dengan murid yang durhaka ini sang guru langsung mengeluarkan kesaktiannya dan menyerang laki-laki itu hingga terpental jauh mengenai pohon besar.
"Uhuk uhuk chuh" ludahnya mengeluarkan darah.
Sang guru langsung melangkah mendekati Jaka glatung.
Jaka glatung pun dengan cepat menyembunyikan sesuatu dan langsung merayap menyentuh kaki sang guru dan meminta maaf
"Maafkan aku guru, hatiku ini tlah diracuni oleh hawa nafsuku sendiri" ucapnya, kemudian gurunya membantunya berdiri dan menerima permintaan maafnya yang terlihat tulus diselingi dengan air mata.Tiba-tiba laki-laki itu menusukkan sebuah ranting kayu pada sang guru hingga membuatnya terjatuh ke tanah dengan darah yang terus keluar dari perutnya.
"Murid durhaka kau Jaka"
"Hahahahaha" tawanya melihat gurunya tak berdaya dan kemudian mengambil pusaka keris milik sang guru yang terjatuh didekatnya.
"Akhirnya pusaka pemberian Prabu Blantara wangi tlah menjadi milikku hahaha" ujarnya sambil memegang keris itu bahagia. Setelah menikam sang guru berkali-kali, ia pun pergi meninggalkan mayat sang guru begitu saja tanpa dikubur.Jaka glatung kemudian pergi ke kampung untuk membalas demdamnya kepada seorang laki-laki yang terus menghinanya itu.
Disalah satu rumah warga, ada seorang laki-laki yang baru datang sehabis berdagang ke kampung sebelah dengan bahu turun karena lelah lalu disambut oleh istrinya dengan senyuman dan secangkir kopi di atas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Dewi Sekarwangi
Historical FictionMenceritakan tentang takdir kehidupan dan cinta seorang wanita dari bangsa lelembut tanah Jawa yang hidup selama ribuan tahun yang lalu pada masa Kerajaan tertua di Jawa hingga pada masa Kerajaan Medang Mataram, ia lah saksi dari peradapan nusantara...