32. Game

616 69 10
                                    

Jangan lupa vote dan komen!

Jangan lupa dikomen ya, sayangku. Divote juga. Apresiasi. Aku penasaran deh sama yang ghosting, kepo. Lihatin wujud kalian, yuk. Biar bisa kenalan.

Enjoy

.

.

Yoongi mengecupi kedua mata Trisha lembut. Menyadarkan gadisnya yang sibuk termenung sejak lima belas menit yang lalu. Berniat ingin dibuatkan kopi untuk sarapan, Yoongi menemukan Trisha masih setia bergelut di atas ranjangnya. Menggulung tubuh dengan selimut dengan pandangan kosong ke arah meja nakas berhias mawar merah. Urung menyuarakan keinginannya, Yoongi memilih untuk ikut berbaring, menyibak selimut dan ikut menenggelamkan diri. Memaksa Trisha agar berbalik ke arahnya, tenggelam dalam dekapnya, dan diberi kecupan-kecupan kecil.

"Kenapa, hm?" bisik Yoongi lembut. Menyejajarkan puncak hidungnya dengan Trisha.

Trisha memejamkan matanya lelah. Menghela napas lalu menggeleng kecil.

Yoongi menarik napas dalam diam. Tangannya yang melingkar pada pinggang Trisha ditarik ke atas untuk mengusap bagian belakang kepala Trisha. Ditenangkan. Yoongi sebenarnya tidak perlu bertanya karena dasarnya ia sudah ahu apa yang tengah berkecimpung di dalam kepala kekasihnya. Apalagi kalau bukan ancaman Jimin dua hari yang lalu? Sungguh mengganggu dan Yoongi berjanji akan menghadiahkan sebuah pukulan mentah kalau saja semesta memberinya kesempatan untuk bertemu dengan Jimin yang sudah kembali menghilang ditelan bumi.

"Tidak mengajar hari ini?" Yoongi mengalihkan. Tidak ingin bertanya lebih mengenai privasi, Yoongi lebih senang jika Trisha sendiri yang memutuskan akan bercerita atau tidak.

Trisha kembali menghela napas. "Tidak. Tidak ada kelas karena hari ini ada tes bulanan para traine."

Mengangguk kecil, Yoongi mengecup dahi Trisha sekilas lalu bangkit dari baringnya. Duduk di tepi rnjang sembari menatap netra Trisha yang mengikuti pergerakannya.

"Kemana?"

Yoongi tersenyum tipis, sangat tipis nyaris tidak terlihat kalau saja Trisha tidak memperhatikan raut Yoongi sedari awal. "Kerja?"

"Ke agensi?" tanya Trisha lagi. Meniti pandang mengamati penampilan Yoongi dari atas ke bawah. Rapi dan tampan walau hanya dibaluti kemeja hitam dan celana jeans abu-abu longgar. 

Yoongi bangkit sembari bergumam singkat. "Mau ikut?"

Trisha terlihat berpikir sejenak. Belum mengetahui keberadaan Jimin yang mendadak menghilang, Trisha masih merasa takut saat memikirkan akan bertemu Jimin di agensi. Memiliki pangkat yang tidak main-main dan nyaris disegani oleh satu agensi, tidak menutup kemungkinan kalau Jimin adalah salah satu juri dari penilaian para traine setiap bulannya, dan itu kerap dilakukan Jimin selama setahun penuh ini. Memikirkan kalau tidak sengaja berselisih saja sudah membuat Trisha muak dan gila, bagaimana jika benar-benar bertemu? Dijejali ancaman dan rangkaian kata yang mengerikan? Diintimidasi? Apalagi diingatkan perihal insiden malam itu? Tidak dulu.

"Satu jam apakah cukup untukmu bekerja, Yoon?" tanya Trisha ikut bangkit dari baringnya. Duduk pada dashboard kasur menatapi Yoongi dengan sorot polosnya.

Alis Yoongi naik sebelah. "Kenapa?"

Trisha bergeming sejenak. Melirik pada pintu kamarnya sebelum kembali menatap Yoongi. "Ingin mencari udara segar bersama? Boleh mengajak Holly, kok."

Di sinilah Trisha sekarang, menuangkan espreso berikut air dingin ke dalam gelas tinggi. Pada akhirnya, Yoongi menyuarakan keinginannya. Rasanya Yoongi gila jika paginya tidak disuguhi setidaknya setengah gelas americano. Sudah bersahabat baik dengan kafein dan Yoongi tidak berniat untuk memutuskan tali persahabatan yang romantis ini. Mengaduk sedikit americano di depannya, Trisha menunduk melihat Holly yang sudah sibuk memamerkan kehalusan rambutnya pada kaki Trisha. Barangkali pamer hasil dari biaya perawatan rambutnya yang cukup untuk biaya makan Trisha sebulan lebih. 

PALETTE✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang