Suasana pendopo seketika disergap keheningan, Prabu Blantara wangi yang mendengar permintaan putrinya itu langsung menunjukkan raut tidak suka. Ayahnya kemudian menjelaskan kepada Sekar kalau dia tidak perlu bersusah payah lagi untuk membangun dan menjayakan kerajaan baru kalau dia bisa menjadi ratu di Kerajaan Mandalawangi mengantikan posisinya, namun Sekar secara halus menolak pendapat ayahnya itu, dia tetap bersikeras pada pendiriannya untuk menjadi ratu di Segoro kidul kerena menurutnya cara itulah yang tepat dan terbaik untuk melindungi Jawadwipa dari para iblis yang ganas dan jahat yang datang dari selatan. Sekar pun berkata pada ayahnya kalau ayahnya bisa memberikan tahta Mandalawangi pada salah satu keenam adiknya tanpa harus memberikannya padanya, mendengar perkataan Sekar seketika ayahnya berdiri dari singgasana memandangnya geram. Melihat rajanya mendadak berdiri dari singgasanya sontak membuat para petinggi lainnya juga ikut berdiri. Prabu Blantara kemudian menyuruh semua orang yang ada di pendopo itu untuk segera keluar. Atas perintah dari raja semua petinggi, prajurit, dayang dan lainnya bergegas pergi meninggalkan pendopo dengan cepat sehingga hanya menyisakan mereka berdua saja didalam sana.
Sekar masih tetap dalam posisinya bersimpuh dengan menangkupkan kedua tangannya menunduk, sedangkan Prabu Blantara mendekatinya dengan ekspresi yang marah. Sekar tahu ini pasti akan terjadi karena dia sangat mengenal kepribadian ayahnya, karena tidak mungkin ayahnya dengan mudah mengijinkan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang ia inginkan dan harapkan.
"Kau membuat romo kecewa lagi Sekar (dengan nada menekan), romo sangat ingin kau menikah romo pilihkan pria yang baik untukmu tapi kau tolak. Sekarang kau minta kau ingin menjadi ratu di Segoro kidul eggrh" dengkus raja.
"Kapan, kapan kau akan menuruti kehendak romo Sekar, romo sudah ber'angan dan menaruhkan harapan besar kepadamu untuk mengantikan romo di Kerajaan Mandalawangi ini. Teryata kau (menunjuk Sekar), malah meminta menjadi ratu di wilayah yang hancur itu"
"Inilah salah satu alasanku kenapa aku tidak ingin menduduki tahta Mandalawangi" Batin Sekar.Prabu Blantara terus membentak Sekar dan membujuknya untuk mengubah permintaannya itu namun tetap saja Sekar tetap teguh terhadap keinginannya. Sehingga membuat ayahnya sangat marah dan meluapkannya melalui kekuatannya, kekuatan itu membuat guci-guci yang terbuat dari keramik dan barang-barang kaca lainnya di pendopo seketika pecah, sekarang dia tidak peduli lagi dengan keadaan Sekar yang sakit.
Sekar kemudian berkata, dipenuhi atau tidaknya dia akan tetap menjadi ratu dan mendirikan kerajaan di Segoro kidul walaupun romonya menentang dan tidak mengabulkannya sekalipun.
Ibundanya yang mendengar kabar itupun segera pergi ke pendopo dengan cepat, dia melihat suaminya sedang membentak Sekar dengan nada tinggi.
"Hentikanlah kanda!"
"Lihatlah putrimu ini, dia lebih memilih menjadi ratu di Segoro kidul melawan para durbiksa dari pada menjadi ratu di Mandalawangi yang besar ini" terang raja membuat ratu terdiam memandang Sekar.Sekar kemudian melihat ayahnya dan berkata dia melakukan ini demi melindungi Jawadwipa namun ayahnya hanya diam dan tetap tidak mengabulkan permintaannya itu karena menurutnya dia tidak perlu melindungi Jawadwipa dengan melawan para iblis yang jahat, ibunya yang sependapat dengan suaminya pun juga membujuk Sekar untuk tidak mencari masalah dengan iblis dari selatan namun apa daya Sekar tidak mendengarkannya.
"Maafkan aku ibunda, aku tidak ingin membiarkan para durbiksa itu semena-mena merebut dan berbuat kekacauan di Jawadwipa ini, aku tidak ingin" terang Sekar
Melihat kedua orang tuanya yang tidak menyetujui dan mengabulkan permintaannya membuat Sekar pergi dari sana dengan wajah kesal, dengan cepat Prabu Blantara menutup pintu gerbang pendopo dengan kekuatannya agar Sekar tidak bisa pergi dari sana. Namun, sekar membuka paksa pintu itu dengan kekuatannya hingga terbuka lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Dewi Sekarwangi
Historical FictionMenceritakan tentang takdir kehidupan dan cinta seorang wanita dari bangsa lelembut tanah Jawa yang hidup selama ribuan tahun yang lalu pada masa Kerajaan tertua di Jawa hingga pada masa Kerajaan Medang Mataram, ia lah saksi dari peradapan nusantara...