Bab 33 Adiwesa
Setelah tugasnya di istana telah selesai, Sekar berencana hendak pergi menemui Adiwesa. Dengan tatapan waspada ia melirik ke kanan dan ke kiri memastikan aman atau tidaknya ia pergi, karena ia juga tidak mau kepergiannya ke Junggring Saloka diketahui oleh seseorang, apalagi para petinggi terutama ayahnya.
"Yunda mau kemana?" Tanya Anjani mengagetkan Sekar
"Anjani, kau hampir saja membuatku jantungan, kau membuatku takut"
"Maaf yunda, tapi yunda mau pergi kemana?" Tanyanya lagi membuat Sekar tersenyum
"Tebak, aku mau pergi kemana?"
"Pastiii yunda mau menemui pangeran yunda kan?" tebaknya pelan
"Kau benar dinda, aku mau pergi ke Junggring saloka untuk menemui kanda Adiwesa. Kuharap kau bisa merahasiakan ini, aku tidak mau ada orang yang tahu kalau aku pergi ke Junggring Saloka"
"Tapi yunda, yunda sudah sering pergi kesana. Aku takut bagaimana kalau romo tahu?"
"Tidak akan dinda selama kau dan aku merahasiakan semua ini dari semua orang romo tidak akan tahu, kalau begitu aku pergi dulu" ucap Sekar berjalan pergi
"Ta tapi, tapi yunda..." Cegah Anjani namun tidak didengar oleh Sekar yang kemudian pergi begitu saja.Sedangkan ditempat lain, Adiwesa yang mencium aroma Candana wangi pun langsung berlari meninggalkan temannya yang masih melampiaskan isi hatinya tentang masalah pribadinya sendiri disebelahnya
"Yah dia pergi, laki-laki kalau jatuh cinta bisa lupa sama temannya sendiri, seperti ininih teman lagi curhat dia malah pergi begitu saja tanpa sepatah kata" kesalnya sambil menendang ranting di bawah kakinya.Adiwesa dengan cepat berjalan turun ke bawah, sedangkan Sekar mengubah naganya menjadi selendang dan berjalan dengan ekspresi bahagia kearah gunung ingin menemui Adiwesa.
Setiap langkahnya dipenuhi rasa kerinduan, wajahnya terus tersenyum mengambarkan kebahagiaan, hatinya terus menyebut nama Sekar tiada henti. Ia tak sabar ingin bertemu dan memberikan hadiah gelang yang dibuat khusus olehnya semalaman.
Saat mereka saling berhadapan, mata mereka saling bertatapan satu sama lain dan tersenyum.
"Gusti" ucapnya sambil mengulurkan tangannya
"Ada yang ingin hamba tunjukkan kepada Gusti" ujarnyaSekar terus memandang tangan itu yang memegang tangannya, sembari terus tersenyum.
Ketika sudah berada di atas gunung, mereka duduk di bawah pohon bersandar berdekatan sembari menikmati semilir angin yang datang dari selatan disertai pemandangan indah di atas gunung antara hutan dan lautan bewarna biru nan luas membuat Sekar terpukau akan keindahannya.
"Inilah tempat yang sering hamba kunjungi di Gunung Saloka ini gusti, dari semua tempat yang hamba tahu hanya tempat inilah yang menyajikan tiga pemandangan indah sekaligus antara hutan, gunung dan lautan, semuanya menjadi satu disini. Hamba harap gusti menyukainya" terang Adiwesa membuat Sekar tersenyum memandang wajahnya.
"Aku sangat menyukainya. Sekarang tempat ini akan menjadi saksi Tadhahsih cinta kita berdua kanda, Junggring saloka" senyumnya kemudian memegang tangan Adiwesa dan bersandar di bahunya
"Menurutmu kita kasih nama apa tempat ini kanda?" Tanya Sekar membuat Adiwesa berpikir.
"Bagaimana kalau Pitu Nyulan gusti?"
"Kenapa Pitu Nyulan?"
"Karena di gerbang ke tujuh ini kita sering bersama"
"Baiklah kalau begitu kita beri nama tempat ini Pitu Nyulan" ucap Sekar sambil tersenyum menyukai nama pemberian Adiwesa itu.Setelah duduk santai melihat pemandangan itu lama, Sekar pun kemudian berbaring dipakuan Adiwesa dan menutup matanya.
Melihat ada rambut yang menutupi sedikit wajahnya karena angin Adiwesa pun perlahan menyingkirkannya dengan jarinya, seketika wajah cantik Sekar membuat Adiwesa tidak bisa mengalihkan pandangannya dari wajah Sekar."Kuharap gusti menyukai gelang ini, aku akan memberikannya saat gusti terbangun nanti" pikir Adiwesa sambil memegang gelang itu di tangannya lalu menyimpannya. Adiwesa yang bersandar dipohon sejenak memandang laut karena bergadang semalaman akhirnya ia pun juga turut tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Dewi Sekarwangi
Historical FictionMenceritakan tentang takdir kehidupan dan cinta seorang wanita dari bangsa lelembut tanah Jawa yang hidup selama ribuan tahun yang lalu pada masa Kerajaan tertua di Jawa hingga pada masa Kerajaan Medang Mataram, ia lah saksi dari peradapan nusantara...