45. Last Mission

606 82 6
                                    

Just enjoy the story, babe. Don't forget to vote!

Dikomen yang banyak ya sayang, divote juga. Habis ini ending kok, dua bab lagi ceritanya tamat.

Oiya jangan lupa cek tiktok aku silxcx_ ya!!

Oiya jangan lupa cek tiktok aku silxcx_ ya!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

Satu hingga tiga kali dering ponsel itu mengalun mengisi ruangan. Memekik menimbulkan gema yang cukup dalam. Denting piano yang sedari tadi beriringan mengalun monoton akhirnya memilih berhenti hingga pekik dering ponsel itu semakin keras dan semakin berkuasa. Terus memekik hingga pada dering terakhir, panggilan itu tak kunjung diangkat.

Deru mesin pendingin berikut dengan tetes air yang jatuh ke permukaan wastafel menambahkan kesan kelam di ruangan gelap itu. Begitu sunyi, begitu misterius. Tidak ada suara lain terkecuali bunyi satu sampai dua ekor hewan yang merayap di balik atap.

Menikmati hening sebentar, netra coklat itu berpendar menatapi sekelilingnya sebelum matanya tertuju pada layar ponsel yang kini berdenting nyaring dengan beberapa pesan yang masuk tanpa henti. Tidak ada niat untuk meraih, menunggu sampai sang pengirim pesan untuk berhenti mengirimi pesan lantas kembali dipeluk oleh keheningan. Barangkali keheningan memang begitu nyaman sampai akhirnya jiwanya ikut tenggelam nyaman. Dikekang oleh sepi hingga nyaris menolak untuk keluar.

Namun, agaknya sang pengirim pesan tidak mudah menyerah seperti yang ia pikirkan. Denting singkat itu beralih ke dering yang panjang. Memejamkan mata sejenak sembari bernapas tenang, ia menunggu sampai dering itu menginjak dering ke lima. Baru setelah itu hening, berikut dengan suara cukup berisik di seberang sana.

"Lakukan hari ini."

"Aku tidak peduli jika masih butuh penyelidikan. Aku ingin semuanya selesai hari ini."

"Persetan, sialan! Lakukan hari ini atau kau kehilangan karirmu karena membela kejahatan."

Hening. Ia mengernyit tidak suka diiringi dengus berang saat pribadi di seberang sana berusaha memberi penjelasan. Barangkali permintaannya diterima, tapi ada satu sampai dua hal yang akan dilakukan, sebut saja persiapan jika tidak sengaja masuk ke dalam keadaan yang sempit lantas terhempit. Plan B.

"Terserah."

Lagi-lagi ia terdiam berikut dengan tubuh yang sedikit tegap.

"Tidak. Bawa ia hidup-hidup dihadapanku."

Setelah itu panggilan diselesaikan. Hening kembali menyergap selepas ponsel tersebut dilempar begitu saja. Ia menghela napas sebelum bangkit untuk keluar dari ruangan kelam tersebut.

--

Hari ketiga dimana Trisha benar-benar merasa di balik jeruji besi.

Dirinya sama sekali tidak keluar dari apartemen setelah tiga hari lamanya. Mendekam ditemani oleh televisi serta buku, sebab ponselnya sudah tidak bisa dinyalakan saat Jimin membantingnya waktu itu. Trisha sudah mencoba untuk keluar dari apartemen Jimin dengan berbagai cara. Mencoba untuk menebak kata sandi sampai mencoba menggedor pintu apartemen Jimin berharap ada orang yang berlalu-lalang di depan. Tapi tidak ada yang berhasil. Trisha sudah mencoba memanfaatkan segala cara termasuk menghidupkan komputer dan laptop Jimin, barangkali ia bisa mengirim pesan lewat email atau apapun itu. Nyatanya Jimin jauh lebih pintar hingga segalanya memerlukan akses.

PALETTE✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang