Bab 50 Kudeta Purbasora

28 6 1
                                    

Dari mulut ke mulut akhirnya banyaknya petapa, pendekar dan orang dengan tujuan tertentu datang ke pesisir Pantai Segoro kidul untuk meminta sesuatu pada Ratu Sekar kencana, akan tetapi diluar wilayah kekuasaannya hal itu membuat Sekar mulai merasa kesal dengan manusia-manusia itu karena perbuatan mereka banyak para pemimpin ghaib yang juga berkuasa di wilayah itu bertengkar dan berperang hanya karena memperebutkan sesajen yang dibawa oleh bangsa manusia ke Segoro kidul. Oleh karena itu mereka menuntut keadilan, beberapa dari mereka ada yang berani datang dan mengeluhkan hal ini secara langsung kepada Sekar agar segera mengurus masalah wilayah yang tidak dikuasai (wilayah kosong) secepatnya agar tidak terjadi sebuah pertengkaran maupun peperangan.

"Yang minta siapa dan yang disalahkan siapa, padahal yang banyak melayani itu adalah mereka sendiri, dasar rakus" kesal Sekar sambil berjalan menuju Pendopo dengan cepat ditemani abdi kinasihnya.
"Manusia, bukannya meminta kepada Dewa, mereka malah menyebut namaku dalam doa mereka. Sekarang keadaanku terhimpit, kita harus menyelesaikan masalah ini secepatnya" dengkus Sekar. Ia tidak menyangka kalau keadaannya terjebak antara martabat dirinya di dunia manusia dan persahabatan serta hutang budinya pada kerajaan-kerajaan di pesisir selatan yang tanpa perhitungan membantunya mengusir para iblis dari Segoro kidul waktu dulu.

Karena kesibukkan dan masalah pelik yang terjadi di dunianya, membuat Sekar jadi lupa mengutus seseorang untuk melindungi dan juga menyampaikan pesan ramalan Mbah Bayanaka kepada Sanjaya dan Prabu Sanna tentang ancaman dan bahaya yang mengintai Prabu Sanna sendiri dan tahta Kerajaan Galuh.

Di Pendopo Segoro kidul, mendengar ocehan para pemimpin dan para Dhanyang yang berdebat satu sama lain membuat Sekar stress. Sekar yang kesal karena ributnya mereka, tanpa basa-basi langsung menyuruh mereka semua untuk diam lalu menyatakan kepada mereka semua kalau dia hanya akan membantu manusia dikalangan, keterikatan dan mantra tertentu saja. Apabila dia bukan salah satu dari tiga yang Sekar sebutkan dan bila dia juga bukan orang yang ia kehendaki dan sedang berada di wilayah bukan miliknya, Sekar akan menyerahkannya pada pemimpin yang berkuasa disana baik itu sesajen dan berupa lainnya. Kalau masalah dikabulkannya atau tidak Sekar tidak peduli dan tidak ingin ikut campur, walau sekalipun manusia itu terus menyebut namanya beribu-ribu kali dan memberikan sesajen yang sangat banyak dia tidak akan membantunya. Setelah persetujuan itu akhirnya wilayah yang kosong menjadi wilayah kekuasaan Sekar untuk sementara waktu dan sebagian lagi akan menjadi milik orang yang pantas menerimanya.

"Ingatlah kalian sudah memiliki wilayah masing-masing begitu pula dengan diriku, jangan karena permasalahan ini kalian memutus hubungan apalagi berperang. Jika ada di antara kalian yang melakukan hal itu maka aku tidak ingin membantu dan terlibat didalamnya" tegas Sekar memberi peringatan.

Setelah pertemuan itu diadakan di Kerajaan Segoro kidul, bukannya permasalahan terselesaikan dengan damai namun tetap saja mereka malah berperang. Kali ini bukan masalah jatah sesajen dari bangsa manusia yang mereka lakukan melainkan mereka ingin memperluas wilayah kekuasaan mereka. Sekar yang mengetahui hal itu hanya menghela napas berat dan berkata

"Oh Dewa Siwa ada apa dengan bangsaku ini?" ucap Sekar.

*******

Di sore hari, Wiratara memberikan sebuah botol berisi racun pada salah satu orang suruhannya lalu menyuruhnya untuk melakukan tugasnya. Pria itu mengendap-endap masuk ke Perguruan Gutanirwana dengan menggunakan penutup wajah menuju dapur lalu menuangkan racun ke dalam kendi-kendi besar berisi air minum. Setelah tugasnya selesai dia pun pergi dari sana dengan cepat tanpa diketahui oleh siapapun.

Seperti biasanya beberapa murid akan sibuk menyiapkan makanan untuk makan malam. Sedangkan dikediaman Pu Diswangga beliau berpikir untuk menemui Prabu Padma Hariwangsa setelah kembalinya Sura Balayudha dari Pragawatipura untuk menerangkan kembali kasus pembunuhan itu. Takutnya terjadi kesalahpahaman dan hal-hal yang tidak diinginkan, mengingat Wiratara adalah cikal bakal calon raja Kerajaan Indraprahasta. Jika dia tidak membayar denda dan meminta maaf atas kesalahannya sendiri maka dia tidak pantas mendapat restu dan menjadi seorang raja karena sifat dan perbuatannya tidak mencerminkan perilaku seorang raja yang baik.

Takdir Dewi SekarwangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang