Di dalam hutan terdapat sebuah curug, air jernihnya mengalir diantara sela-sela bebatuan besar dan disampingnya terdapat sebuah pohon dan disanalah Pu Diswangga melakukan samedinya. Sudah tujuh hari tujuh malam dia bersemedi di tempat itu akhirnya selesai juga. Saat dia melakukan pendinginan, tiba-tiba Sekar hadir berdiri dihadapannya dan memberitahu perbuatan salah satu muridnya yang berprilaku kurang ajar disaat ia pergi.
"Boleh hamba tahu siapa yang kanjeng maksud?"
"Genta, kau harus memberinya hukuman Diswangga, perbuatannya sungguh keterlaluan tempat tinggal mereka telah ia jadikan sebagai uji coba kesaktiannya" geram Sekar.
"Aku terpaksa memberitahumu tentang hal ini, supaya kejadian ini tidak terulang kembali. Kau tahu Diswangga, kaum siluman mana yang tidak marah apabila ditantang dan tidak murka apabila anak buahnya banyak yang mati, mereka tidak ramah dan salah satu muridmu tlah berani menantang dan membunuh anak buahnya" jelas Sekar.Diswangga pun bicara pada Sekar dengan tenang, karena sudah tahu siapa yang memulai dan siapa yang berbuat kesalahan pertama kali akhirnya Pu Diswangga pun tidak membela Genta dan mengiyakan keinginan Sekar. Pikir Diswangga, Genta memang harus diberikan hukuman atas perbuatannya yang salah, tindakkannya hanya untuk melampiaskan amarah dan bersenang-senang, bagaimanapun alam dunia manusia dan alam dunia gaib hidup berdampingan bukan dijadikan sebagai permainan.
Menjelang malam, Pu Diswangga berbicara dengan Sura Balayudha tentang Genta, Sura Balayudha langsung memaafkan Genta ketika ia mengetahui Genta lah dalang dari semua itu, Sura Balayudha pun berkata kepada Pu Diswangga untuk tidak menghukum Genta dengan berat.
Tidak berapa lama kemudian Pu Diswangga pun memanggil Genta keruangannya. Seketika Genta kaget ketika gurunya itu tlah mengetahui perbuatannya.
"Bagaimana guru bisa tahu kalau aku yang melakukannya?" Pikir Genta sambil menundukkan wajahnya menyesal lalu meminta maaf.
"Aku tidak mengajarkanmu untuk menggunakan kekuatanmu untuk menghancurkan dan memuaskan egomu sendiri Genta"
"Maafkan aku guru aku sangat menyesal. Aku mengaku salah, jangan usir diriku guru, jika guru mengusirku kemana lagi aku akan pulang"Pu Diswangga pun memegang pundak Genta yang bersimpuh dibawah kakinya lalu memberikan nasehat padanya, Pu Diswangga berkata apakah dia siap menerima hukuman dengan menganggukkan kepala Genta pun menerima hukuman apa saja yang diberikan oleh gurunya itu. Setelah Pu Diswangga memberikan hukuman, beliau berpesan kepada Genta untuk memberitahu perbuatannya pada semua teman-temannya kalau dialah yang telah melakukan penyerangan itu, Genta pun menganggukkan kepalanya dan berterima kasih kepada gurunya yang masih mengampuni perbuatan yang telah dia lakukan.
Latihan pun berlalu, Pu Diswangga menyuruh semua muridnya untuk berkumpul. Genta yang mendapatkan isyarat dari gurunya kemudian menceritakan perbuatannya kepada semua saudara-saudara seperguruannya disana lalu meminta maaf. Hampir semua orang yang mendengar pernyataan itu keluar dari mulut Genta seketika kaget dan ada juga yang menyembunyikan kemarahannya. Mereka tidak menyangka, Genta yang dikenal sebagai sosok yang pendiam tiba-tiba melakukan kesalahan yang telah melukai teman-temannya dan juga Guru Sura Balayudha. Pu Diswangga pun berkata kepada semua muridnya untuk memaafkan kesalahan Genta dan menjadikannya sebuah pelajaran, namun bagaimanapun ada beberapa murid yang sudah terlanjur kesal terutama dengan Wiratara, Tantama dan Rangga yang sudah terluka parah akibat melawan Siluman ular hijau waktu itu.
*******
Menjelang siang, Wiratara pergi ke hutan dan berhenti di sebuah pohon kecil yang rindang. Dibawah pohon itu Wiratara duduk bersila sembari mengayunkan kedua tangannya. Ia menyebut sebuah nama lalu memanggil-manggilnya, tiba-tiba didepannya muncul sesosok macan kombang dan sekejab berubah menjadi manusia bertekuk lutut dihadapannya.
"Salam sembah sujudku tuanku pangeran, ada perlu apa tuanku pangeran memanggil hamba?" Tanyanya
Wiratara pun perlahan membuka kedua matanya dan bertanya tentang siapa Ratu Sekar kencana yang menolong mereka saat itu. Mendengar nama itu disebut Macan kombang langsung tertunduk dan berkata kalau dia tidak berani menyebut nama atau bahkan menceritakan sosok sang ratu kepada Wiratara karena takut dihukum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Dewi Sekarwangi
Historical FictionMenceritakan tentang takdir kehidupan dan cinta seorang wanita dari bangsa lelembut tanah Jawa yang hidup selama ribuan tahun yang lalu pada masa Kerajaan tertua di Jawa hingga pada masa Kerajaan Medang Mataram, ia lah saksi dari peradapan nusantara...