37. Segitiga

544 81 2
                                    

Jangan lupa vote dan komen

Jangan lupa komen ya sayang. Banyak-banyak biar aku senang. Divote juga, ga lama kok. Satu detik saja.

Enjoy

.

.

Trisha memperkuat ikatan rambutnya sebelum membuka pintu mobil mengikuti Haera yang berjalan duluan memasuki agensi. Sedikit tergopoh, Trisha berhasil menyamai langkahnya agar seiras dengan Haera. Sesekali juga turut merapikan posisi tas kecilnya yang bergerak liar akibat lariannya.

"Bagaimana pipimu? Masih ngilu?" tanya Haera sembari menempelkan jempolnya pada mesin absen. Selepas data kehadirannya terdaftar ia segera bergeser memberi kesempatan untuk Trisha.

Meringis pelan, Trisha tersenyum kecil saat datanya ikut terdaftar lantas berkedik singkat pada Haera. "Sudah lebih baik. Walau sedikit sulit bagiku untuk membuka mulut terlalu lebar."

Haera berdecak dan melangkah menuju meja resepsionis diikuti Trisha. "Robek, ya, bagian dalam pipimu?" tanyanya dengan kernyitan pada hidung. Barangkali membayangkan rasa sakit yang dirasakan Trisha. Yang ditanya hanya bergumam dan meletakkan tasnya pada meja resepsionis, berhadapan langsung dengan Haera yang sudah masuk ke dalam teritorinya. "Ish! Lihat saja bajingan itu. Kenapa, sih, dia? Bukannya akhir-akhir ini waras-waras saja?"

Siapapun yang mengetahui keadaan antara Trisha dan Jimin, mungkin menganggap kalau beberapa waktu ini Jimin dalam kondisi waras—-kau tahu maksudnya, bukan? Jimin terlihat tidak melakukan hal aneh seperti mengeluarkan pemikiran piciknya. Iya, terlihatnya memang seperti itu. Akan tetapi kenyataannya berbeda, dan Yoongi serta Trisha melihat itu dengan jelas. Jimin bermain terlalu rapi sampai Yoongi pun nyaris terjebak. Iya, pertunangan itu. Haera memang tidak tahu karena akhir-akhir ini gadis itu tengah sibuk.

"Di matamu memang terlihat waras. Di mataku tidak. Tidak akan pernah," sergah Trisha malas. Ia berdecak mengingat bagaimana Jimin bermain terlalu mulus dan rapi.

Memutar kedua bola matanya sempurna, disela kunyahan biskuit sebagai cemilan, Haera mencondongkan tubuhnya. "Omong-omong, kau kenapa bisa berada di apartemen Jimin? Masih berusaha untuk mengambil alih apartemenmu?" tanyanya penasaran.

Trisha stagnan sejenak di posisinya. Agaknya sekelebat bayangan yang menjadi alasannya kembali satu gedung apartemen dengan Jimin menghampiri ingatannya sejenak. Berdecak kesal, sejujurnya Trisha masih sedikit sensitif perihal itu. Pun kalau ingin tahu, Trisha sedang berusaha untuk melupakan Yoongi. Toh, Yoongi sendiri yang minta, kan? Kalau begitu, tidak ada alasan lagi untuk Trisha mengemis-mengemis. Walau mungkin belum sepenuhnya juga karena Trisha masih sering mendapati dirinya menangis ketika ingin tidur.

"Entahlah. Kenapa, ya?" gumam Trisha seadanya. Tidak berniat untuk membahas perihal tersebut lebih lanjut.

"Putus, ya, dengan Yoongi?"

Walau terdengar berkelakar, tapi tebakan Haera sontak membuat Trisha menoleh ke arahnya. Dengan sorot tenang dan alis terangkat singkat.

"Betul, ya?" seloroh Haera lagi. Kini ia meletakkan setengah biskuitnya pada selembar tisu. "Kelihatan soalnya. Walau terlihat sibuk, aku sering kok memperhatikanmu. Terlebih saat kau selalu datang dan pulang dengan Jimin. Balikan?"

"Enak saja!" sanggah Trisha cepat. "Mending aku mati daripada kembali padanya."

Haera terbahak singkat diikuti oleh gelengan kecil. Barangkali ekspresi yang diolah Trisha cukup menggelitik perutnya. Namun hanya beberapa detik Haera berada dalam euforianya sebelum suasana gelap menguasi sekitar tubuh gadis itu. Menatap Trisha dengan mengintimidasi, satu ujung birai Haera tertarik tipis.

PALETTE✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang