Jangan lupa vote komen dan share.
Enjoy.
.
.
Dilihat ke arah sofa berwarna abu-abu tua, presensi Min Yoongi tampak meregangkan tubuhnya yang terasa sakit dan pegal hingga menarik erang dan desis. Tidur di sofa selama enam hari namun berada di tempat berbeda, bedanya lima hari yang lalu berada di rumah sakit dan hari ini berada di studionya sendiri. Yoongi menggaruk sejenak tengkuknya yang sejatinya tidak terasa gatal. Mengusap wajah sejenak lalu terdiam lantaran merasakan wajahnya sedikit sembab. Kurang istirahat, sudah seperti sahabat sejati di kehidupan Yoongi.
Menggulir netra pada jam kecil yang terletak di atas piano di tengah ruangan, Yoongi mendesar lelah. Pukul sebelas lewat dua menit. Masih terlalu pagi untuk terbangun dalam keadaan tubuh yang lelah. Menyibak selimut tipisnya, berbalut kaus hitam yang dipenuhi garis kusut dan seutas celana training, Yoongi menurunkan kakinya dari sofa. Duduk dengan kaki terbuka, netra Yoongi menatap pintu kamarnya yang tertutup. Tidak erat, masih ada celah.
Yoongi dengan hati yang merutuk berhasil bangkit dengan malas-malasan, setidaknya berhasil melawan egonya yang masih ingin bergelut di dunia mimpi. Berjalan ke tengah ruangan, Yoongi berhenti sejenak di samping pianonya, tersenyum tipis sebelum tangannya menekan pelan salah satu not hingga menimbulkan bunyi nyaring yang sesungguhnya bukan hal baik di dengarkan di pagi yang damai. Langkah Yoongi berlanjut menuju kamarnya, mendorong pelan pintu kamar yang terbuat dari kayu sederhana dengan lutut hingga pintu tersebut terbuka dengan derit tipis.
Mengernyit, kini gerutuan dan rutukan Yoongi bukan hanya sekedar ucapan hati saja. Mulutnya sudah ikut maju-maju seperti bebek. Sungguh, pagi yang damai ini sangat tidak lazim untuk mendengar rentetan sumpah serapah.
"Eun Trisha," panggil Yoongi. Tidak keras dan mustahil seisi rumah mendengar, tapi Yoongi begitu malas berteriak.
"Trisha?" panggil Yoongi lagi. Kali ini sedikit keras. Berpikir kalau Trisha sedang berada di kamar mandi di dalam kamar Yoongi. Berpikir bergitu pun karena Yoongi melihat tas tenteng Trisha yang tergeletak di lantai terlihat terbuka dan beberapa isinya ada yang tertarik keluar. Dasar kotor, bathin Yoongi.
Tidak ada respon. Yoongi menghela napas. Membiarkan seorang gadis asing berkeliaran di studio yang merangkup tempat tinggalnya adalah pilihan terakhir yang Yoongi inginkan. Setelah melalui perdebatan yang sesungguhnya tidak menarik dan panas, Yoongi akhirnya membiarkan Trisha untuk menginap di rumahnya sehari. Setidaknya biarkan Yoongi berbaik hati walau sejujurnya Yoongi sangat-sangat tidak setuju Trisha menginap di rumahnya. Pun Yoongi yang merindukan kasur empuknya harus mengalah sebab hati nuraninya sedikit—seujung kuku—tidak tega membiarkan Trisha dengan kaki patahnya tidur di sofa.
Dan lihat. Sekarang gadis itu bersikap seenaknya.
Berdecak, Yoongi dengan hati yang diselimuti rasa malas luar biasa melangkahkan tungkainya, berniat mengelilingi rumah untuk mencari keadaan Trisha. Rasanya Yoongi menyesal memilih rumah yang luas jika harus melewati keadaan seperti ini. Awalnya, rahasia, tapi Yoongi pernah menonton beberapa drama roman picisan yang tidak sengaja lewat di layar televisinya, pun ia berpikir Trisha sedang berkutat di dapur menyiapkan sarapan. Namun, angan yang terdengar konyol itu sontak hilang tertiup angin saat Yoongi menyadari kalau Trisha sedang bertumpu pada dua buah tongkat. Berjalan saja tidak bisa bagaimana mau membuat makanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PALETTE✔
ФанфикFOLLOW DULU SEBELUM BACA "Aku tidak senang berbagi, Trisha." "Kau senang, Yoon? Oh tentu! Kau, kan, tidak punya hati! Bajingan sepertimu memang suka melihat orang menderita." Menghindar dari Park Jimin dan terjebak di dalam kukungan Min Yoongi. Mung...