23. Surprise

661 100 14
                                    

Jangan lupa vote dan komen!

Dikomen ya, biar aku senang dan semangat. Divote juga sebagai apresiasi.

Enjoy

.

.

"Kau benar-benar tidak berniat mengisi lemari pendinginmu selain alkohol?"

Trisha berjalan menenteng segelas kopi dan menyodorkan kepada Yoongi. Berkacak pinggang saat yang diajak berbicara hanya mengendikkan bahu dan menyesap kopinya tanpa beban.

"Kau itu selalu membeli bahan makanan untuk sekali buat. Rugi sekali tahu!" protes Trisha lagi. Meraih satu kursi bar berkaki tinggi dan mendudukkan bokongnya.

Yoongi meletakkan cangkir kopinya lalu menatap Trisha datar. "Kenapa tidak kau saja yang mengisi?"

"Ini, kan, rumahmu."

Yoongi menarik senyum miring. "Seratus. Jadi terserah padaku."

Hembusan napas kuat mengalun begitu saja dari Trisha. Bangun saat jarum jam menunjukkan pukul sepuluh pagi, berharap bisa bersenang ria mengotak-atik dapur Yoongi walau hanya sekedar membuat omelet, yang Trisha dapatkan hanyalah empat buah jejeran telur di atas lemari pendingin dengan dua buah wortel yang terletak menggenaskan di dalam lemari pendingin. Trisha tahu kalau Yoongi adalah manusia yang tidak terbiasa sarapan-tapi ayolah, lemari pendingin patut diisi jika keberadaannya masih terlihat nyata.

Menyuapi sereal yang menjadi satu-satunya pilihan untuk sarapan, mata Trisha sesekali mencuri pandang menatap Yoongi yang kini sibuk dengan ponselnya. Barangkali mengecek email dari agensi atau pesan dari artist yang diproduserinya, atau mungkin kekasih hati? Astaga, Trisha malas memikirkan gagasan terakhir.

"Yoon?" Trisha memanggil setelah menelan serealnya.

Yoongi melirik singkat sembari berdeham.

"Kulihat ada satu set meja makan yang cukup simpel saat pulang mengajar kemarin. Hitam dan abu-abu, warna kesukaanmu, kan?" Mengaduk pelan serealnya, Trisha tersenyum berusaha menarik perhatian Yoongi. "Meja bar ini kalau dipikir-pikir terlalu sempit dijadikan meja makan. Bukankah benar?"

Yoongi meletakkan ponselnya lantas beralih melihat Trisha. Diam-diam menghembuskan napas ringan. "Benar."

"Nah! Bagaimana kalau siang ini-"

"Kalau aku berniat menikah dan kau menjadi istriku," potong Yoongi.

Astaga, harusnya selepas Yoongi berucap seperti itu, suasana harusnya berubah menjadi taman bunga dengan warna serba merah muda ditimpali oleh semerbak aroma-aroma manis yang romantis. Tapi mengikuti bagaimana mimik muka Yoongi yang datar seperti biasanya, suasana yang seharusnya manis jatuhnya menjadi biasa saja.

Iya, biasa saja. Tapi Trisha mendadak rutin bertanya setiap detik kepada dirinya kenapa kini tubuhnya menegang dengan detak jantung yang berdetak sangat kencang. Teramat kencang sampai rasanya Trisha takut jantungnya terjun bebas ke permukaan perutnya. Gravitasi seakan menghilang dari bumi, atmosfir rasanya ikut menghilang karena rasanya suhu dunia sungguh panas terutama pada wajah Trisha.

Trisha berdeham berusaha menghilangkan canggung yang mendadak memeluk mereka berdua. Sebenarnya hanya Trisha, karena tampaknya Yoongi tenang-tenang saja tanpa ada respons gugup seperti Trisha. "Bukan begitu konsepnya, Yoon. Aku hanya menyarankan karena cukup sulit tanpa meja makan. Dan aku rasanya berniat untuk memenuhi lemari pendinginmu supaya kau maupun aku tidak perlu lagi memesan makanan." Trisha berusaha menjelaskan panjang lebar. Bermaksud agar Yoongi tidak terlalu kentara melihat bagaimana berpengaruhnya ucapannya terhadap Trisha.

PALETTE✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang