38. Crazy Over You

609 83 3
                                    

Jangan lupa vote dan komen!

Sedih banget episode kemarin g ada yang komen): Kali ini dikomen ya sayangku. Divote juga ya

dikasih Yoongi nih

Enjoy

.

.

Seduhan kopi hitam pekat beraroma kafein yang lekat bersatu dengan aroma alam. Hembusan tipis angin mengajak kepulan asap dari kopi tersebut untuk menari sejenak sebelum menghilang menuju langit. Cicit satu sampai dua ekor burung tidak sungkan untuk ikut meramaikan suasana bersamaan dengan desir roda dan klason kendaraan yang sibuk mondar-mandir di bawah sana.

Seorang pelayan berjalan mundur sejenak sebelum berbalik setelah mengantarkan teh hijau dingin yang jadi pesanan pada satu dari tiga meja bundar yang disusun di balkon. Denting tipis dari sudut tiga batu es menjadi daya tarik sendiri untuk manik hitam kelam itu agar menaruh atensi lebih kepadanya. Hembusan napas tipis berhembus seiring dengan senyum tipis kelewat simpul terulas dengan mata yang kembali berpendar menatapi pemandangan monoton yang disajikan dari atas balkon salah satu restoran di distrik Kota Seoul.

"Omong-omong kau belum menceritakan semuanya padaku. Keberatan jika kutagih sekarang?"

Suara Haera menjadi pembuka setelah sukses sepuluh menit duduk saling berhadapan tanpa perbincangan sedikitpun. Trisha cukup tenang dalam diamnya, Haera pun juga segan mengganggu. Pertengkaran Jimin dan Trisha pada salah satu lantai koridor kemarin memang tidak menjadi buah pembicaraan di agensi, tapi bagaimana Hani menjadi saksi tanpa disengaja, entah kenapa ia tidak memiliki pilihan lain untuk segera mengadu pada Haera. Yah, walau sayangnya saat Haera sampai di lantai tersebut, hanya tertinggal Yoongi yang masih bergeming di posisinya.

"Aku belum—-"

"Kalau kau memang tidak berniat menceritakan dari A sampai Z, kupikir aku tidak keberatan jika kau memberikan point-point permasalahannya," potong Haera cepat. Cukup menggebu hingga membuat Trisha tidak ada pilihan lain untuk mengikuti kemauannya.

Trisha mengulum birai bawahnya sejenak, matanya memandang ke atas, barangkali sedang memilah dari perihal mana ia harus bercerita. Sebenarnya simpel saja, tapi karena ini menyangkut Jimin, entah kenapa rasanya kurang jika tidak ada bumbu-bumbu emosinya. Memang dasarnya Jimin itu harus dideskripsikan berapi-api, disertai umpatan atau sekiranya lebih sempurna lagi jika ditaburkan geraman.

Sembari mendengarkan Trisha mengulik satu-persatu, Haera tidak jarang turut geram walau langsung padam saat mulutnya menyeruput kopi hitam pesanannya. Sesekali juga mengomentari dan juga memberi kritik atau mungkin saran perihal bagaimana baiknya untuk menghadapi Jimin. Sejauh ini hanya ada dua saran, dikubur hidup-hidup atau mungkin dikuliti. Agaknya point nomor dua jauh lebih menarik dibanding diskon besar-besaran manapun.

Menghela napas, Trisha mengaduk minumannya tenang. "Jadi, ya, aku tinggal bersama Jimin untuk saat ini. Tidak tahu sampai kapan, mungkin sampai uangku berhasil terkumpul atau Namjoon datang berkunjung."

Tubuh Haera sedikit tersentak saat mendengar nama Namjoon—-Jika kalian lupa, dia adalah sahabat Trisha di Ilsan—-tubuhnya dicondongkan dengan mata berbinar. "Oh, ya? Dia berencana berkunjung? Kapan?"

"Tidak tahu."

"Tapi, Trisha," jeda Haera sejenak. Ia mengetuk ujung kuku perpoles pewarna coklat tua itu pada sisi meja, menciptakan alunan acak kelewat monoton. Birainya digigit ragu dengan mata sedikit berdenyar bimbang. "Kupikir kau memang harus secepatnya mengumpulkan uang jika tidak ingin tinggal dengan Jimin."

PALETTE✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang