Bab 24 Karma

57 11 0
                                    

Rapat di Pendopo berlangsung seperti biasanya, para petinggi kerajaan mulai meninggalkan ruang pendopo untuk mengerjakan tugasnya masing-masing. Beberapa adipati terlihat sedang berjalan bersama dan membicarakan sesuatu setelah keluar dari pendopo.

"Apakah aku salah penglihat ataukah mataku ini mulai rabun, aku melihat gusti putrii, wajahnya...." ucap Wiratama dengan ekspresi tidak yakin.
"Kukira hanya aku yang melihatnya, teryata kisanak juga demikian"
"Apa kita harus memberitahu gusti prabu?" Ucap Paduraksa membuat yang lainnya berpikir.
"Mungkinkah karena itu gusti prabu memutuskan hubungan dengan Anggala caklawu?"
"Jika itu benar, lebih baik kita tidak membicarakannya, kalau tidak ingin membuat gusti prabu semakin marah" sahut Sigarawongso memberi pendapat sehingga yang lainnya mengangguk setuju.

Sekar yang masih duduk di Pendopo, melihat ada sesuatu yang berbeda dari ayahnya. Dari awal hingga akhir pertemuan, mimik wajah ayahnya terlihat sendu seperti orang bersedih.

"Apakah romo sedang sakit ataukah ada masalah yang romo rahasiakan dari kami?" Pikir Sekar khawatir kemudian bertanya pada ayahnya.
"Ada apa romo, kenapa wajah romo seperti orang yang sedang bersedih?"
"Tidak ada putriku, kau tidak perlu khawatir" jawab ayahnya.
"Baiklah romo, jika romo membutuhkanku aku akan selalu ada untuk romo" ujar Sekar membuat ayahnya tersenyum.

Setelah keluar dari pendopo, Sekar tiba-tiba kaget, karena ia melihat Adiwesa berada di istana ini sedang berbicara berdua dengan Senopati Adikarya. Senyum sekar merekah, ia pun dengan cepat menghampiri mereka lalu memegang pundak Adiwesa dengan perasaan bahagia.

Seketika wajah gembira Sekar berubah menjadi datar, ketika ia melihat laki-laki di depannya itu bukanlah Adiwesa, melainkan seorang prajurit yang perawakannya sama persis dengan Adiwesa dari belakang.

"Ada apa gusti, apa prajurit ini berbuat masalah?" Tanya Adikarya.
"Tidak paman, kukira tadi dia orang yang ku kenal teryata... bukan. Lanjutkan saja paman, maaf jika aku tlah menganggumu"
"Tidak apa-apa gusti"
Kemudian mereka memberi hormat kepada Sekar yang ingin pergi. Sekar pun pergi dengan perasaan malu
"Kenapa aku jadi melihat Adiwesa dimana-mana?" pikir bingung Sekar.
"Seandainya Adiwesa berada disini" harapnya tidak menyangka kata-kata itu begitu saja keluar dari mulutnya. Padahal dia sendiri sudah tahu kalau Adiwesa berada di Junggring Saloka dan menjalankan tugasnya disana, namun karena hatinya yang berharap membuat Sekar sangat ingin mendapat keajaiban dimana Adiwesa benar-benar datang ke Mandalawangi.

Selir Sena yang duduk di pondok dekat dengan kolam ikan pun langsung memanggil Sekar ketika melihatnya berjalan dengan wajah murung.

"Aku harus tahu apa yang membuatnya murung seperti itu" pikir Selir Sena, diapun langsung memanggilnya.

"Salam rahayu ibunda"
"Hmm, duduklah!" Sena mempersilahkan Sekar duduk disampingnya.

Selir Sena kemudian menyuruh dayang-dayang yang menemaninya untuk segera pergi dari hadapannya.

"Ada apa ibunda memanggilku?" Tanya Sekar.

Selir Sena yang melihat kalung pemberiannya itu masih melingkar dileher Sekar terlihat khawatir.
"Aku harus mengambil kalung itu kembali" batin Sena.
"Ada apa Sekar kenapa kau terlihat murung?" Tanyanya penasaran.
"Aku hanya banyak pikiran ibunda" jawab Sekar.
"Beberapa hari ini kau selalu tidak ada di kerajaan. Kau pergi kemana Sekar, aku sangat mengkhawatirkan mu?" Ucapnya pura-pura peduli. Sekar yang mendengar pertanyaan Selir Sena hanya terdiam malu.

"Itu..., bagaimana ya aku menceritakannya pada ibunda" senyum Sekar.

Melihat Sekar seperti menyembunyikan sesuatu, diapun berusaha membujuk Sekar agar dia membagikan kisahnya padanya
"Ceritakan saja Sekar, kau bisa mempercayaiku" senyumnya.

Takdir Dewi SekarwangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang