Jangan lupa vote dan komentar!
Dikomen ya sayang2ku! Divote juga, karena itu penting sekalii.
Sebelum itu, aku minta kalian untuk lihat bab-bab sebelumnya, karena ada beberapa paragraf yang sedikit mencurigakan dan akan dikupas di sini. Jadi aku tidak melihat ada komentar "Ini kapan?" "Kok aku ga sadar?" dan semacamnya yaa...
Enjoy
.
.
Netra sayu itu berpendar memperhatikan pandangan di depannya. Berlagak seperti memastikan sesuatu saat netranya sesekali singgah pada sudut matanya. Hembusan napas pelan mencairkan suasana yang begitu tegang berikut dengan kelopak mata yang tertutup untuk beberapa detik. Perlahan, pribadi itu menoleh ke samping. Menelusuri struktur wajah dari pria yang kini tampak lelap dalam tidurnya.
Jia mencengkram kuat ujung selimut yang menutupi tubuh telanjangnya. Berdesis tipis saat mulai merasakan detak jantungnya berdetak tidak normal. Sekali, dua kali, desisan Jia semakin keras. Pun ia mencoba untuk berdeham cukup keras. Detik berikutnya mata Jia melebar tertarik, ia tersenyum pada posisinya dan dengan pelan bangkit untuk bersandar pada dashboard ranjang. Lagi-lagi Jia mencoba berdeham, kali ini lebih keras dibanding sebelumnya.
"Waah," kagum Jia tanpa sadar. Ia memeta presensi Jimin yang sama sekali tidak terganggu dari suara dan gerakannya.
Satu sampai dua gerakan, Jia melambaikan tangannya di depan wajah Jimin. Benar saja, Jimin sama sekali tidak terganggu.
Siapa sangka akan semudah ini? Siapa sangka keberuntungan akan datang secepat ini?
"Dia bukan morning person, ya?" gumam Jia dengan dengusan geli.
Menggeleng maklum, Jia mulai turun dari ranjang. Tetap pelan-pelan, waspada saja jika Jimin tiba-tiba terbangun. Duduk pada sisi ranjang, tangan Jia meraih kemeja hitam yang Jimin gunakan semalam dan menggunakannya. Membiarkan kain berdasar jatuh itu menutupi bagian atas tubuhnya hingga setengah dari pahanya.
"Jadi, harus dimulai darimana?" bisik Jia dengan mata yang berpendar mengamati kamar Jimin.
Sedari malam, perhatian Jia sudah tertuju pada komputer dan laptop Jimin. Sejujurnya Jia benci sekali dengan permainan tebak-tebakkan dan sialnya saat ini Jia harus berusaha menebak dimanakah Jimin menyimpan sesuatu yang ia cari. Laptop yang terletak di nakas atau mungkin komputer yang teronggok rapi di dekatnya?
"Ck."
Jia berdecak jengah, ia menatapi dua benda yang kini menjadi pilihannya. Mendesah gusar, Jia memilih bangkit terlebih dahulu. Berjalan menuju nakas di samping Jimin dan dengan perlahan meraih ponsel pria itu. Lagi-lagi decakan cukup keras terlontar dari birai Jia. Satu sampai tiga kali ia mencoba beberapa pola untuk membuka layar ponsel Jimin dan gagal. Jia tidak tahu Jimin ini sekreatif apa sampai menciptakan pola yang sukar ditebak. Tidak ada pilihan lain selain nekat. Barangkali kalau Jimin terjaga karena ulahnya lantas segala rencananya gagal, Jia akan mengeluarkan plan B. Cukup mengesalkan karena ia harus kembali menggoda Jimin dengan tubuhnya.
"Ini tidak adil! Kenapa harus aku yang repot begini?" protes Jia berbisik gusar. Menghentakkan pelan kakinya saat menyadari ketidakimbangan dalam misi kali ini.
"Kalau sampai gagal aku tidak akan ikut campur lagi. Dasar sialan," gumamnya lagi diikuti oleh tubuhnya yang membungkuk ke arah Jimin.
Sekali, dua kali, tiga kali. Layar ponsel itu terbuka saat Jia berhasil memposisikannya tepat pada wajah Jimin. Dengan segera Jia menarik tubuhnya dan kembali mencoba melambaikan tangannya satu sampai dua kali di depan wajah Jimin. Bagus. Tidak terbangun sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
PALETTE✔
FanfictieFOLLOW DULU SEBELUM BACA "Aku tidak senang berbagi, Trisha." "Kau senang, Yoon? Oh tentu! Kau, kan, tidak punya hati! Bajingan sepertimu memang suka melihat orang menderita." Menghindar dari Park Jimin dan terjebak di dalam kukungan Min Yoongi. Mung...