Bab 41 Pesugihan 2

45 8 0
                                    

Sesuai petunjuk dan perkataan yang dikatakan oleh Radika, di malam kliwon Adipati Mangastuna bersemedi ditempat yang disebutkan oleh Radika dan mengikuti sesuai arahan yang ia katakan dengan memanggil nama Yang mulia Kanja tiga kali dalam hati lalu selanjutnya membaca mantra yang dikasih kepadanya.

Mendengar ada sebuah bisikan yang menyuruhnya untuk menghentikan semedinya, diapun membuka perlahan matanya. Melihat raja siluman kera yang dimaksud oleh Radika muncul dihadapannya membuat Mangastuna percaya dengan perkatakannya kalau ritual pesugihan kera itu memang benar-benar ada disini.

Raja Kanja yang mengenal Mangastuna pun tertawa pikirnya bagaimana bisa orang seperti Mangastuna yang sakti dan juga kaya raya pergi dan meminta kekayaan padanya.

"Ada apa Adipati Mangastuna, apakah gelar dan kekayaanmu masih belum cukup untukmu hingga kau datang kepadaku hehehehe" tawanya

Adipati Mangastuna yang mendengarnya tertawa hanya terdiam dan menatapnya dingin.

"Jika kau berdiri dan terus menertawai ku seperti itu, aku akan membunuhmu" ancam Mangastuna menatapnya tajam sehingga membuat Raja Kanja berhenti tertawa.
"Baiklah baiklah apa yang adipati inginkan dariku?" Tanya Raja Kanja
"Kudengar kekayaan yang kau berikan bisa menggulingkan seorang raja?"
"Whu wu uu aa tergantung pada tumbal yang kau berikan padaku" ucapnya sembari mengaruk-garuk kepalanya.
"Tumbal apa?"
"Keluargamu"
"Bagaimana kalau aku tidak ingin?" tegasnya
"(Wajah kesal) Huh, Karena kau sakti kuberikan kemudahan padamu, kau bisa menumbalkan seseorang yang bukan dari keluargamu, asalkan kau harus memberikan dia kenikmatan duniawi dari uang atau kekayaan dari hasil pemberianku selama setahun"
"Siapapun?" Tanya Mangastuna
"Lebih baiknya anak kecil atau seorang wanita yang baru menikah"
"Baiklah" setuju Adipati Mangastuna.

Raja Kanja kemudian memberikan ratusan koin emas pada Adipati Mangastuna setelah melakukan kesepakatan.

Hasratnya untuk menguasai perdagangan di Nuswapada dengan harta, membuat Adipati Mangastuna mengangkat tiga anak angkat yang dia temukan dijalanan kemudian dia beri tempat tinggal yang nyaman, makanan, apapun yang mereka inginkan selalu dipenuhi oleh Adipati Mangastuna dengan uang hasil pesugihan. Adipati Mangastuna yang mengangkat ketiga anak jalanan seketika menjadi pembicaraan hangat di istana karena hal itu dia dipuji karena kepedulian dan welas asihnya pada ketiga anak jalanan itu.

*******

Di alam gaib bagi mereka hari ini adalah hari bersejarah dimana benteng pertahanan Segoro kidul sudah dibangun dalam kurun waktu yang tidak lama, dengan ratusan ribu pekerja gabungan dari kerajaan lain yang turut ikut membantu membangunnya.

Istananya dibangun megah diatas laut. Istananya menghadap ke arah Jawadwipa atas permintaan sang ratu, cepuri istananya terbuat dari bebatuan putih (andesit) namun memancarkan cahaya emas memanjang ke sisi kiri depan Tanjung kidul sampai ke Cepuri sisi kanan Daksinarga, dibagian selatan atau belakang istananya dibangun sebuah benteng pertahanan yang selalu dijaga oleh ribuan Naga geni pilihan yang sakti. Trowulan yang besar didepan gerbang menambah kesan yang indah pada gerbangnya yang terbuat dari emas dan permata berukir bunga teratai dan naga yang juga menambah kesan megah terhadap kerajaan. Alun-alun istananya hampir sama seperti di Kerajaan Mandalawangi yang mana terdapat taman bunga yang selalu mekar dan tak pernah layu, wangi serta menyegarkan tertata rapi, padang rumput hijau yang luas dengan beberapa pohon yang rindang. Namun yang membedakannya adalah terdapat serupa Candi kembar yang tinggi dan besar (Jonggrang) dengan ukiran dan pahatan yang indah, sama halnya Candi Prambanan sekarang walaupun ada tambahan beberapa patung, seni dari Mahendraparwata. Bangunan kerajaan cenderung lebih mirip ke bangunan bergaya India hindu mengikuti desainnya dengan dinding batu marmer putih yang didekorasi dengan halus bertatahkan pola bunga dan batu-batu semi mulia seperti batu giok, lapis lazuli berlian dan mutiara, dengan tiang-tiang berukiran naga emas mengelilinginya namun tetap tidak meninggalkan kesan dan arsitektur lokalnya. Terkait dengan kenangannya bersama Adiwesa, Sekar juga membangun sebuah Pasanggrahan di Gunung Junggring Saloka yang diberi nama Pitu Nyulan tanpa memberitahu pada siapa pun alasannya kenapa dia membangun Pasanggrahan itu ditempat sepi dan terbengkalai.

Takdir Dewi SekarwangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang